Dibuka! Kelas Menulis Online Kampung Fiksi
&
Persiapan J50K-2014 



Ada kabar gembira buat teman-teman yang bertanya-tanya apakah Kampung Fiksi akan membuka kelas online menulis fiksi. Jawabannya, ya, kami akan membuka 2 kelas online khusus untuk mendampingi Nekaders yang ingin secara serius mengikuti dan memanfaatkan momentum marathon menulis #J50K-2014 nanti, silakan baca informasinya pada page Kelas Menulis Online.


Langkah-langkah Persiapan J50K-2014

Bagi yang bertekad untuk jadi Nekaders marathon menulis 50.000 kata pada bulan Januari nanti, ayo lakukan persiapannya sejak sekarang!

Apa saja yang perlu dipersiapkan?

Cukup banyak juga sih... 

Tapi PERLU! bila kita mau memudahkan proses menulisnya kelak. Karena itu nggak ada salahnya untuk melakukan langkah-langkah awal yang berguna bagi kelancaran langkah-langkah selanjutnya.

Tips #PersiapanJ50K di @J50K_KF

Nah, sudah merasa SIAP untuk memulai langkah-langkah awal yang mungkin saja terlihat remeh-temeh tetapi terbukti perlu untuk dilakukan itu? Kalau jawabanmu: YA! Ikuti tips #PersiapanJ50K sejak minggu-minggu awal November ini, melalui akun twitter @J50K_KF.

Apa-apa saja yang akan dibahas di sana?

  1. Diet membaca yang penting dilakukan untuk mempersiapkan tulisanmu.
  2. Cara membaca yang bermanfaat untuk mempersiapkan tulisanmu.
  3. Apa motivasimu dalam menulis fiksi? 
  4. Brainstorming ide-ide dan menghidupkan imajinasi.
  5. Plot, apa yang diamksud dengan plot?
  6. Bagaimana cara memilih dan menyusun plot?
  7. Karakter, bagaimana cara membuat karakter yang mengesankan?
  8. Point of view atau sudut pandang yang mana yang terbaik untuk tulisanmu?
  9. Setting cerita, penting atau tidak penting?
  10. Istilah-istilah yang mungkin belum kamu ketahui dalam dalam fiksi.
  11. Bagaimana melakukan riset.
  12. Menerapkan disiplin menulis bagi diri sendiri.  
Dan masih banyak lagi tips bermanfaat lainnya.

Tips #PersiapanJ50K ini bisa diakses, diintip dan dipetik manfaatnya oleh siapa saja. 

Tips dan trik di dalamnya tidak terbatas penggunaannya bagi kegiatan J50K, bisa digunakan untuk kegiatan menulis yang dilakukan kapan saja. Tetapi karena tips #PersiapanJ50K ini dirancang khusus untuk kegiatan marathon dengan tujuan menulis (minimal) 50.000 kata dalam batas waktu 31 hari saja, ada bagian-bagian yang spesifik untuk kegiatan tersebut.

Dengan mengikuti #PersiapanJ50K ini diharapkan dapat membantu peserta dan calon peserta dalam melaksanakan proses menulis J50K-nya nanti. Seperti sudah dialami pada tahun-tahun sebelumnya, J50K bukan merupakan sebuah proses yang ringan. Menulis 50.000 kata dalam 31 hari tidak bisa dianggap enteng, perlu strategi yang tepat agar dapat menyelesaikannya, atau paling tidak memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan tersebut.

Langkah Pertama. Yuk, ikut meramaikan kegiatan ini untuk memberikan motivasi + komitmen kepada diri sendiri, gimana caranya?

Caranya, ikut LOMBA MENULIS MENJADI NEKADERS J50K.

Langkah Kedua: Kalau kamu punya twitter, follow @J50K_KF dan pergunakan hastag #J50K untuk segala kicauanmu tentang J50K.

Langkah Ketiga: Bergabung di grup Facebook Januari50K untuk berkumpul bersama para Nekaders lainnya.

Langkah Keempat: Sekarang juga, pilih beberapa novel yang bagus untuk kamu baca secara intensif dan pelajari dengan baik, sebagai bekal tabungan ide dan mengasah ketrampilan menulismu pada saat marathon menulis dimulai.

Langkah Kelima: Persiapkan bahan tulisanmu, tulis ide-ide yang ada di kepalamu dan lakukan brainstorming, pikirkan baik-baik cerita seperti apa yang ingin kamu ciptakan.

Langkah Keenam: Persiapkan waktu dan tempat untuk menulis. Mulailah memperhatikan dengan seksama kapan waktu terbaikmu untuk menulis dan di mana kamu bisa menulis tanpa gangguan. 

Langkah Ketujuh: Persiapkan mental untuk berkomitmen menulis selama 31 hari sepanjang Januari.

Langkah Kedelapan: Mempersiapkan outline draft tulisanmu.


Langkah kesembilan: Mengikuti J50K 2014 selama 31 hari penuh di bulan Januari 2014.

Langkah kesepuluh: Memulai proses editing draft tulisan hasil J50K. 


Mereka yang berhasil mengikuti dan memanfaatkan kesepuluh langkah marathon menulis J50K ini, berhak mendapatkan e-Sertifikat tanda keberhasilan mengikuti marathon J50K Kampung Fiksi.
Berikut PEMENANG Lomba Menulis "Menjadi Nekaders J50K" yang berhak memperoleh uang tunai Rp. 500.000,-

Citra Rizcha Maya, entrinya dapat di baca di blognya: Cerita Cinta Ciptaan Citra

Dua pemenang yang dipilih secara random untuk ikut Kelas Online Kiat Mengedit Novel Sendiri secara gratis adalah:

Ephy Scarf 
Fide Carolina

Selamat kepada para pemenang dan terima kasih kepada semua partisipan J50K!

***

Yuk, ikut meramaikan kegiatan #J50K sekaligus memberikan motivasi + komitmen kepada diri sendiri, gimana caranya?

Caranya, ikut LOMBA MENULIS MENJADI NEKADERS J50K.

