Wawancara bersama Esti Budi Hapsari, penerjemah Go Set A Watchman


Mba Esti bersama reporter KF, Hadi Samsul :-)


Halo Fictionholic,

Membicarakan novel terbaru dari penulis fenomenal Harper Lee, Go Set A Watchman (GSAW), tentunya tidak lepas dari pihak di balik “lahirnya” novel tersebut, khususnya di Indonesia. Hadi Samsul dari Kampung Fiksi berkesempatan mewawancarai salah seorang penerjemah GSAW, Esti Budi Hapsari.

> Cerita dong tentang awal mula menjadi penerjemah?

Pertama datang ke Bandung, awalnya aku kerja di radio, sebagai news editor, yang nyusun-nyusun program. Kemudian ngelamar jadi penerjemah freelance ke Mizan.  Baru pada tahun 2009 mulai serius jadi penerjemah di Mizan.

Awal-awal nerjemahin, malah non fiksi. Tapi lama kelamaan editor aku ngasih fiksi. Karena mungkin gaya bahasaku lebih ke fiksi. Sekarang di Mizan megang fiksi lokal sama terjemahan.

> Sudah berapa lama jadi penerjemah?

Kalau urusan penerjemahan ini sebenarnya udah dari 2001. Awalnya sih freelance aja.
Tapi kalau jadi inhouse Mizan sih sejak 2009.

> Basic pendidikan?

Aku lulusan Bahasa Inggris, IKIP Yogyakarta.

> Pengalaman menerjemahkan apa aja?

Waaah, sudah lupa. Sebenarnya ada di catatan, tapi aku lupa. Arsipnya entah pada kemana.

> Pengalaman unik saat menerjemahkan? Tentang bukunya Harper Lee, GSAW, berapa lama menerjemahkannya?

Kami dapat naskah itu tanggal 14 Juli 2015, dan sekarang sudah mau naik cetak (Red: wawancara berlangsung pada akhir Agustus 2015). Jadi kurang lebih ada 20 hari kami mengerjakan penerjemahan ini. Sebenarnya sih dibagi dua sama Anti (Red: Editor To Kill a Mocking Bird).

> Ada trik ngga supaya gaya bahasanya sama?

Ada. Paling diskusi gitu lewat email, atau whatsapp kira-kira untuk istilah tertentu yang padanan katanya banyak, kita akan ambil apa. Istilah ini diterjemahin apa, kesan ini bagaimana. Yang penting kami sama-sama ngerti maksudnya ke mana. Anti kan nerjemahin bagian depan, aku bagian belakang. Pokoknya untuk konsistensi, kami banyak berdiskusi agar menemukan kesamaan maksud dari sebuah kalimat. Intinya kurang lebih seperti itu.

Kalau masalah bahasa, Anti kan lebih dulu kerja di Mizan. Jadi dia sudah paham bahasa Qanita bagaimana. Aku sih gampang aja, tinggal menyesuaikan. Jadi misalnya dia udah nyelesein satu bab, aku minta nih. Aku baca, nanti aku tinggal nyesuaiin aja dengan gaya bahasa dia.

> Kendalanya apa saja saat nerjemahin GSAW?

Jadi sebenarnya gini, GSAW ini tidak terlalu banyak. Kurang lebih 268 halaman. Kami bagi dua. Sebenarnya gak terlalu banyak dibanding buku macam The Casual Vacancy. Cuma kendalanya kita harus belajar tentang sejarah Amerika, tentang bagaimana Amerika pada saat itu. Intinya sih itu. kita harus banyak referensi.

Jadi memang, semuanya berawal karena buku Harper Lee ini mau diterbit, terus kita langsung koordinasi. Aku sih ngeliatnya ini sebagai tantangan. Ketika ternyata Mizan yang dapat, mau tidak mau harus kita kerjakan. Sudah ada beberapa pengalaman sih sebelumnya, jadi setidaknya kami sudah tau bagaimana step by step nerjemahin GSAW ini. Ketika deal Mizan yang dapet, kita langsung bikin outline, termasuk nentuin deadline. Kita harus mengejar moment juga kan. Karena kan sekarang dia terbit tanggal 14 Juli, masa iya kita baru nerbitkan setaun kemudian. Gak mungkin kan. Kita akan kehilangan momentumnya kalau seperti itu. 

> Pendapat mbak tentang buku GSAW ini?

