Sudah lewat satu tahun usia Kampung Fiksi, tepatnya setahun empat bulan saat ini. Komunitas yang tadinya kami buat tanpa niat yang muluk-muluk, yang penting punya tempat menulis fiksi yang nyaman dan sesuai dengan keinginan kami. Delapan perempuan yang sebagian besar berkenalan dari Kompasiana ini akhirnya membangun sebuah rumah kata sesuai dengan desain yang kami inginkan. Menentukan sendiri dimana ruang tamu dan memilih furniture yang cantik sesuai keinginan, lalu memilih-milih kamar tidur sendiri, menghiasnya sesuka hati, dan yang paling penting, kami selalu berusaha untuk membuat rumah kami menjadi semakin nyaman setiap harinya.
Dalam perjalanannya, kami berdelapan merasa rugi jika tidak membagi kenyamanan kami di rumah baru dengan teman-teman yang lain. Kami ingin para tamu yang datang bisa ikut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan, dan yang paling penting ikut merasa betah dan mau berlama-lama bersama kami.
Dari sana kami belajar untuk mencari apa yang teman-teman kami sukai. Sehingga lahirlah buku perdana Kampung Fiksi yang berjudul 24 Senarai Kisah dari Kampung Fiksi. Berisi sekumpulan cerpen yang ditulis oleh kami ber-delapan. Kami persembahkan sebagai hadiah perkenalan untuk teman-teman baru kami di rumah kami yang sederhana. Proses lahirnya buku ini dari mulai coret-coretan di atas kertas hingga akhirnya bisa berwujud buku sungguh tidak mudah. Kami terseok dan tersaruk-saruk melangkah. Pengalaman adalah yang paling tidak kami miliki, padahal itu adalah modal utamanya. Modal kami hanya nekad dan giat bertanya kiri-kanan.
“Apa yang harus kami lakukan agar bisa mencetak buku sendiri dan menerbitkannya, lalu menjualnya?”
“Berapa yang kami butuhkan untuk dapat mewujudkan itu?”
Dan pertanyaan paling awal yang harus kami jawab adalah, “Apakah kita sudah cukup jujur pada diri sendiri tentang karya kita? Sudah pantaskah?”
Pertanyaan tentang kejujuran itu kami serahkan pada diri kami masing-masing untuk mengevaluasi satu sama lain, lalu kami serahkan pula kepada para pembaca blog kami. Selain itu kami menggandeng seorang tokoh literasi yang menurut kami cukup kompeten untuk menilai, agar tak terjadi yang namanya terlalu tinggi menilai diri sendiri. Nama Gunawan Maryanto akhirnya tercetak dengan manis di buku 24 kami sebagai editor dan proofreader tak resmi.
Seratus eksemplar tercetak, siap dijual melalui tangan-tangan kami. Memakai modal patungan yang ala kadarnya, akhirnya kami bisa mewujudkan mimpi kami bersama. Rangkaian kata-kata kami bertemu dalam lembaran-lembaran kertas dan bermukim di sana bersama-sama.
Jumlah 100 eksemplar waktu itu membuat kami ketar-ketir juga. Siapa yang mau membeli? Akan sebanyak itukah yang mau membeli buku kami? Tuhan Maha Baik, tidak sampai 3 bulan, buku kami ludes. Tapi untuk mengulangi lagi proses self published yang baru kami lalui, mendadak kami merasa lelah. Energi masih ada, tapi alangkah baiknya kalau kami bisa melakukan hal lain yang baru dan lebih menantang, dibanding mengulang lagi kelelahan yang sama. Akhirnya kami pun menyerahkan urusan terbitnya buku 24 selanjutnya ke tangan ahlinya, yakni www.nulisbuku.com. Sebuah penerbitan yang hanya mencetak buku-buku sesuai pesanan. Itu terasa lebih praktis. Siapapun yang masih ingin membeli buku 24 Senarai Kisah Dari Kampung Fiksi, bisa memesannya langsung melalui website NulisBuku.
Sementara itu kami mulai sibuk bergerilya. Ingin itu, ingin itu, banyak sekali, persis seperti Nobita dan Doraemon. Setelah sukses mengadakan sebuah Workshop Menulis di bulan November 2011, kami kembali merasakan kerinduan untuk berbagi melalui tulisan. “Bikin buku lagi!” ucap kami serempak.