1. Apabila kamu punya blog, pasanglah LOGO J50K ini pada sidebar blogmu. (Wajib)
2. Buat sebuah entri (di blog atau notes FB) dengan judul 'Menjadi Nekaders J50K', yang menceritakan: tujuanmu mengikuti J50K, cerita apa yang akan kamu tulis, dan persiapan-persiapan yang kamu lakukan untuk mengikuti J50K nanti. Bagi yang sudah pernah mengikuti J50K di tahun-tahun yang lalu, silakan bagikan pengalamanmu, baik suka maupun duka serta masukan-masukan yang menurutmu perlu bagi perkembangan kegiatan ini selanjutnya.
3. Berikan link ke entri ini (linknya: http://www.kampungfiksi.com/2013/10/dibuka-kelas-menulis-online-persiapan.html) pada tulisanmu agar bila ada teman-teman lain yang tertarik untuk ikut, dapat langsung membaca entri ini. (Wajib)
4. Bila kamu punya akun twitter, tweet isi tulisanmu tersebut, beri hastag #J50K, mention @KampungFiksi dan @J50K_KF (Wajib)
4. Share link tulisanmu di kolom komentar entri ini. (Wajib)

Penilaian dan hadiah:
1. Bagi satu tulisan paling jujurinspiratif dan menarik, menurut penilaian para admin Kampung Fiksi, akan mendapat hadiah uang tunai Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) dari Kampung Fiksi.
2. Bagi peserta yang paling pertama mengikuti lomba, mendapat gratis ikut Kelas Online: Kiat Membuat Outline Novel dari Kampung Fiksi (sudah dimenangkan oleh Na Fatwaningrum).
3. Akan dipilih secara random (acak) dua orang peserta lomba yang berhak ikut Kelas Online: Kiat Mengedit Novel Sendiri dari Kampung Fiksi, secara gratis. 

Syarat khusus:

1. Penilaian berlaku untuk tulisan-tulisan yang linknya ditautkan ke kolom komentar ini sampai 31 Januari 2014, dan dapat diakses oleh umum. 
2. Penulis harus merupakan peserta yang berkomitmen melakukan marathon menulis J50K-2014 dan sudah bergabung di grup Januari50K (facebook).



Oleh: Nastiti Denny 

Halo Sahabat Kampung Fiksi,

Kalian suka menulis cerpen, kan? Berapa banyak dari kalian yang suka mengangkat tema budaya lokal ke dalam tulisannya? Nah, kali ini admin berhasil mewawancarai salah satu penulis cerpen muda berbakat yang cerpen-cerpennya selalu mengangkat budaya lokal sebagai latar cerita. Bernama lengkap Muh. Amir. Emil Amir adalah nama penanya. Lahir di Sinjai, 10 November 1986. Saat ini berdomisili di Makassar.

Sumber: Koleksi Pribadi


Beberapa penghargaan berhasil diraih dari menulis cerpen. Diantaranya: Pemenang II LMCR ICE SELSUN GOLDEN AWARD 2007 PT. ROHTO; Pemenang I Lomba Menulis Cerpen Kolomkita.com 2008; Pemenang Harapan 2 MENPORA 2011. Beberapa cerpennya juga dimuat di majalah SEKAR, majalah GONG, Jurnal Cerpen Indonesia, dan koran KOMPAS. Emil Amir juga terpilih sebagai salah satu penerima fellowship emerging writers Makassar International Writers Festival 2012.

Simak yuk wawancaranya…

  1. Sejak kapan mulai menulis? Awalnya menulis untuk tujuan apa?
Sejak 2006. Saya belajar menulis di FLP Depok. Kisah perjalanan Makassar-Depok ada disiniTujuan menulis awalnya adalah untuk terapi.  Saya menulis di diary lalu saya bakar supaya tidak dibaca orang lain. Tertarik bikin cerpen ketika membaca majalah Annida.

  1. Mengapa cerpen yang dijadikan pilihan? Pernahkah menulis selain cerpen?
Saya suka cerita yang tidak panjang dan sekali habis. Cerpen saya ibaratkan seperti foto. Foto yang sekalli lihat kita bisa bercerita dan ada kenangan di dalamnya.

  1. Siapa cerpenis idola Emil? Mengapa ia layak menjadi idola?
Sebenarnya saya tidak punya cerpenis idola :D Saya lebih suka karya ketimbang orangnya. Tapi kecenderungan saya lebih suka penulis perempuan seperti: Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Helvy Tiana Rosa, Oka Rusmini, Wa Ode Wulan Ratna. Mereka adalah perempuan-perempuan hebat yang mampu menyuarakan idealismenya.

  1. Berapa banyak penulis-penulis tersebut memengaruhi gaya tulisan Emil?
Berpengaruh dari sudut pandang. Aku belajar diksi dari karya mereka.

  1. Adakah waktu khusus untuk menulis dalam sehari? Berapa jam?
Tidak. Saya menulis ketika momen ada. Saya tidak menulis setiap hari.

  1. Menurut Emil, apa hal yang penting untuk dikembangkan dalam menulis cerpen?
Komposisi antara narasi, deskripsi dan dialog yang seimbang. Pemilihan diksi, dan tentu saja tema yang memikat.

  1. Dari sekian banyak cerpen yang Emil tulis, cerpen mana yang paling berkesan? Mengapa?
Cerpen yang berjudul Calabai.

Calabai adalah cerpen pertama saya yang mengangkat budaya lokal. Saya menulis cerpen tersebut di Depok, ditantang oleh teman-teman saya untuk mengangkat budaya dimana saya berasal. Saya browsing, cari buku tentang Bugis. Akhirnya dapat tema cerita tentang Bissu; pendeta agama bugis kuno yang kebanyakan waria. Ini menarik sekali sampai saya terobsesi. Cari literatur sampai bela-belain datang ke penerbit yang membahas hal tersebut. Selama lebih dari 5 bulan saya mengumpulkan bahan. Menuliskannya hanya seminggu selesai. Pakai tulis tangan waktu itu. Lalu ke warnet untuk ngetik dan disertakan lomba. Alhamdulillah menang! Hadiahnya saya belikan laptop. Tahun 2007 waktu itu.Sejak saat itulah saya merasa senang mengangkat kisah-kisah lokal dalam karya saya.

  1. Cerpen Emil yang dimuat dalam kumpulan cerpen Dunia di Dalam Mata berjudul “Hajrah, Langkahi Jenazah Suamimu" sangat menarik baik dari segi tema maupun konflik yang diangkat. Boleh tahu kisah yang menginspirasi cerita ini?
Pernah saya nguping omongan tante saya; kalau janda ditinggal mati tidak melangkahi jenazah suami bakal jadi janda gatal yang selalu merindukan laki-laki. Ga jelas sih ritualnya gimana dan saya malu menanyakannya tapi saya teringat terus.

Nah, saat saya kerja di mal ada dua karyawan perempuan yang sering cekcok, sampai-sampai puncaknya mereka dikeluarkan karena perkelahian fisik. Justru saya tertarik dengan status mereka. Satunya belum menikah tapi sudah berumur, satunya janda beranak satu. Imajinasiku tiba-tiba main. Jika dua karakter itu dipertemukan seru kali ya?

Soal endingnya tentang obat kuat itu saya dapat di lembaran iklan koran lokal yang selalu semarak dengan ramuan obat kuat. Sementara masalah lesbiannya baru kepikiran saat menulis cerpen itu. Barangkali itu adalah pesanku yang ingin mengolok-olok laki-laki yang kadang menggunakan obat kuat untuk egonya sendiri :D

Ternyata ide bertebaran di mana-mana ya, Sahabat Kampung Fiksi. Tinggal bagaimana kita mencermati kemudian mengolahnya menjadi cerita yang menarik;)

  1. Cerpen Emil kebanyakan bertema budaya lokal. Adakah hal khusus yang ingin disampaikan pada pembaca melalui tema tersebut?
Saya ingin budaya itu tetap ada. Beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. 

