|
Anugerah Cerpen Terbaik Kompas 2014 |
|
|
Halo Fictionholic,
Kali ini admin mau ajak kalian
berkenalan lebih dekat dengan Faisal Oddang, penulis muda berbakat yang
cerpennya, Di Tubuh Tara dalam Rahim Pohon, baru saja mendapat predikat Cerpen Terbaik Kompas 2014. Penasaran?
Harus, dong. :D
Dalam dua tahun terakhir, penulis
yang satu ini memenangi banyak penghargaan, di antaranya: Juara III Lomba Puisi
Nasional Kemenparekraf, Juara II Lomba Puisi dan Juara II Lomba Cerpen Nasional
Writing Revolution 2013, Juara
Favorit Lomba Menulis Cerpen Nasional PT. Rohto, Juara I Lomba Puisi Nasional
Universitas Gajah Mada 2014, Pemenang Unggulan Sayembara Novel Dewan Kesenian
Jakarta 2014, Peraih anugerah ASEAN Young
Writers Award 2014 dari pemerintah Thailand, dan masih banyak lagi yang
lain.
Di sela jadwal kuliahnya di
Universitas Hassanudin, ia seringkali didaulat sebagai penulis undangan di
beragam acara seperti Makassar
International Writers Festival (MIWF) maupun Ubud Writers and Readers Festival (UWRF). Cerpen dan puisinya
tersebar di beragam media nasional seperti Kompas, Berita Kota Kendari, Harian
Fajar Makassar, Radar Banjarmasin dan lain-lain.
Makin penasaran? Yuk, simak
wawancaranya.
1. Kabarnya sejak kelas 3 SD gemar membaca. Apakah suka
menulis karena suka membaca, atau sejak mengenal patah hati? ;-)
Ayah saya pendongeng yang tekun,
bahkan sebelum sekolah, setiap menjelang tidur dia akan mendongengi saya
dongeng-dongeng lokal Sulsel, seperti Nene' Pakande--dan bahkan kisah I La
Galigo tak luput beliau kisahkan. Saat sekolah--kelas tiga SD, saya dijahili
tetangga saya, diberi novel stensilan seperti karya Fredy. S, saya tidak merasa
dijahili, saya menikmati membaca novel-novel Fredy bahkan tanpa mengerti
isinya, yang jelas saya baca saja.
2. Dari mana biasanya ide menulis datang?
Saya suka baca buku sejarah dan
kebudayaan, juga suka film klasik dan tentu musik band dan penyanyi 'lawas' (,
Ebiet, Broery, Pance, The Beatles, Queen, MLTR, bahkan Hank Williams, entah
kenapa selera saya 'lawas') dan saya pikir ide saya datang karena akumulasi
bacaan, tontonan, musik serta pengalaman saya hidup di lingkungan tradisional.
Saya paling sering menemukan ide saat melamun dan jalan kaki (saya suka jalan
kaki): saya melamun setiap pagi, setiap bangun, dan di kamar mandi juga sering
melamun--saya pelamun, tepatnya.
3. Secara khusus menyediakan waktu untuk menulis tiap
harinya atau tergantung pada datangnya inspirasi?
Saya mewajibkan diri menulis 2 jam
per hari--kalau lagi 'bagus suasananya' saya bahkan bisa menulis seharian, dan
jarang dalam sehari tidak menulis--sesedikit apa pun yang saya tulis, sejelek
apa pun, intinya harus nulis.
4. Mana yang lebih dulu, menjadi mahasiswa sastra atau suka
menulis?
Saya suka menulis sejak SMA, dan
memilih Sastra karena saya pikir akan diajari menjadi penulis (fiksi/kreartif),
ternyata saya salah.
5. Siapa 5 pengarang favorit Faisal?
Arundhati Roy. Dorothy Parker. Iwan
Simatupang. Julio Cortazar. Sapardi Djoko Damono. Mario Vargas Llosa.
6. Menulis genre tertentu atau khusus 1 genre saja? Apa
alasannya?
Saya menulis apa saja, suka-suka
saya. Alasannya tidak tahu. Mungkin kalau harus ada alasan, jawabannya;
senyamannya saya, yang saya tulis, suka-suka saya.
7. Kalau diurutkan menurut kesukaan, mana yang lebih
passionate untuk Faisal, menulis puisi, cerpen atau novel?
Saya berawal dari puisi, dan lebih
sering menulis puisi, entah kenapa lebih ditahu sebagai prosais.
|
Malam Penganugerahan Pemenang Lomba Novel Dewan Kesenian Jakarta |
8. Sebagai mahasiswa sastra yang menggeluti dunia menulis fiksi,
menurut Faisal apakah menulis fiksi perlu dijadikan jurusan terpisah? Mengapa?
