Pelukis-pelukis yang besar seperti Rusli dan Nashar selalu hemat dengan garis. Mereka tidak mengobral garis begitu saja. garis hanya dicoretkan seminim mungkin, tetapi setepat mungkin sehingga kandungan isi dan maknanya melebihi garis itu sendiri. pelukis yang mashur cukup menorehkan garis-garis pokok, namun mampu membangkitkan emosi dan rangsangan bagi penontonnya. Berbeda dengan mereka yang baru belajar menggambar. Untuk satu arti saja bahkan satu informasi saja mereka berkali-kali mencoret-coret dengan begitu banyak garis.
Begitu
pula penulis-penulis besar hemat dengan hamburan-hamburan kata-kata. Kalimat-kalimat
mereka ringkas namun jelas, bening dan kaya makna. Kalimat-kalimat yang mereka
ciptakan untuk menggambarkan pengalaman hidup tokoh-tokohnya begitu kokoh dan
tegas. Kalimat-kalimat sastra harus mempunyai kekuatan. Ia harus mampu
melukiskan informasi secara tepat dan kaya. Saya kutipkan sebuah cerpen Putu
Wijaya yang terkenal dengan pilihan-pilihan katanya yang tepat serta berisi.
“Kota kami yang mencangking di lereng bukit, pada
mulanya adalah sebuah masyarakat yang damai. Angin pagi yang menembus kabut,
menggoyangkan beringin tua di tengah kota lalu menepuk pipi wanita-wanita
pedagang sayur yang mengalir dari pinggiran kota”.
(Beringin,
Horison Agust. 77)
Dan
satu lagi kutipan pendek dari cerpen John Steinbeck:
“Kira-kira lima belas mil di bawah Monterey, terhampar
ladang keluarga Torres beberapa bahu tanah menurun di atas karang yang curam
terjun ke bawah ke batu-batu karang yang kehitam-hitaman, tempat ombak samudra
putih memecah”.
(Lari, terj. Mochtar Lubis)
Jelas
terlihat bahwa dengan dua dan satu kalimat saja para pengarang ini mampu
memberikan gambaran yang jelas dan indah pada kita. Kesalahan para pemula ialah
terlalu obral dengan kalimat. Hanya sebuah informasi kecil bahkan perlu ditulis
bertubi-tubi dalam susunan kalimat yang berbelit. Hal ini memberi kesan bahwa
penulisnya tidak punya konsep yang utuh tentang apa yang hendak dikatakannya. Suatu
pokok pengertian saja kadang diulang-ulang dalam alinea-alinea di bawahnya,
seolah penulis tidak yakin bahwa pembacanya telah memahami maksudnya. Dan akibatnya
akan memberikan kebosanan serta kemuakan lantaran pembaca merasa diperbodoh
penulis.
Sebelum
menulis hendaknya tersedia konsep yang jelas: apa sebenarnya yang hendak
disampaikan kepada pembaca. Penemuan apa yang kiranya penting buat diketahui
pembaca. Ide yang bagus, pikiran yang baru, permasalahan yang urgen, informasi
pengetahuan yang baru, adalah beberapa konsep yang mungkin hendak disampaikan. Dan
pengarang cerpen hendak menyampaikan semua itu dalam bentuk cerita. Bagaimanapun bagusnya ide kalau
pengarang tidak mampu menyusunnya dalam sebuah cerita, tidak akan menjadikan
sebuah cerpen berhasil. Cerita adalah sesuatu yang mengalami perkembangan. Harus
ada perubahan yang terjadi dalam cerita. Cerpen yang berputar-putar tanpa
beranjak dari keadaan semula bukanlah cerpen, mungkin hanya sebuah esei belaka.
Sebab dalam esei tak diperlukan adanya perubahan, perkembangan dari mula sampai
akhir. Dalam sebuah cerpen harus ada perbedaan dari yang awal sampai akhir.
Kalau
konsep itu telah ada dan siap tersusun dalam cerita maka mulailah menulis. Apa yang
sudah jelas di kepala dengan sendirinya akan menuntun penulis untuk
menggambarkan jalan ceritanya. Dan makin kaya pengalaman serta pengetahuan
penulis tentang apa yang ditulisnya akan memudahkan memuntahkan kalimat-kalimat
yang diperlukan. Kalimat-kalimat yang amat diperlukan saja hendaknya yang
ditulis. Untuk seorang pemula mungkin baik untuk menulis sebanyak mungkin,
berkali-kali, dan setelah itu periksa kalau ada pengulangan-pengulangan yang
kurang perlu. Mungkin saja ada sepuluh kalimat yang ternyata tak ada artinya
karena sudah dituliskan dalam satu kalimat sebelumnya. Pokoknya bangunkanlah
kalimat-kalimat yang kuat, berisi dan kaya akan imajinasi. Di mana
keindahannya? Justru pada kekuatan kalimat itu. Hanya yang benar yang indah. Tak
ada timbul keindahan dari kepura-puraan, kepalsuan. Kalimat-kalimat palsu
hendaknya dicoret sebanyak mungkin.
Pikiran
yang jernih akan menghasilkan kalimat-kalimat yang tepat dan kuat. Orang tak
perlu takut hanya menulis cerpen yang pendek. Lebih baik cerpen pendek tapi
kuat, kukuh, daripada cerpen panjang yang bertele-tele dan membosankan. Keindahan
terletak dalam kebenaran, keluguan, bukan pada pamer dan sikap sok. Tulislah secara wajar, biasa namun
jujur. Jangan terlalu banyak pretensi.
(Sumber: Catatan
Kecil tentang Menulis Cerpen karya Jacob Sumardjo)
bener banget, asalkan jelas padat tapi dapet makna nya
ReplyDelete