  1. Apakah menurut Emil cerpen dengan tema budaya lokal memiliki kesempatan lebih banyak untuk menembus surat kabar semacam Kompas ataupun majalah seperti Femina, misalnya?
Untuk saat ini, iya. Di luar itu semua, masih banyak cerita daerah Indonesia yang belum digali, khususnya Indonesia Timur. Tentu bukan tema lokalnya saja, tapi cara penyajiannya juga mesti jitu jadi tidak hanya sekedar tempelan.

  1. Apakah saat ini Emil aktif di komunitas penulis? Kalau ya komunitas apa saja dan seberapa banyak kontribusi aktivitas komunitas tsb berarti dalam mengembangkan tulisan?
2006-2009 saya aktif di FLP Depok. Di sini saya lahir sebagai cerpenis.

Guru saya di FLP Depok adalah Denny Prabowo, Koko Nata, Noor H Dee, Ratno Fadillah. Tiap bulan kami Bakar Sate (Bahas Karya Sambil Telaah).
 
2009 sampai sekarang tidak begitu aktif. Ada sih sekarang komunitas Lego Lego saya ikuti tapi tidak terikat. Sebenarnya saya lebih suka tidak terikat pada sebuah komunitas sehingga bisa keluar masuk komunitas lainnya tanpa ada pengkotak-kotakan.

  1. Sebagai penulis yang terpilih untuk menghadiri Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2013, bagaimana pendapat Emil tentang ajang tersebut? Seberapa besar manfaatnya bagi penulis dan pembaca tanah air?
Ajang tersebut sangat luar biasa manfaatnya. Kita bisa mengenal banyak penulis dari dalam dan luar negeri. Hanya saja, karena terlalu banyak panel yang bertabrakan waktunya, saya tidak bisa menghadiri semuanya.

UWRF itu bisa memotivasi saya sebagai penulis tanah air untuk terus berkarya. Sebab penulis luar negeri sebenarnya sangat ingin tahu Indonesia. Khususnya budaya lokal yang ada di Indonesia.

  1. Yang terakhir, adakah pesan-pesan Emil buat penulis muda agar menghasilkan karya fiksi yang menarik sekaligus menggugah?
Buat saya menulis itu jangan kayak mesin atau cuma ingin mengikuti pasar. Tapi cobalah gali terus apa yang ingin kita ketahui sampai ke dalam-dalamnya. Pastikan dimasak dengan enak sebelum dihidangkan ke pembaca. Saya percaya tiap individu punya olahan tangan (mewakili suara hati dan pikiran) yang berbeda dan unik. Selamat menulis!

Sekian dulu wawancara dengan Emil Amir. Semoga Sahabat Kampung Fiksi mendapat banyak hal yang bermanfaat di dalamnya. 

Sampai jumpa di wawancara berikutnya!
 

Halo Fictionholics. Bagaimamana kabar naskah yang sedang kamu tulis? Adakah yang sekarang naskahnya lagi terkatung-katung alias mandeg? Coba diingat-ingat sudah berapa lama naskah belum selesai itu ngendon di folder kamu?


Memang suka ada rasa terintimidasi ya saat kita ingin kembali meneruskan naskah mandeg itu. Kadang suka ragu-ragu, bisa nggak ya membuat adegan yang keren banget setelah sekian lama naskah ditinggal saat menjelang konflik? Jangan-jangan nanti malah jadi maksa?


Ingin juga langsung meneruskan tanpa  arah, yang penting terusin aja dulu. Soal mau ke mana cerita akan berbelok, urusan belakangan. Tapi, lagi-lagi, kamu merasa akan membuang-buang waktu saja. Jangan-jangan nanti naskahnya bukan mendekati ending, malah melebar ke mana-mana? Ketakutan dan keraguan meneruskan naskah mandeg itu akhirnya  membuat  kamu urung menulis lagi. Mood juga menguap entah kemana.


Sebenarnya, tahu nggak kamu kalau penyebab tulisanmu mandeg itu bisa jadi karena konsep cerita kamu lemah? Bisa jadi, saat kamu mulai menulis naskahmu itu kamu “hanya” berangkat dari sebuah ide dasar. Kamu tidak membuat draft sama sekali, karena kamu yakin sekali dengan ide cerita milikmu yang beda dari yang lain. Jadi, dengan yakinnya kamu mulai menulis tanpa pusing-pusing memikirkan terlebih dahulu apa konflik yang harus dihadapi si tokoh dan bagaimana ending ceritanya. Ah, itu bisa dipikirkan nanti-nanti saja.


Banyak yang mengira cara menulis “tabrak ide” seperti itu adalah salah satu gaya menulis seseorang. Padahal, sebenarnya itu bukan gaya menulis. Mungkin memang “gaya” bisa menulis naskah novel langsung tanpa panduan kerangka atau premis, tapi percaya deh, gaya itu tidak sehat untuk kelanjutan proses menulismu.


Tidak semua orang seberuntung itu—menulis tanpa draft/kerangka. Kalau kamu ternyata sering stuck di tengah-tengah menulis naskah, berarti ada yang salah dengan proses menulismu. Harus mulai dicari penyebabnya untuk mengurai di mana mandeg-nya, nih? Kebanyakan penulis pemula menganggap proses menulis adalah proses yang sangat bergantung pada mood, sehingga tidak jarang menganggap enteng. Saat mood lagi bagus, menulis bisa lancar sampai berlembar-lembar. Lalu saat mood sedang tidak mendukung, kamu yakin nanti juga mood akan membaik. Kalau terus begini, percaya deh, naskah setengah jadi akan makin banyak menumpuk di foldermu.


Bagaimana supaya tidak keterusan begitu terus? Gemes kan melihat naskah belum jadi itu bengong-bengong aja di folder? Padahal kalau naskah itu bisa selesai, kamu bisa lanjut ke proses selanjutnya.


Cobalah mulai proses menulismu dengan menciptakan sebuah premis. Premis adalah bentuk paling dasar dari cerita yang akan kamu tulis. Kamu harus tahu siapa tokohmu, apa tujuannya dalam cerita dan berhasil atau tidak dia mencapai tujuan tersebut. Premis inilah yang akan membantu kamu mengarahkan ceritamu hingga selesai. Begitu kamu sudah memegang premis itu, kamu bisa melanjutkan ke tahap berikutnya.


