Mengapa Menulis Fiksi Adalah Perjalanan Berharga yang Layak Ditempuh

"Kenapa sih harus menulis fiksi?"




Pernah merasa pertanyaan ini muncul setiap kali kita berhadapan dengan layar kosong atau halaman kosong di buku catatan? Faktanya, menulis fiksi bukan hanya soal bercerita. Ini adalah perjalanan menemukan diri sendiri, tempat untuk menyembuhkan, bahkan cara untuk menyampaikan hal-hal yang mungkin sulit dibicarakan di dunia nyata. Fiksi adalah sebuah jendela—bukan hanya untuk pembaca, tapi untuk penulis itu sendiri.

Menulis fiksi memberi kita kebebasan. Seperti yang dikatakan Neil Gaiman, “Fiction is the lie that tells the truth.” Ini adalah “kebohongan” yang memberi kita cara untuk menyampaikan kebenaran yang mungkin sulit kita ucapkan secara langsung. Mari kita eksplorasi lebih jauh alasan mengapa menulis fiksi adalah perjalanan berharga yang sepadan dengan segala tantangannya.

1. Mengungkap Diri Sendiri di Balik Layar Cerita

Menulis fiksi adalah salah satu cara terbaik untuk memahami sisi terdalam dari diri kita sendiri. Setiap karakter yang kita buat, setiap konflik yang mereka hadapi, dan setiap dunia yang kita ciptakan sebenarnya adalah bagian dari refleksi diri.

Contoh sederhana: JK Rowling mengaku bahwa karakter Dementor dalam Harry Potter adalah simbol dari perjuangannya melawan depresi. Dalam fiksi, kita bisa membicarakan ketakutan, kesedihan, atau bahkan trauma tanpa harus menyebutkan diri kita secara langsung. Dengan cara ini, fiksi memberikan ruang aman bagi penulis untuk mengungkapkan emosi yang tersembunyi.

"Write hard and clear about what hurts." — Ernest Hemingway

Apakah kamu juga pernah menulis cerita yang terasa begitu personal? Saat kamu menulis dari pengalaman atau emosi yang kuat, kisah yang kamu hasilkan akan terasa lebih hidup dan mendalam bagi pembaca.

2. Menawarkan Tempat Aman untuk Bersembunyi dan Menyembuhkan

Bagi sebagian orang, fiksi adalah dunia pelarian. Tapi ini bukan sekadar “kabur” dari realitas. Ini adalah ruang untuk merangkul pengalaman yang sulit kita hadapi di dunia nyata. Misalnya, Haruki Murakami sering menulis tentang kesepian, isolasi, dan “melarikan diri” ke dunia yang berbeda—tetapi bukankah di situlah keindahan fiksi? Kita menciptakan dunia baru yang justru membuat kita merasa "berada di rumah."

Fiksi memungkinkan kita untuk menyelami berbagai situasi, menghadapi ketakutan kita, dan bahkan menyembuhkan luka batin. Ini adalah proses catharsis, atau pelepasan emosi, yang bisa menguatkan dan memberi kedamaian.

"We tell ourselves stories in order to live." — Joan Didion

Dengan kata lain, ketika kita menulis fiksi, kita tak hanya bercerita untuk orang lain; kita juga bercerita untuk diri kita sendiri, memberi pelipur lara yang mungkin kita butuhkan.

3. Menginspirasi dan Mempengaruhi Orang Lain dengan Cara yang Halus

Ada kekuatan dalam cerita yang mungkin tidak bisa kita sampaikan lewat tulisan nonfiksi. Fiksi memungkinkan kita untuk “menyusup” ke dalam pikiran pembaca, tanpa mereka sadari. Mereka akan merasakan, berpikir, bahkan mungkin tergerak, tanpa merasa digurui. Seperti George Orwell dengan novelnya 1984—melalui ceritanya, ia mengajak kita merenungkan dampak dari tirani dan pengawasan yang berlebihan.

“If you want to tell people the truth, make them laugh, otherwise they’ll kill you.” — George Bernard Shaw

Lewat cerita, kita bisa menyampaikan pesan-pesan besar yang mungkin terasa berat jika diungkapkan secara langsung. Ini adalah kekuatan fiksi—membuat pembaca berpikir lebih dalam tanpa mereka merasa tertekan. Pernahkah kamu menemukan cerita yang benar-benar mengubah pandangan hidupmu?

