KRIIING!!!
Dering tajam weker digital itu dengan kejam membangunkan Meyda di pagi buta. Sambil menggeram ia berusaha meraih weker tersebut. Tangannya meraba-raba permukaan meja di sisi ranjang.
Dimana sih weker brengsek itu, rutuknya dengan kepanikan yang mulai menjalar. Belum sepuluh menit ia berhasil menidurkan Beni yang sedang rewel, mau tumbuh gigi pertamanya. Jika weker itu tidak segera dimatikan, tamatlah dunianya pagi ini.
Ah! Meyda meninju bantalnya begitu mendengar tangis Beni berlomba dengan suara weker. Matanya terbuka lebar sekarang walau tubuhnya masih terasa remuk redam. Diraihnya Beni ke dalam gendongannya.
Dipaksakan dirinya agar mengikuti perintah otaknya untuk segera bangun dan menyalakan lampu kamar. Nyaris saja ia tersandung. Baru disadarinya kalau kedua anaknya yang lain tengah tidur di kamarnya. Sulit dipercaya, pikirnya sambil menggelengkan kepala, bagaimana mungkin kedua anaknya itu sama sekali tidak terbangun? Dia lebih geleng-geleng kepala lagi saat menemukan weker berisik itu ada di lantai tergeletak dekat kasur lipat Putri, anak sulungnya. Cepat-cepat dimatikannya weker itu.
Sekarang hanya ada satu keributan yaitu tangisan Beni. Sambil menenangkan bayinya, dia harus membangunkan dua makhluk yang manis-manis ini agar tidak terlambat ke sekolah.
Dering tajam weker digital itu dengan kejam membangunkan Meyda di pagi buta. Sambil menggeram ia berusaha meraih weker tersebut. Tangannya meraba-raba permukaan meja di sisi ranjang.
Dimana sih weker brengsek itu, rutuknya dengan kepanikan yang mulai menjalar. Belum sepuluh menit ia berhasil menidurkan Beni yang sedang rewel, mau tumbuh gigi pertamanya. Jika weker itu tidak segera dimatikan, tamatlah dunianya pagi ini.
Ah! Meyda meninju bantalnya begitu mendengar tangis Beni berlomba dengan suara weker. Matanya terbuka lebar sekarang walau tubuhnya masih terasa remuk redam. Diraihnya Beni ke dalam gendongannya.
Dipaksakan dirinya agar mengikuti perintah otaknya untuk segera bangun dan menyalakan lampu kamar. Nyaris saja ia tersandung. Baru disadarinya kalau kedua anaknya yang lain tengah tidur di kamarnya. Sulit dipercaya, pikirnya sambil menggelengkan kepala, bagaimana mungkin kedua anaknya itu sama sekali tidak terbangun? Dia lebih geleng-geleng kepala lagi saat menemukan weker berisik itu ada di lantai tergeletak dekat kasur lipat Putri, anak sulungnya. Cepat-cepat dimatikannya weker itu.
Sekarang hanya ada satu keributan yaitu tangisan Beni. Sambil menenangkan bayinya, dia harus membangunkan dua makhluk yang manis-manis ini agar tidak terlambat ke sekolah.