Apa selanjutnya? Apa dengan memegang premis saja kita sudah bisa mulai menulis? Silakan saja. Tapi tidak semua penulis bisa langsung menulis hanya dengan berpegang pada premis, lho! Bahkan penulis sekaliber Leila S. Chudori pun mengatakan kalau dia masih membuat draft untuk bahan tulisannya.


So, jangan malas membuat draft/kerangka yang berangkat dari premis tadi. Jangan menganggap enteng proses menulismu. Kalau penulisnya “ngegampangin” proses menulis naskahnya, apa iya mau berharap pembaca nggak menganggap enteng juga?


Cara paling mudah untuk meneruskan tulisanmu yang mandeg adalah menentukan kembali tujuan si tokoh dan ending. Ending ini penting sekali ditentukan sejak awal, karena dialah yang akan mengarahkanmu menyelesaikan menulis cerita itu.


Berikut ini ada beberapa adegan umum yang banyak dipakai dan susunannya yang paling umum. Soal penyusunan adegannya tentu saja tergantung plot yang kamu inginkan. Tapi setidaknya beginilah kira-kira panduan untuk menulis ceritamu dari awal sampai akhir, sehingga tulisanmu tidak lagi mandeg. Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah membuat point dari 1 sampai 12.  Point yang berada di antara 1 dan 12 adalah rangkaian adegan yang bersambung dari awal sampai akhir cerita.


Ini contohnya:


Point 1: Tokohmu dalam kesehariannya (perkenalan karakter dan setting).

Point 2: Tokohmu mengalami sebuah gejolak akibat pengaruh dari luar.

Point 3: Tokohmu meminta pendapat tentang gejolak tersebut kepada tokoh-tokoh lain dalam cerita. 

Point 4: Tokohmu dipertemukan dengan beberapa pilihan.

Point 5: Tokohmu membuat gebrakan yang tidak terduga.

Point 6:Tokohmu mengalami masalah atau mendapat tantangan karena gebrakannya.

Point 7: Tokohmu menghadapi tantangan yang makin besar (menuju konflik).

Point 8:Tokohmu terpuruk (menuju klimaks).

Point 9:  Tokohmu berusaha bangkit kembali.

Point 10: Tokohmu mulai mendapatkan penyelesaian (menuju ending).

Point 11:  Tokohmu dikonfrontasi dengan tokoh antagonis (klimaks).

Point 12:  Tokohmu berhasil/gagal mencapai tujuannya (ending).


Kira-kira demikian panduan teoritis yang bisa kamu pakai untuk mengurai tulisanmu yang sedang mandeg itu agar bisa diselesaikan. Ingat ya, ini hanya teori. Bagaimana kamu bisa mengadaptasi teori ini ke dalam ceritamu, di sanalah seninya. Tidak heran kalau menulis disebut sebagai kegiatan crafting, karena kalian memang butuh latihan banyak dan mengeksplorasi kreatifitasmu.


Oh ya, kalau teori sudah dapat, langsung saja menulis. Karena kalau cuma baca-baca teori, tulisanmu tetap saja mandeg. Selamat mencoba! Semoga bermanfaat.

Oleh Endah Raharjo

Mengarang cerita telah jadi bagian penting dalam keseharian saya beberapa tahun belakangan. Dari  satu novel, puluhan cerpen, dan beberapa cerber yang pernah saya tulis, ada dua cerpen yang proses menulisnya mau saya bagi di sini. Mengapa hanya dua? Sebab dua cerpen itu dimuat di salah satu majalah yang cukup populer di Indonesia. 

Sudahlah. Tak perlu diperdebatkan. Pembaca dan penulis (masih) lebih menghargai tulisan/karangan yang diterbitkan oleh penerbit major dan media cetak (majalah, koran, jurnal) daripada tulisan/karangan yang terbit indie atau diunggah di media online. 

Dua cerpen itu (Lelaki dari Masa Lalu dan Perempuan di Samping Tangga) awalnya hanya ndongkrok di folder “Fiksi” di dalam laptop. Entah kapan nulisnya, saya lupa. Perjalanan mereka dari folder laptop hingga diterbitkan di majalah mau saya bagi dengan sobat-sobit Kampung Fiksi. Begini…. 

Lelaki dari Masa Lalu (LML)

Suatu hari LML saya baca lagi dan saya poles sedikit: alurnya dan bahasanya. Pemolesan butuh kira-kira 4 jam, dengan disambi mengerjakan hal lain. Saat melakukan editing itu, saya tidak berpikir untuk mengirimnya ke media cetak.  Sebelum tuntas, saya minta anak saya untuk membaca. Ya. Dia memang selalu jadi first reader saya, sebab dia baik hati dan jujur. Dia menyarankan agar bagian akhir dipotong satu alinea, “Untuk nambah efek drama”, katanya. Saya ikuti sarannya.

Beberapa hari kemudian (November 2012), cerpen itu saya kirim ke majalah lewat surel. Sudah. Tidak saya pikir lagi, sebab saat itu saya sedang menulis cerita lain untuk lomba cerita bersambung. 

Dua bulan berikutnya. Beneran! Dua bulan, pembaci-pembaca! Saya menerima surel konfirmasi dari majalah itu. Isinya: bahwa cerpen saya sudah diterima dan diminta menunggu kabar maksimal 4 bulan bila cerpen layak muat. Wadoh. Bayangkan! Lama! 2 + 4 = 6 bulan. Hanya untuk sebuah cerpen. 

Syahdan, minggu pertama bulan April (3 bulan dari saat saya menerima surel konfirmasi) saya menerima telepon dari majalah itu. Mengatakan kalau cerpen saya akan dimuat di edisi minggu terakhir April. Eeeng … iiing … eeeeeeeng ….! Diiing … deeeng …! Saya senang. Pasti! 

Selain surel konfirmasi, saya juga harus menandatangani surat pernyataan bermeterai bahwa cerpen saya karya asli, bukan plagiat. Surat itu harus dikirim kembali via pos. 

Honornya? Lumayan. Kasih tahu nggak, ya? Anu … Rp 810.000. Lumayan kan? 

Perempuan di Samping Tangga 

Nah. Begitu dimuat satu, saya ketagihan. Folder ‘Fiksi’ saya ubek-ubek lagi. Ketemu yang menurut saya cocok untuk majalah itu. Cerpen lama itu (yang ditulis saat saya kangen Ibu) saya edit lagi. Proses berulang. Persis. 

Setelah siap langsung saya kirim lewat surel. Dua bulan kemudian, saya ditelepon oleh majalah itu, mengabarkan kalau cerpen saya akan dimuat lagi. Kali ini tidak ada prosedur njelimet seperti cerpen pertama. Lebih cepat (hanya dua bulan dari pengiriman) dan praktis (tidak ada surel konfirmasi dan surat pernyataan yang saya tanda-tangani).