4. Menciptakan Koneksi Emosional dengan Pembaca

Membuat cerita yang relatable dan menyentuh emosi pembaca adalah salah satu tujuan utama dalam menulis fiksi. Ketika karakter-karakter kita berjuang, berani, gagal, dan bangkit lagi, pembaca ikut merasakan emosi tersebut. Hubungan emosional ini membuat fiksi begitu kuat. Charles Dickens, misalnya, menciptakan karakter-karakter yang sangat manusiawi dalam A Christmas Carol. Scrooge adalah simbol bagi banyak orang yang mungkin merasa terjebak dalam keserakahan atau kehilangan makna hidup.

“The purpose of a writer is to keep civilization from destroying itself.” — Albert Camus

Dengan kata lain, melalui fiksi, kita menciptakan ruang bagi pembaca untuk terhubung dengan diri mereka sendiri, sekaligus membantu mereka memahami orang lain.

5. Mulai dari Hal Sederhana, Tapi Siapa Tahu Bisa Jadi Besar

Tidak semua cerita besar dimulai dari ide megah. Kadang ide sederhana yang datang dari kehidupan sehari-hari bisa menjadi karya besar. Harper Lee, dalam To Kill a Mockingbird, terinspirasi dari kehidupan di kota kecilnya. Dari hal-hal kecil yang mungkin terlihat sepele, sebuah kisah yang menyentuh dan mendalam bisa lahir.

“The scariest moment is always just before you start.” — Stephen King

Jadi, jangan ragu untuk mulai menulis, bahkan jika itu dari hal sederhana. Setiap penulis besar pernah memulai dengan langkah kecil. Tidak ada cerita yang sempurna sejak awal. Yang penting adalah memulai, dan biarkan cerita itu tumbuh seiring dengan perkembanganmu sebagai penulis.

Siap untuk Memulai?

Pada akhirnya, menulis fiksi adalah tentang perjalanan pribadi yang bisa memberi kita dan pembaca sebuah pengalaman yang berarti. Jadi, tunggu apa lagi? Ambil pena, duduklah di depan layar, dan mulailah mengetik. Siapa tahu, cerita kecil yang kamu tulis hari ini akan menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan bagi banyak orang di luar sana.

Saran: Mulailah dengan langkah kecil, dan siapa tahu, cerita sederhana yang kamu tulis bisa mengubah hidup seseorang, termasuk hidupmu sendiri.

Post a Comment

4 Comments

  1. Menarik banget! Jadi penasaran, apakah semua penulis fiksi merasa 'menyembuhkan diri' saat menulis? Apa yang sebenarnya mereka temukan dari proses itu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pertanyaan yang sangat bagus, bisa jadi artikel tersendiri nanti.

      Delete
  2. Aku lebih suka fiksi drpd yg nonfiksi. Setuju, cerita fiksi itu lebih melekat di pikiran, lebih keinget lama. Mungkin krn sebagai pembaca aku seolah masuk dalam ceritanya, bisa aku bayangin seperti apa, jd lebih melekat alur cerita di fiksi.

    Beda kan ama buku yg serius. Di mana kita bacanya aja sambil mikir berat kadang 😅

    Banyak membaca fiksi terkadang juga membantu proses berpikir lebih kreatif. Jd berani membayangkan hal2 yang sepertinya ga mungkin, tp toh ternyata bisa dilakukan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu bener banget, membaca fiksi memang ternyata membantu mengembangkan kreativitas dan imajinasi, karena berbeda dengan menonton film atau fiksi visual (komik/novel grafis) dimana penonton/pembacanya sudah disuguhi gambar, dalam membaca kita diajak untuk membayangkan sendiri, dan seperti apa kita menerjemahkan kata2 itu betul2 hasil imajinasi masing2 pembaca. Itu sebabnya jarang ada film hasil adaptasi dari novel yang memuaskan pembaca novelnya kan, sbb ga sesuai sama imajinasi yang udh kita buat di kepala kita sendiri, novelnya selalu terasa lebih bagus daripada filmnya.

      Delete