Kali ini harus berbeda. Kami ingin mengajak serta teman-teman Kampung Fiksi menerbitkan bukunya bersama-sama. Event Tribute to Whitney terpilih secara tidak sengaja. Kematian penyanyi terkenal Whitney Houston bertepatan dengan waktu kami sedang kasak-kusuk merencanakan project buku baru kami. Sehingga lahirlah ide untuk membuat buku berjudul The Greatest Love of All, sebuah kumpulan kisah yang mengambil tema dari lagu-lagu Whitney Houston semasa hidupnya. Tidak disangka, banyak sekali teman-teman Kampung Fiksi yang antusias untuk menyumbangkan kata-katanya. Total 43 kontributor ikut menyumbangkan ceritanya dan kami rangkum dalam dua seri buku The Greatest Love of All. Kembali kami menggandeng NulisBuku agar urusan cetak, terbit, pembelian dan pengiriman bisa ditangani oleh pihak lain yang lebih pengalaman. Kemana hasil penjualan buku ini? Kami, tim Kampung Fiksi dan para kontributor, sepakat untuk menyumbangkan seluruh royalty buku dari event Tribute to Whitney ini untuk Taman Baca Mahanani yang dikelola oleh sahabat Kampung Fiksi, Naim Ali. Jadi, makin banyak yang membeli buku ini, makin besar dana yang akan didapat oleh Taman Baca Mahanani untuk tetap bertahan demi mencerdaskan anak-anak bangsa.
Memasuki bulan Februari 2012, love is in the air. Kami pun teringat akan mimpi kami yang masih belum terwujud, menerbitkan buku bertema cinta. Kali ini kami mengajak teman-teman yang ingin mencoba mengirimkan naskahnya untuk kami seleksi, karena tempat dalam buku yang akan kami terbitkan ini terbatas. Terpilih 29 cerpen dari 28 kontributor untuk bergabung bersama 8 cerpen dari tim Kampung Fiksi. Project ini kami beri label #cecintaan. Dan awal bulan April kemarin buku Banyak Nama Untuk Satu Cinta telah terbit melalui Leutika Prio.
Selepas ini, masih banyak rencana-rencana Kampung Fiksi dalam rangka mengepakkan sayapnya dan keluar dari rumah yang nyaman untuk mulai berpetualang dengan seru. Kami ingin keluar sejenak, agar kepulangan terasa lebih indah nantinya. Kami sudah menyusun rencana-rencana setahun sampai dua tahun ke depan, baik itu event online yang biasa kami adakan setiap bulan di blog, juga event offline agar keakraban kita bisa terjalin lebih nyata. Kami mohon doanya, semoga Kampung Fiksi masih bisa terus menyumbangkan kontribusinya untuk berbagai hal melalui rangkaian kata-kata. Yang kami tahu hanya bercerita, tapi kami ingin membuat tanah tempat kita berpijak ini menjadi lebih baik melalui cerita.
Terima kasih dari Kampung Fiksi. Banyak cinta untuk kalian semua. *Kiss*
Catatan:
Selain buku-buku di atas, Kampung Fiksi juga telah mewawancarai beberapa penulis, blogger dan penggiat buku Indonesia yang karyanya sudah banyak dikenal di masyarakat, yaitu dengan:
-Leila S. Chudori
- Ken Terate
- Christian Simamora
- Arini Suryokusumo
- Gunawan Maryanto
- Andi Gunawan
- Eka Situmorang - Sir
- Dhiratara
- Lala Purwono
Dalam perjalanannya, kami berdelapan merasa rugi jika tidak membagi kenyamanan kami di rumah baru dengan teman-teman yang lain. Kami ingin para tamu yang datang bisa ikut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan, dan yang paling penting ikut merasa betah dan mau berlama-lama bersama kami.
Dari sana kami belajar untuk mencari apa yang teman-teman kami sukai. Sehingga lahirlah buku perdana Kampung Fiksi yang berjudul 24 Senarai Kisah dari Kampung Fiksi. Berisi sekumpulan cerpen yang ditulis oleh kami ber-delapan. Kami persembahkan sebagai hadiah perkenalan untuk teman-teman baru kami di rumah kami yang sederhana. Proses lahirnya buku ini dari mulai coret-coretan di atas kertas hingga akhirnya bisa berwujud buku sungguh tidak mudah. Kami terseok dan tersaruk-saruk melangkah. Pengalaman adalah yang paling tidak kami miliki, padahal itu adalah modal utamanya. Modal kami hanya nekad dan giat bertanya kiri-kanan.
“Apa yang harus kami lakukan agar bisa mencetak buku sendiri dan menerbitkannya, lalu menjualnya?”
“Berapa yang kami butuhkan untuk dapat mewujudkan itu?”
Dan pertanyaan paling awal yang harus kami jawab adalah, “Apakah kita sudah cukup jujur pada diri sendiri tentang karya kita? Sudah pantaskah?”
Pertanyaan tentang kejujuran itu kami serahkan pada diri kami masing-masing untuk mengevaluasi satu sama lain, lalu kami serahkan pula kepada para pembaca blog kami. Selain itu kami menggandeng seorang tokoh literasi yang menurut kami cukup kompeten untuk menilai, agar tak terjadi yang namanya terlalu tinggi menilai diri sendiri. Nama Gunawan Maryanto akhirnya tercetak dengan manis di buku 24 kami sebagai editor dan proofreader tak resmi.