Ini dia persoalannya. Saya janji untuk jujur. Jadi, sejujurnya, dua cerpen itu bukan favorit saya. Cerita syahdu semacam itu, lembut-mendayu, kurang kena; bukan ‘passion’ saya. Yang saya sukai adalah tokoh perempuan keras, berani, angkuh, cerdas, dan mandiri. Kalau bisa: janda!

Maka, setelah cerpen kedua itu, muncul hasrat untuk bereksperimen. Cerpen ketiga saya pilih yang sedikit keras. Tentang apa? Rahasia. Tidak keras-keras banget, kok. Si cerpen itu saya kirim Juli lalu. Kira-kira 3 bulan lalu. Dan … belum ada kabar sama sekali! 

Apa artinya? 

Sebelum menyimpulkan, ingin saya bagi obrolan saya dengan tiga tokoh di bidang sastra. Saya sebut tokoh sebab mereka memang mumpuni serta punya pengalaman dan pengetahuan memadai.

Gunawan Maryanto (cerpenis, penyair pemenang KLA, pegiat/sutradara teater yang sudah sering pentas dan karyanya dipentaskan di panggung nasional). Suatu hari saya cerita tentang cerpen yang tidak saya sukai tapi justru dimuat di majalah. Ya, dua cerpen itu. Katanya, di situ salah satu tantangan dan ketegangan menulis/mengarang. Pengarang harus bisa – saya ulang: harus bisa – menjembatani antara hasrat personal dengan keinginan publik (pembaca, penerbit, majalah/koran). “Mungkin saja ada pengarang yang sudah sangat terkenal yang hanya mengikuti passion-nya, tapi aku yakin tidak ada yang seperti itu. Sebuah karangan pasti melalui proses tarik-ulur antara hasrat pengarang dengan keinginan publik,” ujarnya.

Yang kedua, saya bertemu dengan seorang professor sastra, Faruk HT, di tempat cuci mobil. Beliau tetangga saya. Sambil menunggu, kami ngobrol. Beliau sudah membaca sebagian novel pertama saya, Senja di Chao Phraya. Katanya, secara teknis tulisan saya sudah dinyatakan lulus dengan nilai bagus. Namun itu tidak cukup. Agar cerita bisa diterbitkan penerbit major dan dimuat di majalah/koran ternama, pengarang harus rajin mengamati gaya cerita penulis lain yang karyanya sering dimuat di koran/majalah atau diterbitkan oleh penerbit. “Kompas, misalnya, cerita-cerita yang dimuat saya amati selalu beraliran magic-realism. Seperti karya-karya pengarang Amerika Latin.”

Saya manggut-manggut. “Untuk koran, bisa kritik sosial. Pengalaman-pengalamanmu di lapangan itu. Jadikan cerita. Atau sekalian berani bereksplorasi. Tulis yang benar-benar beda. Tapi itu sulit,” tambahnya, mengepulkan asap rokok. Saya terbatuk-batuk.

Sebenarnya ada lagi yang dia sampaikan. Hayo! Jujur, janji saya. Oke! 

Profesor berambut ikal agak gondrong itu – tapi sudah menipis – mengatakan kalau menurut pengamatannya majalah-majalah wanita sudah ketinggalan jaman. Para penerbit pun tidak lagi melirik cerita-cerita di majalah-majalah itu untuk dikembangkan dan diterbitkan jadi novel. Tidak seperti abad lalu (percaya saja, soal abad ini tambahan saya, bukan omongan beliau). Kalau ingin lebih ‘mainstream’ lagi, di abad ini, cara yang lebih jitu adalah: ikut lomba! Sekarang jamannya memang begitu. Penerbit-penerbit major silih berganti mengadakan lomba. Ikuti. Jangan ragu. Kalah? Ikut lagi. Kalah lagi? Ikut lagiii … 

Kalau masih kalah juga? Tidak apa-apa. Tidak ada buah karya yang sia-sia. Bisa diunggah di blog, meskipun tak banyak pasti ada penikmatnya. 

Yang ketiga siapa? Beliau seorang professor emeritus: Bakdi Soemanto. Dalam sebuah forum diskusi membahas karya sastra Romo Mangunwijaya (salah satunya trilogi Rara Mendut-Genduk Duku-Lusi Lindri), beliau mengatakan bahwa saat menulis Romo Mangun tidak membatasi diri dengan genre atau rambu-rambu lain yang biasa dipakai kritikus. “Menulis saja. Tentu harus punya tema dan memerhatikan tata bahasa dan aturan teknis lain yang berlaku. Tapi perkara genre, gaya bertutur, dan hal-hal seperti itu bukan tugas pengarang untuk memusingkan. Itu urusan para kritikus,” pesannya pada hadirin. 

Memang benar. Ada banyak genre. Dan gaya bertutur itu semacam DNA, masing-masing penulis/pengarang punya ciri khas. 

Lalu kesimpulannya? 

Kira-kira begini. Untuk menghasilkan karangan yang disukai pembaca, seorang pengarang selain harus menguasai teknik dasar menulis, juga wajib:
Mengamati perkembangan karya pengarang lain yang dimuat di majalah/koran atau diterbitkan penerbit. 
Menyesuaikan karangannya dengan selera pembaca/majalah/koran dan penerbit. Menyesuaikan, bukan mengikuti. Beda, lho!
Berani mengeksplor imajinasi. Nekat tampil beda. Tidak malu unjuk gigi.
Rajin mengikuti lomba. Bila menang, itu ibarat tiket ke surga … ehhh… tiket sukses jadi pengarang.
Karangan jangan langsung dikirim. Edit, tulis-ulang, cari first reader untuk minta masukan, reka-ulang (kayak tindak kriminal aja, ya?). 
Menulis saja, dengan riang gembira, tak perlu risau nantinya mau jadi apa. 

Begitulah. Yang mau cerpennya dimuat di majalah, segera beli majalahnya, amati cerpen-cerpennya. Yang ingin masuk koran, langganan koran Minggu. Atau rajin nyambangi blog-blog yang mengunggah cerpen-cerpen yang pernah dimuat di koran. Yang mau menang lomba, ya ikut lomba. 

Terus? Gimana nasib cerpen ketiga yang sudah dikirim itu? Jangan nanya kayak gitu, saya jadi sensi! Kalau nggak dimuat, pasti akan saya pajang di blog. Tunggu aja!

***

Catatan: penjelasan tentang aliran magic-realism banyak tersedia di internet. Googling aje, yeee…!
Proyek #RewriteRemake1 
Judul Cerpen: Hatiku Telah Bosan. 
Sumbangan Tulisan GloryGrant

Silakan menulis RewriteRemake ala kalian di kolom komentar, dengan syarat-syarat sbb:

Kamu boleh,
1. Mengubah judulnya
2. Mengubah sudut pandang (pov) penceritaan.
3. Mengubah awal dan akhir.
4. Membuat sambungan cerita.
5. Memberikan kritik membangun, tetapi harus membuat contoh seperti apa cerita ini agar lebih baik menurut pandanganmu. 

