Mengapa aku kembali ke sini? Untuk menyakiti diriku sendiri kurasa.

Jean Louis (Scout) kembali ke Maycomb County, setelah sekian lama menetap di New York. Kepulangannya kali ini mempertemukannya kembali pada orang-orang terdekatnya. Atticus, sang ayah yang dihormati dan dikaguminya; Henry (Hank), lelaki yang mencintai dan diam-diam hampir dicintainya; Paman Jack dan Alexandra saudara kandung ayahnya yang nyentrik; dan penduduk Maycomb yang dalam banyak hal memiliki perbedaan mencolok dibanding New York. Scout menyadari sepenuhnya bahwa dirinya tak akan mampu memahami jalan pikiran penduduk Maycomb, Alabama. Scout mendamba kebebasan berpikir dan penghormatan terhadap perbedaan ras yang tak didapatnya di tanah kelahirannya ini. Di luar itu semua, sebuah kenyataan pahit menyentaknya. Kepulangannya kali ini meminta konsekuensi lebih berat. Menantang nyalinya untuk terus bertanya: Mampukah dirinya bertahan sebagai bagian dari keluarga Finch yang disegani di kotanya bila ternyata sosok yang sangat dikaguminya selama ini, yang menjadi bagian dari keteguhan pendiriannya, telah berkhianat pada cita-citanya akan kesetaraan ras? 

Entah berapa banyak pertanyaan pembaca terlontar melalui beragam media tentang diterbitkannya novel ke-2 Harper Lee, pengarang novel fenomenal To Kill A Mockingbird ini. Penyebab utamanya tentu oleh karena sekuel novel tersebut diterbitkan lebih dari 50 tahun semenjak novel pertamanya terbit. Kemudian mungkin saja berlanjut pada keingintahuan tentang kisah yang tertulis dalam sekuel tersebut. 

Uraian singkat pada paragraf di atas menggambarkan bahwa setelah dua puluh tahun, Scout, sang tokoh utama masih menyimpan hasrat mendalam untuk sebuah misi persamaan hak hidup yang tak membedakan warna kulit di negara bagian Alabama, tempat di mana keluarganya tinggal. Masih dengan gaya penuturan yang lugas dan tegas, Harper Lee berupaya mengungkap lebih jauh tentang kegelisahan hidupnya masa itu. Kegelisahan yang bisa dibilang berujung tragis. Kesedihan yang bisa jadi hanya mampu diungkap melalui tulisan. 

Kepiawaian Lee menggambarkan keadaan kota Maycomb, karakteristik warganya, dengan mudah mengajak pembaca pada gambaran penduduk yang sulit membuka diri pada pengaruh luar. Sebuah keadaan yang dipertahankan dengan keyakinan penuh bahwa hal tersebut akan membawa mereka semua pada kebaikan. Lee tak canggung mengungkap cara pandang penduduk kota tersebut terhadap keluarga yang dianggap terpandang. Yang mana pada akhirnya harus diakuinya menjadi bibit paling baik untuk tumbuh kembangnya kepatuhan pada pemisahan ras, apapun alasannya.

Pesan yang dilontarkan melalui novel ini tak jauh berbeda dari novel pertama Harper Lee. Tentang perjuangan melawan rasialisme. Kenyataan yang lebih menarik adalah tentang rentang waktu diterbitkan sejak naskah ditulis yang mana bisa jadi muncul di benak kita pada saat lembar terakhir novel ini ditutup. Rahasia-rahasia Lee, kegelisahan tak berujungnya, telah mengajaknya untuk berterus terang tentang sesuatu yang bisa jadi sebenarnya tak ingin ia ungkap pada siapapun juga. Andai benar pendapat yang mengatakan bahwa Go Set A Watchman ditulis sebelum Lee menulis To Kill A Mockingbird, novel pertamanya adalah sebuah usaha untuk mengungkap (hanya) sisi baik keluarga yang dicintainya, dan menyimpan sisi kelamnya sebagai pemicu saja. Bila akhirnya pemicu tersebut diterbitkan, tentu sangat sayang untuk dilewatkan.

Judul : Go Set A Watchman

Pengarang : Harper Lee

Penerjemah : Berliani Mantili Nugrahani & Esti Budi Hapsari

Jumlah halaman : 288 hal.