Seratus eksemplar tercetak, siap dijual melalui tangan-tangan kami. Memakai modal patungan yang ala kadarnya, akhirnya kami bisa mewujudkan mimpi kami bersama. Rangkaian kata-kata kami bertemu dalam lembaran-lembaran kertas dan bermukim di sana bersama-sama.
Jumlah 100 eksemplar waktu itu membuat kami ketar-ketir juga. Siapa yang mau membeli? Akan sebanyak itukah yang mau membeli buku kami? Tuhan Maha Baik, tidak sampai 3 bulan, buku kami ludes. Tapi untuk mengulangi lagi proses self published yang baru kami lalui, mendadak kami merasa lelah. Energi masih ada, tapi alangkah baiknya kalau kami bisa melakukan hal lain yang baru dan lebih menantang, dibanding mengulang lagi kelelahan yang sama. Akhirnya kami pun menyerahkan urusan terbitnya buku 24 selanjutnya ke tangan ahlinya, yakni www.nulisbuku.com. Sebuah penerbitan yang hanya mencetak buku-buku sesuai pesanan. Itu terasa lebih praktis. Siapapun yang masih ingin membeli buku 24 Senarai Kisah Dari Kampung Fiksi, bisa memesannya langsung melalui website NulisBuku.
Sementara itu kami mulai sibuk bergerilya. Ingin itu, ingin itu, banyak sekali, persis seperti Nobita dan Doraemon. Setelah sukses mengadakan sebuah Workshop Menulis di bulan November 2011, kami kembali merasakan kerinduan untuk berbagi melalui tulisan. “Bikin buku lagi!” ucap kami serempak.
Kali ini harus berbeda. Kami ingin mengajak serta teman-teman Kampung Fiksi menerbitkan bukunya bersama-sama. Event Tribute to Whitney terpilih secara tidak sengaja. Kematian penyanyi terkenal Whitney Houston bertepatan dengan waktu kami sedang kasak-kusuk merencanakan project buku baru kami. Sehingga lahirlah ide untuk membuat buku berjudul The Greatest Love of All, sebuah kumpulan kisah yang mengambil tema dari lagu-lagu Whitney Houston semasa hidupnya. Tidak disangka, banyak sekali teman-teman Kampung Fiksi yang antusias untuk menyumbangkan kata-katanya. Total 43 kontributor ikut menyumbangkan ceritanya dan kami rangkum dalam dua seri buku The Greatest Love of All. Kembali kami menggandeng NulisBuku agar urusan cetak, terbit, pembelian dan pengiriman bisa ditangani oleh pihak lain yang lebih pengalaman. Kemana hasil penjualan buku ini? Kami, tim Kampung Fiksi dan para kontributor, sepakat untuk menyumbangkan seluruh royalty buku dari event Tribute to Whitney ini untuk Taman Baca Mahanani yang dikelola oleh sahabat Kampung Fiksi, Naim Ali. Jadi, makin banyak yang membeli buku ini, makin besar dana yang akan didapat oleh Taman Baca Mahanani untuk tetap bertahan demi mencerdaskan anak-anak bangsa.
Memasuki bulan Februari 2012, love is in the air. Kami pun teringat akan mimpi kami yang masih belum terwujud, menerbitkan buku bertema cinta. Kali ini kami mengajak teman-teman yang ingin mencoba mengirimkan naskahnya untuk kami seleksi, karena tempat dalam buku yang akan kami terbitkan ini terbatas. Terpilih 29 cerpen dari 28 kontributor untuk bergabung bersama 8 cerpen dari tim Kampung Fiksi. Project ini kami beri label #cecintaan. Dan awal bulan April kemarin buku Banyak Nama Untuk Satu Cinta telah terbit melalui Leutika Prio.
Selepas ini, masih banyak rencana-rencana Kampung Fiksi dalam rangka mengepakkan sayapnya dan keluar dari rumah yang nyaman untuk mulai berpetualang dengan seru. Kami ingin keluar sejenak, agar kepulangan terasa lebih indah nantinya. Kami sudah menyusun rencana-rencana setahun sampai dua tahun ke depan, baik itu event online yang biasa kami adakan setiap bulan di blog, juga event offline agar keakraban kita bisa terjalin lebih nyata. Kami mohon doanya, semoga Kampung Fiksi masih bisa terus menyumbangkan kontribusinya untuk berbagai hal melalui rangkaian kata-kata. Yang kami tahu hanya bercerita, tapi kami ingin membuat tanah tempat kita berpijak ini menjadi lebih baik melalui cerita.
Terima kasih dari Kampung Fiksi. Banyak cinta untuk kalian semua. *Kiss*
Catatan:
Selain buku-buku di atas, Kampung Fiksi juga telah mewawancarai beberapa penulis, blogger dan penggiat buku Indonesia yang karyanya sudah banyak dikenal di masyarakat, yaitu dengan:
-Leila S. Chudori
- Ken Terate
- Christian Simamora
- Arini Suryokusumo
- Gunawan Maryanto
- Andi Gunawan
- Eka Situmorang - Sir
- Dhiratara
- Lala Purwono