Yuk berlatih!

Hatiku Telah Bosan. 

“Mina, tolong sabarlah menungguku. Aku pasti kembali,” kata Mas Egi.

“Kapan kamu akan kembali, Mas?” tanyaku.

“Itu…. Sesuatu yang tidak pasti. Jika aku dapat cuti lebih, aku akan segera kembali. Nanti aku kabari,” jelas Mas Egi.

Aku melambaikan tanganku kepada Mas Egi yang akan pergi merantau ke kota seberang. Ya, dia mendapatkan pekerjaan di kota sana yang jauh. Aku ingat perkataannya beberapa hari yang lalu, “Ini demi masa depan kita, Mina. Aku harus terima pekerjaan ini, supaya bisa mengumpulkan uang untuk kita nanti.”

Kala itu, aku percaya. Aku bahkan mendukungnya mengambil pekerjaan itu. Sebuah perusahaan besar bidang perminyakan, sungguh tawaran yang sangat bagus. Jarang sekali ada orang mendapatkan kesempatan bekerja di perusahaan sebesar itu. Tesnya pun tak gampang. Mas Egi adalah salah satu orang yang berhoki besar bisa mendapatkan pekerjaan di sana.

* * *

Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan. Tak terasa waktu cepat berlalu. Selama sebulan sampai dua bulan lebih komunikasi anatara kami tak putus. Namun, pada bulan ketiga, selalu ada hambatan komunikasi antara kami.

“Maaf, Mina. Pekerjaanku banyak sekali. Di sini sinyal kurang jelas. Maaf jika aku tak dapat meneleponmu lama-lama,” begitu kata Mas Egi saat aku meneleponnya.

Beberapa kali aku mengirimkan pesan teks ke ponselnya, namun selalu lambat dibalas. Jika aku tanyakan alasannya, dia selalu bilang sibuk. Akhirnya karena tak sabar, aku membuka akun Facebookku yang sudah lama kutinggalkan sejak aku menjalin hubungan dengan Mas Egi. Aku ingin tahu apa yang ada di akun Facebooknya Mas Egi.

Ketika aku pertama kali masuk ke profilnya, aku dapati dia mengupdate gambar dirinya berdiri di kapal minyak. Di bawah ada komentar dari seorang wanita bernama Risa. Lalu aku melihat lagi ke postingan-postingannya yang lama. Selalu ada nama wanita itu, entah dia memberi tanda jempol ataupun memberikan komentar. Hatiku mulai panas.

Aku semakin penasaran dengan siapa wanita itu. Lalu aku mengklik namanya. Dan, masuklah aku ke profilnya. Untungnya wanita itu membuat profilnya agar dapat dilihat oleh khalayak ramai, sehingga dengan mudah aku mengetahui apa saja yang dipostingnya. Setiap foto yang diupdate oleh wanita itu, pasti ada nama Mas Egi memberikan tanda jempol.

Aku kesal, aku marah. Langsung saja kutelepon Mas Egi, walaupun ini sudah tengah malam. Dan telepon pun dijawabnya - suatu kebetulan yang memang aku harapkan.

“Mas, siapa wanita yang bernama Risa itu? Aku lihat dia ada di Facebookmu?” serangku.

“Eh, Risa? Oh… Itu teman, kok,” jawab Mas Egi terbata-bata.

“Teman apa, Mas? Kenapa di setiap postinganmu selalu ada namanya? Lalu, dipostingan dia juga selalu ada namamu?” cecarku.

“Ya, dia itu teman yang hadir di saat aku suntuk. Nggak seperti kamu yang membosankan. Kamu nggak pernah lagi buka Facebookmu. Tak pernah lagi berikan komentar untukku ataupun memberi tanda jempol. Aku bosan dengan kamu, Mina. Maaf ya… Kita akhiri saja semua ini. Aku nggak ada lagi perasaan sama kamu,” jawan Mas Egi.

Belum sempat aku berkata apa-apa. Mas Egi telah menutup teleponnya. Dan, tinggalah aku berdiri mematung dengan air mata yang berlinang jauh entah sampai mana. (R/R)

******

Contoh Remake oleh Indri Hapsari

Judul : Miss Kepo Patah Hati

Email or Phone : minawati88@yahoo.com
Password : ********

Enter.

Sekian lama aku tidak membuka akun Facebookku. Pada dasarnya aku memang tak menyukainya. Teman-temanku memang banyak yang memiliki akun, dan sudah ku-add mereka satu persatu. Aku berusaha untuk menyapa mereka di masing-masing timeline-nya, namun hanya sedikit yang membalasnya. Bahkan, saat aku mencoba berkomentar di status mereka, terasa balasan mereka hanya berupa basa-basi. Setelah itu, mereka asyik hahahihi dengan yang lainnya. Sering komentarku berakhir dengan ‘unfollow post’ untuk mengurangi sakit hatiku.

Malas rasanya membaca status ataupun foto yang mereka upload di dan muncul di wall-ku. Malas pula membaca statusku tak ada yang mengomentari. Akhirnya kuputuskan saja untuk tidak menengoknya kembali. Tak ada untung dan ruginya. Mereka tidak pernah kehilanganku, dan aku tak pernah kehilangan mereka.

Namun kali ini, Mas Egi membuatku harus masuk kembali ke akunku.

Mas Egi adalah pacarku. Kami dipertemukan oleh Siska, temanku dan teman Mas Egi. Katanya ada pria di kantor sebelah yang cukup OK dan single. Ia menawariku untuk diperkenalkan padanya, karena Siska sendiri sudah punya pacar. ‘Kalau gue jomblo udah gue embat!’ begitu katanya. Karena itu ia mengusulkan agar aku berkenalan dengannya, secara ‘tak sengaja’ tentu.

Siska sudah tahu Mas Egi biasa makan dimana. Maka pada jam makan siang, kami bergegas ke warung tersebut, yang memang menjadi tempat berkumpul pekerja kantor daerah ini. Syukurlah, Mas Egi sudah disana. Dengan ramah Siska menyapanya, sambil bilang, ‘Eh, kenalin nih. Temen gue.’ Setelah kami bersalaman, Siska dengan tanpa malu-malu duduk di sebelah Mas Egi, dan mempersilahkanku duduk. Lalu ia berpura-pura mau melihat masakan apa saja yang dipajang di display warung, dan meninggalkan kami berdua.

Disanalah Mas Egi mengajakku bercakap-cakap untuk pertama kali. Siska memang tak salah. Mas Egi ini laki banget penampilannya. Lengan kemeja digulung sampai siku, dagu yang biru habis dicukur, dan dasi yang dilonggarkan. Rambutnya rapi meski ada anak rambut yang membandel jatuh di keningnya, namun malah menambah natural penampilannya.

