Surat Terbuka kepada Ibu Peri

Ibu peri yang baik hati,

Tentunya ibu peri masih mengingat seorang perempuan muda yang ibu sulap menjadi putri cantik jelita supaya ia dapat menghadiri pesta dansa dan memikat hati sang pangeran, bukan? Perempuan itu, adik tiri saya, sekarang menjadi istri tercinta dari putra makhkota yang kelak akan memimpin negeri ini -semoga kelak mereka akan memperhatikan kesejahteraan rakyat dan menjadi pemimpin yang bijaksana-. Pesta pernihakan mereka adalah pesta termewah dalam sejarah dongeng, diselenggarakan tujuh hari tujuh malam, mengundang penguasa-penguasa dari negeri tetangga sebelah, Putri Salju, Putri Jasmin dan suaminya Aladin, sampai Rapunzel yang rambutnya sekarang dipotong pendek dan dibentuk shaggy. Semua rakyat larut dalam kegembiraan dan kemeriahan pesta. Tapi, ibu peri, saya tidak melihat ibu sama sekali. Apakah ibu peri tidak diundang?


Oh, maafkanlah saudara saya, ibu peri yang cantik. Saya yakin ia tidak bermaksud melupakan semua kebaikan yang pernah ibu peri hadiahkan kepadanya. Semua keajaiban sepatu kaca, gaun biru muda yang keperakan seperti butiran intan dan kereta labu yang mewah. Maksud saya, siapa yang tidak akan tercengang pada sosok perempuan yang datang terlambat ke pesta dengan segala atribut yang mencengangkan itu? Orang-orang terpesona pada romantisme cinta pada pandangan pertama mereka –saudara perempuan saya dan sang pangeran. Mereka tidak tahu, sebenarnya pangeran telah beberapa kali melihat saudara perempuan saya di pasar, tanpa sedikitpun memberinya lirikan tanda tertarik. Jadi ketika saudara perempuan saya yang sederhana menjelma menjadi seorang putri yang rupawan karena didandani sihir dan berhasil membuat hati pangeran terjungkir balik, pantaskah saya mempertanyakan arti cinta sejati mereka yang kononnya menjadi inspirasi bagi gadis-gadis muda di luar dunia kita?

Sementara saya sendiri, satu-satunya saudara perempuannya, meski kita berlainan ibu, digambarkan sebagai perempuan yang culas dan iri hati yang kerjanya hanya bermalas-malasan dan menyiksa saudara perempuan saya. Demi semua pohon yang bisa bicara di hutan pelangi, tanggung jawab membereskan pekerjaan rumah memang kami serahkan kepada saudara perempuan saya, sementara saya dan ibu bekerja keras menangani perusahaan peninggalan ayah tiri saya yang hampir bangkrut. Bukannya saya tidak mengijinkan saudara perempuan saya membantu, tapi tahu apa ia tentang saham, negosiasi bisnis atau likuidasi? Rumah kita yang besar juga perlu disapu dan dibersihkan, sementara kita tidak lagi sanggup menggaji pembantu seorangpun. Kalau bukan saudara perempuan saya yang membantu mengerjakan pekerjaan rumah, siapa lagi yang dapat kami harapkan?

Ibu peri yang penyayang, mohon jangan salah paham. Saya memang mencintai sang pangeran, tapi saya tulus ikut berbahagia menjadi pendamping saudara perempuan saya yang menikah dengannya. Mencintai seseorang tidak berarti mesti memilikinya, bukan? Saya sendiri sekarang telah menemukan cinta sejati saya, seorang juru dongeng yang romantis dan baik hati. Saya memberanikan diri menulis kepada ibu peri juga karena dorongan kasihnya. Saya tidak meminta sihir keadilan agar karakter saya dikembalikan sesuai dengan citra diri saya sesungguhnya. Biarlah kenyataan dongeng hanya mewujud di semesta kita. Saya percaya orang-orang di luar dunia imaji kita lebih memerlukan penokohan cerita yang hitam putih, sebab bukankah gelap hadir hanya untuk memberi pembenaran kepada cahaya?

Saya hanya berharap, dengan surat ini, ibu peri yang baik budi dan ibu-ibu peri lainnya akan lebih mencermati ayunan tongkat sihir anda hanya kepada orang-orang yang tepat. Sebaiknya ditelusuri juga latar belakang dan sejarah hidup mereka. Jangan gampang tersentuh pada permohonan yang sarat disertai dengan derai air mata. Kabarnya, cara ini banyak dipakai oleh para penjahat sekarang ini.
Semoga ibu peri sehat dan ceria selalu. Terima kasih.


Salam dari saya,
Chantallope
(ijinkan saya mencantumkan nama agar saya juga dikenal tidak semata sebagai saudara tiri Cinderella)

NB: terlampir adalah foto bulan madu saya di hutan peri ungu tiga bulan yang lalu

foto diunduh dari sini

2 comments:

  1. Keren, sudut lain dari kisah klasik (bila tak boleh dibilang klise)saudara tiri putri cantik teraniaya, maybe next time bisa menulis tentang bau mulut putri tidur yang terlelap selama 100 tahun? hehehe

    ReplyDelete
  2. Ini bagus banget! Sumpah.
    Di baris-baris awal mikir, "Pasti ntar ceritanya kaya Cinderella's Step Sister yang drama Korea itu." Tapi ternyata yang ini BEDA dan nggak kalah bagusnya :)

    ReplyDelete