Perlu. Mahasiswa sastra setahu dan
sepengalaman saya, lebih diarahkan jadi kritikus sastra atau pengajar sastra.,
padahal keduanya, tentu akan lebih kuat jika dibarengi kecakapan menulis fiksi
yang baik. Ya, tidak harus sih, tetapi saya pikir sangat penting--dan sebagai
mahasiswa sastra, secara subjektif, saya butuh itu.
9. Adakah hobi lain selain menulis?
Di luar menonton, membaca, menulis
dan mendengar musik: Saya kapten tim basket dan tim futsal di SMA saya--dulu
saya ingin jadi atlet, dan sekarang saya memilih jadi penulis, tetapi hobi
olahraga tidak saya tinggalkan meski sudah jarang.
10. Bagaimana awal ide, penentuan karakter dan penutup
cerita cerpen Di Tubuh Tara dalam Rahim Pohon, yang memenangkan Cerpen Terbaik
Kompas 2015?
Awalnya sederhana saja sih
sebenarnya, saya pikir kayaknya menarik, mayat-mayat itu dibikin seperti hidup
bertetangga seperti di dunia--seperti di rumah susun, bisa interaksi--dan tidak
lupa eksploitasi pariwisata saya masukkan untuk menyentil pembaca.
11. Adakah pesan khusus yang ingin disampaikan melalui
cerpen Di Tubuh Tara dalam Rahim Pohon?
Di endingnya saya menyampaikan bahwa
perusakan atau eksploitasi situs budaya dan pariwisata bisa karena penduduk
lokal atau turis--yang semestinya, kedua golongan itu, menjaga 'kekayaan'
budaya Toraja, dalam hal ini.
12. Cerpen-cerpen Faisal kebanyakan berlatar budaya Toraja.
Sehingga tidak salah rasanya bila pembaca menganggap budaya Toraja, disamping
sbg budaya asal Faisal, juga dianggap sangat penting untuk dikisahkan dari
berbagai sudut. Seberapa penting hal tersebut utk Faisal?
Terlalu sempit kalau mengatakan
budaya Toraja saja, sejujurnya, saya ingin menampilkan budaya Sulsel secara
keseluruhan. Dan menurutku itu penting, sebagai orang Sulsel, saya merasa perlu
mengenalkannya; atau dalam isitilah saya, "membuka kulitnya, agar orang
lain melihat isinya."
13. Selain kental dengan lokalitas budaya, cerpen Faisal
selalu dibumbui romantika baik lawan jenis maupun sesama jenis. Sekedar untuk
mempermanis cerita atau ada tujuan tersendiri?
Entahlah, saya tidak sadar lho soal
itu. Hehehe. Tapi mungkin karena 'gairah muda' saya, 'gairah jatuh cinta dan
patah hati saya', kisah cinta tidak bisa saya hindarkan. Heheh.
14. Bagaimana Faisal memandang istilah 'pena lebih tajam
daripada pisau' dalam berkarya?
Saya sepakat; pisau hanya akan
memengaruhi fisik (melukai) seseorang, tetapi tulisan bisa memengaruhi sampai
ke batin, pikiran, dan tentu fisik.
15. Saat ini, karya berupa puisi makin digemari. Sebagai
pegiat puisi, optimiskah Faisal bahwa ke depan puisi akan mampu bersaing dengan
cerpen dan novel?
Kalau 'bersaing' yang dimaksudkan di
sini adalah dari segi komersialnya--saya belum bisa memastikan, namun jika
bersaing dari segi penikmat puisi, saya pikir puisi punya tempatnya sendiri.
Media sosial yang menjamur, membuat anak muda gemar mengutipkan puisi
misalnya--itu sebuah potensi. Soal persaingan, saya pikir ketiganya punya
tempat masing-masing.
Sekian dulu wawancara kami dengan
Faisal Oddang.
Oya, bagi kalian yang suka membaca
novel, dua buah novel karya Faisal segera terbit tahun ini. Ditunggu, ya!
Untuk kalian yang ingin berinteraksi
langsung, bisa langsung mention, request friend, ataupun sending message ke alamat yang ada di
biodata singkat di bawah ini.
Happy writing and be creative! See you!
Biodata Singkat:
Nama : Faisal Oddang
T.T.L : Wajo, 18 September 1994
Karya:
- Novel Rain And
Tears (Divapress, 2013)
- Antologi Puisi Merentang Pelukan (Motion,
2012)
- Antologi Puisi
Wasiat Cinta (Nala Cipta Litera, 2013)
- Antologi
Cerpen Dunia di Dalam Mata (Motion, 2013)
- Antologi
Cerpen Cerita Horor Kota (Plotpoint, 2013)
- Antologi
Cerpen Kisah dari Rumah Kambira (Smartwriting, 2013)