Untunglah Mas Egi mungkin menganggap hal yang sama pula padaku, mengenai hal ‘cukup manis’ itu, hingga mungkin baru dua minggu kami intens bertemu, ketika ia mengucapkan cintanya padaku. Lalu kami berpacaran, dan semua baik-baik saja, sampai ia berkata dipindahtugaskan ke cabang di luar kota.

Lalu aku bisa apa, selain merelakannya? Aku bukan bossnya, tak bisa pula mengganti gajinya. Lagipula, ‘ini demi masa depan kita berdua,’ begitu katanya. Sehingga kulepas kepergiannya di bandara, dan ia berjanji akan sering menghubungi.

Itu janjinya. Pada kenyataannya, sangat jarang ia meneleponku, membalas teleponku, pesanku, emailku, atau apapun yang bisa kuusahakan agar bisa menghubunginya. Hampir putus asa aku setelah lebih dari dua minggu tak mendapat kabar darinya.

Ketika kuceritakan hal ini ke Siska, ia menanyakan apa aku terhubung dengan medsosnya? Facebook, salah satunya. Aku ingat, pernah meng-addnya hanya karena ingin melihat foto-fotonya. Sudah di-approve, dan sempat kulihat timeline-nya yang hanya berisi status dan foto teman-temannya, yang men-tag namanya. Mas Egi nampaknya tak terlalu berminat pula dengan pergaulan dunia maya. Karena itu kembali aku meninggalkan Facebook.

‘Coba masuk ke akunnya, siapa tahu ada keterangan tentangnya,’ begitu saran Siska. Kuikuti nasehatnya, dan setelah mencari namanya di daftar friendlist-ku, kini aku telah masuk ke timeline-nya.

Ada yang baru nampaknya. Timeline-nya kini tak hanya berisi milik teman-temannya. Ada status dan foto, dibuat dalam jangka dua minggu yang lalu. Cukup aktif nampaknya, setiap dua hari pasti ada yang baru darinya. Menyakitkan, mengingat ia tak pernah menghubungiku, padahal mengetik statusnya ia mampu. Belum lagi meng-upload foto yang mungkin sudah di-edit lebih dahulu.

Aku buka satu persatu. Sepertinya ia punya penggemar. Seseorang yang bernama Risa, perempuan pastinya, sering me-like status, fotonya, kadang berkomentar ‘Ganteng banget!’, ‘Wah aku bisa tak tidur malam mini!’ Dan Mas Egi menanggapinya dengan icon tertawa di setiap balasan komen yang diberikan.

Aku penasaran dengan yang namanya Risa ini. Untunglah profilnya dibuka untuk umum, sehingga aku bisa menelisik di setiap postingannya. Cukup banyak fotonya dengan pose close-up, dan memang cukup menarik wajahnya. Di akunnya, aku merasakan keanehan yang sama. Setiap Risa posting sesuatu, entah status, foto, bahkan lokasi tempat ia berada, Mas Egi selalu mengomentari dengan kalimat-kalimat yang menggoda. ‘Ikut dooong’ atau ‘Tambah cantik aja nih!’ atau ‘Baru aja ketemu, sudah bikin kangen’.

Astaga! Padahal bisa kuhitung dengan sebelah jari tangan, berapa kali ia mengatakan hal-hal manis itu padaku. Dengan geram kukirimkan message padanya, mempertanyakan tentang Risa. Aku juga merambah semua status dan fotonya, kutambahkan komentar, ‘Risa ini siapamu Mas? Kok lebih akrab dariku, yang adalah pacarmu?’ Aku sudah gelap mata dengan perselingkuhan mereka berdua. Terlebih semua dilakukan di depan mata dunia. Kuposting status berisi sakit hatiku. Tak peduli jika teman-temanku membacanya, toh mereka juga tak mempedulikan aku.

Bertambah sedih hatiku ketika di malam hari, saat aku ingin memeriksa sudahkah ia membalas pesanku, timeline-nya kembali kosong. Rupanya ia sembunyikan semua dariku. Pesankupun sudah dibacanya, aku melihat notifikasi ‘Seen Mon at 13.30’ tapi ia tak pernah membalasnya. Aku kirimkan lagi pesan yang sama, mempertanyakan siapa Risa, dan bagaimana kelanjutan hubungan kami berdua.

Pagi hari, saat aku akan memeriksa balasannya, aku tak bisa lagi menemukan akunnya. Kucari di Google dengan mengetikkan nama lengkap Mas Egi tak pula kudapatkan. Rupanya, aku telah di-block olehnya.

Menjadi terpikir, apakah sebaiknya aku buat akun samaran, dan meng-addnya sebagai teman?

******

Bagi mereka yang berniat menyumbangkan cerpen atau 1st pagenya untuk Rewrite/Remake, silakan kirim ke kampungfiksi@gmail.com, tulis pada subyek email: Rewrite/Remake Cerpen atau Rewrite/Remake 1st Page. Panjang tulisan maksimal 1000 kata. Penyumbang akan mendapatkan kenang-kenangan dari Kampung Fiksi, selama persediaan masih ada.
Setiap hari Rabu kan ada Rabview, sedangkan setiap hari Kamis, ada Kamis Tips Nulis, nah untuk setiap hari Minggu rencananya bakalan ada Cerpen Minggu Keren di blog Kampung Fiksi. Tapi, setelah dipikir-pikir, karena blog ini adalah blog belajar bareng, jadi, lebih seru kalau dibikin sesuatu yang lebih mendekati ke belajar bareng tersebut. Maka, muncul ide untuk melakukan remake/rewrite cerpen atau 1st page novel (bener-bener satu halaman pertama saja ya, jangan satu bab awal) di Kampung Fiksi ini. Remake/Rewrite ini terbuka bagi karya siapa saja, baik admin Kampung Fiksi sendiri maupun mereka yang ingin menyumbangkan cerpen atau first page-nya dan rela untuk di-remake/rewrite oleh siapapun yang turut berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Yang mau berpartisipasi menyumbangkan cerpen atau 1st page mereka, bisa kirim ke kampungfiksi@gmail.com, dengan menuliskan pada subyek email: Remake/Rewrite Cerpen atau Remake/Rewrite 1st Page. Panjang naskah yang dikirimkan, maksimal 1000 kata.

Untuk mereka yang mau berpartisipasi menulis Remake/Rewrite karya para fictionholic yang dipajang di Kampung Fiksi, caranya mudah: 
1. Tulis remake/rewrite-mu pada kolom komentar cerpen/first page yang bersangkutan.
2. Kamu boleh memulai cerita dari bagian yang menurutmu paling menarik.
3. Kamu boleh mengubah awal maupun akhir cerita.
4. Kamu boleh mengubah sudut pandang (pov) penceritaan.