Jadi sebenarnya Novel GSAW ini kan ditulis sebelum To Kill A Mockingbird (TKAM). Awalnya dia (Red: Harper Lee) kan nyodorin naskah ini. Tapi kemudian si editornya bilang, naskahmu ini bagus. Tapi kita ga bisa nerbitin. Kemudian si editornya bilang, coba kamu bikin naskah dari sudut pandang si tokoh utamanya tapi pada saat umur 8 tahun. Tokoh utamanya, perempuan, namanya Jean Louis. Akhirnya Harper nulis selama dua taun. Jadilah novel TKAM. Nah, kalo di GSAW ini si tokoh utamanya diceritakan udah usia 20an sekian. Cerita di TKAM ini dianggap sebagai flashback dari GSAW ini. Di situlah letak keunikannya. GSAW ini bisa dibilang lebih dewasa dari TKAM. Tapi bukan dewasa dalam tanda kutip ya. Maksudnya dewasa di sini, karena tokohnya sudah lumayan bisa membedakan sesuatu. Kalau di TKAM, dia kan masih kecil. Jadi hanya memandang sesuatu dari kacamata anak-anak saja. misalnya ke bapaknya. Jadi ada tokoh namanya Atticus. Nah Atticus ini bapaknya Jean Louis. Di TKAM, Jean memandang bahwa “Wah bapakku ini pahlawan super. Super hero.” Namun di GSAW berbeda (Red: pandangan).

> Apa yang unik dari GSAW ini sehingga pembaca KF wajib memiliki buku ini?

Itu tadi, karena cerita ini ditulis sebelum TKAM. Dalam cerita GSAW  ini ada layernya. Macem bawang, kalau dikupas kan ada lapisan-lapisannya. Biasanya kan kalo nerjemahin aku gak baca sampe akhir. Kalo GSAW ini, aku baca dulu sampe selesai. Dan ternyata baru paham, oh ternyata cerita ini maknanya ini, kenapa dia diceritakan di awal, ternyata maknanya begini. Ya intinya, buku ini menarik, karena itu tadi, ada layernya. Lebih kompleks lah. Jadi kita bisa melihat sosok Atticus itu kayak apa, Jean Louis kayak apa. Kondisi masyarakat Amerika taun 50an itu kayak apa. Rasisme. Dan kayaknya (Red: isu yang ditulis Harper ini) sampai sekarang masih terjadi. Rasisme, prasangka, hal-hal semacam itu tuh sampai sekarang masih ada.

Walaupun kompleks, tapi novel GSAW ini tetep ada bagian-bagian lucunya. Di Novel TKAM kan ada kelucuan-kelucuan si Jean Louis masa kecil. Nah di GSAW ini jauh lebih lucu.

Aku nerjemahin sampai ngakak-ngakak. Sampai temen-temen di Mizan ini pada nanya, “Ada apaan sih mbak?”

Walaupun novel ini bisa dikatakan klasik, tapi kubilang ini mudah dicerna lah. Nggak berat kok.

> Apa value dari novel ini?

Ada satu kutipan dari buku GSAW ini. “every man’s watchman, is his conscience”. Jadi yang paling berdaulat di diri manusia ini adalah nuraninya.”

Jadi dia mengingatkan bahwa setiap orang itu harus menjadi penjaga. Penjaga apa? Penjaga dari moralnya sendiri lewat nuraninya itu dan menjaga orang-orang di sekitarnya agar tidak terjadi rasisme, prasangka, dan sebagainya.

> Bagaimana pendapat mbak tentang sosok Harper Lee?

Dia ini sosok yang smart. Pinter dan cerdas.  Dia ini keliatan banyak riset dalam pembuatan novelnya.

> Jika diibaratkan penulis di Indonesia, seperti siapa sih sosok Harper Lee ini?

Mungkin Pram (Pramoedya Ananta Toer) ya. Sampai sekarang kan orang pada tau kan, o ini karya Pram. Kamu nggak akan ngaku kutu buku pecinta karya sastra kalau belum baca karya Pram. Gitu kan. Nah kayak-kayak gitu lah sosok Harper Lee ini. Jadi dia ini dijadikan referensi buat kajian-kajian sastra di sana.

Ok Fictionholic, demikian wawancara kami bersama salah seorang penerjemah novel Go Set A Watchman ini. Selamat membaca novelnya bagi yang sudah punya, bagi yang belum punya, ayo buruan beli ya. :-D . Sukses selalu  buat Mbak Esti dan Mizan tentunya.

Sampai jumpa ;-)

Post a Comment

5 Comments