Penerbit : Qanita

Cetakan : I, September 2015



Pada tanggal 4 September bertempat di @atAmerica – Pacific Place kami dari KF diundang untuk menghadiri acara diskusi buku Harper Lee : Go Set A Watchman. Eh? Katanya Harper Lee hanya mengarang satu novel yang fenomenal itu yaitu: To Kill A Mocking Bird. Jadi ada lagi? 

Nah, pembahasan buku  GO SET A WATCHMAN dipandu oleh Arman Dhani; Blogger. Pembicaranya adalah mbak Leila S. Chudori  (Wartawan Senior Tempo), miss Sarah Ziebell dari kedutaan Amerika dan editor penerbit Mizan sekaligus penerjemah mbak Esti Budihabsari .


Jadi sebenarnya yang mana duluan? Naskah Go Set A Watchman atau To Kill A Mocking Bird?

Ternyata, yang ditulis pertama oleh Harper Lee adalah Go Set A Watchman. Tapi ketika ia mengajukan naskah tersebut kepada editor, ia diminta untuk menggodok cerita tokoh utama : Jean Louise Finch (Scout). Proses menulis cerita dari sudut pandang yang berbeda dengan tokoh utama seorang anak yang berusia 6 tahun berlangsung kurang lebih selama 2,5 tahun. Dan setelah selesai novel tersebut diberi judul: To Kill A Mocking Bird.



Banyak yang mengira naskah Go Set A Watchman sengaja diterbitkan oleh pihak keluarga untuk mengeruk keuntungan. Tapi ketika ditanyakan langsung pada Harper Lee, ia mengetahui dan mengijinkan naskah tersebut untuk dipublikasikan.

Naskah Go Set A Watchman menceritakan tokoh Scout dewasa dan bagi para penggemar sosok ayah Scout yang bernama Atticus akan mendapat kejutan dalam novel ini. Spoiler inilah yang terpaksa dikeluarkan oleh mbak Leila S. Chudori dalam pembahasan dan (mau tidak mau) membandingkan antara Go Set A Watchman dan To Kill A Mocking Bird. Dalam Go Set A Watchman, naskah terlihat masih membutuhkan banyak editing; menurut mbak Leila S. Chudori. 

Yang membuat novel To Kill A Mocking Bird menjadi controversial karena saat diterbitkan sekitar tahun 1960, rasisme masih kuat melekat pada sebagian besar penduduk Amerika. Hal ini juga diakui oleh miss Sarah. Tidak heran novel ini memenangkan penghargaan Pulitzer . Dan menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Amerika. 



Menurut mbak Leila , Harper Lee adalah sosok wanita yang berpikiran jauh ke depan. Terlihat dari cara pandang tokoh utama dalam kedua novel ini. Bagaimana ia memandang rasisme serta hubungan antara pria dan wanita. Kesimpulannya, terjawab sudah mana yang sebenarnya ditulis terlebih dahulu oleh Harper Lee.

Walau banyak mendapat kritikan, tapi pre-order untuk novel Harper Lee ini termasuk tinggi jumlahnya sejak pre-order untuk Harry Potter and the deathly hallows. Walau mungkin novel Go Set A Watchman bukan novel yang sempurna, tapi ini karya Harper Lee loh! Mengingat usianya yang sudah lanjut, bisa jadi hanya dua novel ini yang bisa dinikmati oleh pembaca. Dan penerbit Mizan mendapatkan hak untuk menerbitkan di Indonesia dengan mbak Esti yang bertugas sebagai penerjemah. 



Jadi tunggu apalagi? Pre-order sudah dimulai sejak tanggal 12 September 2015. Dan untuk mengiringi terbitnya novel Go Set A Watchman, Mizan juga meluncurkan aplikasi #GSAW yang bisa kamu donlot di Play Store. Dan bagi yang penasaran bisa tanya-tanya juga di akun media sosial mereka : GSAW

Selamat membaca dear #fictionholic and let’s say no to racism! 



Tulis ceritera tentang tokoh yang sedang duduk di atas atap memandang langit. Apa yang dilakukannya di sana? Apakah ia sendirian? Mengapa dia memilih duduk di sana? Saat ia memandang kota di bawahnya, apa saja yang dapat dilihatnya? Apa yang terlintas di dalam pikirannya tentang kota itu?

Kota dapat menjadi tempat yang hangat, dapat pula menjadi tempat yang dingin dan menakutkan, atau sibuk dan penuh dengan tugas-tugas. Ceritakan tentang kota tempat karaktermu tinggal. Seperti apa kota itu, memgapa ia memilih tinggal di sana?