Ketentuan-ketentuan dapat berubah sesuai dengan kondisi pelaksanaan proses belajar ini.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menunjukkan bahwa satu ide atau satu cerita bisa diceritakan dengan berbagai macam cara dan masing-masing orang memiliki cara bercerita dan sudut pandang yang unik, sehingga sebetulnya kalau kita mau berpikir sedikit lebih keras, kita tidak perlu copy-paste tulisan orang lain. Kita bisa saja 'meminjam' ide orang lain, tetapi menceritakannya dengan cara yang berbeda sama sekali. Atau bagi kalian yang memiliki bakat untuk menata karya orang lain menjadi lebih baik, inilah saatnya untuk mengenali bakatmu.

Contoh naskah untuk di-Rewrite/Remake:

Gulita mengkudeta malam, ketika Joko terbangun. Dia sungguh terkejut ketika  mendapati  ada darah  di kepala, lengan, dan telapak tangannya. Dia sungguh tak tahu mengapa darah-darah itu bisa ada di  tubuhnya. Beribu pertanyaan membuncah di kepalanya, darah siapa ini? Apakah ini darahnya? Mengapa dia sampai berdarah? Apakah ada yang membubuhnya? Ataukah dia bunuh diri? Atau jangan-jangan ini darah orang lain. Kalau darah orang lain mengapa darah itu ada padanya? Jangan-jangan dia telah  membunuh orang. Dia bergidik, dia merinding, dia ketakutan.  Dia mencoba memeras otak, berpikir dengan keras kejadian yang terjadi hari ini. Menelaah dengan teliti lapisan memori otaknya, mencoba mengurut kejadian-kejadian hari ini.

Pagi tadi Joko bangun seperti biasa. Pukul tujuh pagi di dering weker yang entah ke berapa. Dia mandi seperti biasa, di kamar mandinya yang penuh tissue dan celana dalam kotor bekas pakai yang sudah seminggu lebih dibiarkan tergeletak tak berdaya di sudut kamar mandi. Dia menggosok badannya dengan sabun dua kali, membilas tubuhnya dengan air dan mengeringkan tubuhnya  dengan handuk berwarna biru berbau apek akibat tak pernah terkena sinar matahari, hanya digantung seadanya di paku di dinding kamar. Dia tidak sarapan pagi ini, jadi tidak sikat gigi hanya kumur dua tiga kali menggunakan obat kumur. Jadi sehabis mandi, dia langsung mengenakan pakiannya, baju kemeja berwarna biru langit dan celana bahan hitam dari katun  sambil memikirkan materi  presentasi yang akan dia sampaikan untuk meeting bersama klien di kantor jam sebelas nanti. Tepat pukul delapan pagi dia meninggalkan apartemennya, tanpa sempat membereskan tempat tidur bahkan tanpa menjemur handuk basah yang tergeletak begitu saja di tempat tidur. Jelaslah darah-darah di  tubuh Joko sekarang, bukan berasal dari waktu pagi, ketika dia bangun tidur dan bersiap bekerja.

(Penggalan cerpen Ajen Angelina)

Contoh Rewrite/Remake:

Lengket. Amis. Anyir. "Apa ini?" Joko memandang tangannya, "Apa ini?!?" Teriaknya sambil menendang selimut dari tubuhnya. Darah. Joko tahu itu darah. Darah segar yang lengket. Cepat-cepat dia melompat dari tempat tidurnya. Seprai putih kusut bekas tempatnya berbaring juga penuh bercak darah, begitu juga bantal dan guling yang tadi menemaninya tidur. Dipeganginya kepalanya. Rambutnya terasa basah. Cepat-cepat dia berlari ke kamar mandi. Kaca, dia perlu kaca. Ada apa ini? Apakah dirinya terluka? Dia tidak merasa ada bagian tubuhnya yang perih dan pedih seperti umumnya bila ada luka yang menganga. "Ini gila," gumamnya seperti orang linglung. Bayangannya di kaca tidak baik-baik saja. Dia berlumuran darah, tetapi tidak ada sedikitpun luka yang dapat ditemukannya di sekujur tubuhnya.

Kepala Joko terasa berdetum-detum, detak jantungnya menggedor-gedor ruang di dadanya, begitu keras sehingga ia merasa sakit seperti ditunju telak sekali tepat di ulu hatinya. Apa yang sudah terjadi kenapa dia tidak bisa mengingat darimana asal darah di tubuhnya ini?

Tarik nafas panjang, katanya kepada dirinya sendiri. Atur nafasmu, Joko. Tenang. Tenangkan dirimu. Berpikirlah, berpikirlah, apa yang sudah terjadi? Diaturnya nafasnya sambil memandang sekeliling kamar mandi. Dari jendela kaca di atas bathtub dia dapat melihat langit malam yang gelap gulita. Jam berapa ini? Cepat-cepat diangkatnya tangan kiri tempat arloji biasa dikenakannya. Pukul sebelas lebih sepuluh menit. Pukul sebelas malam! Berarti dia sudah tertidur berapa lama sejak pulang ke rumah tadi?

(Di-Rewrite/Remake oleh G)

Tertarik mencoba? Yuk ikutan! 

Delapan Sisi : Jangan kira hanya kamu yang menanggung akibat dari pilihanmu.


Judul Buku: Delapan Sisi
Pengarang : , Astri Avista, MB Winata, Norman Erikson Pasaribu, Prily V., Ridha A. Rizky RF Respaty, Riesna Kurnia
Penerbit : Plot Point
Jumlah Halaman : 182 halaman
ISBN 139786029481440



Apakah kalian tahu Omnibook? Omnibook adalah kumpulan cerpen yang dibuat dan memiliki satu benang merah. Misalnya terjadi di satu kota, terjadi di satu tempat atau mungkin tentang satu orang tetapi dikisahkan dengan cara yang berbeda. Pokoknya omnibook ini adalah kumpulan kisah yang memiliki benang merah. Pernah nonton Love actualy? Nah kira-kira omnibook itu seperti itu.

Delapan sisi sendiri adalah omnibook yang dikeluarkan oleh Plotpoint dan peserta akademi bercerita , belajar menulis bersama yang dikelolah plot point. Omnibook ini berkisah tentang Dr. Urip alias Sugeng memilih untuk menjadi seorang dokter aborsi. Tanpa dia ketahui pilihannya itu membuat Rini harus menyiapkan tiga boneka setiap ulang tahun dua putrinya, membuat Lastri merasa tak pernah cukup kasih sayang, membuat rejeki Mujis berlimpah-limpah, membuat Tris merasa dia gagal jadi pendidik, Fendira takkan pernah melupakan anaknya, dan bahkan membuat Jeremy mungkin kehilangan orang tuanya. Sementara itu Urip sendiri menjadi demikian karena pilihan yang dibuat Surti, beberapa tahun lalu di sebuah toilet umum.