ENIGMA (1)
Tak perlu ditanya
Karena jemari telah jenuh mengeja
Kebisuan yang bertentang mata
Mereka-reka tanpa ada tanda tanya
Diam ternyata percuma
Tetap saja matahari meneteskan bara
Gelap di pikiranmu, tersesat di ujung lorong buntu
Sungguh tak dinyana
Perbincangan itu telah melahirkan jemu
Kontraksi di otakku, meronta-ronta dirahim benakmu
Tak tahukah engkau?
Itulah bias hasil persetubuhan .
Antara kebodohan dan ketololan dimasa lalu
Berputar-putar jawabpun tak bertemu
Kita bercumbu
Membongkar teka-teki waktu
Bertanya tentang takdir yang di titiskan Tuhan
Pada gurat garis-garis tangan kiri dan kanan
Sepenggal Enigma tentang hidup sesudah kematian
Seperti serumpun kamboja yang bungkam diatas pusara
Tak pernah tahu kapan ia luruh
Lalu raib dalam tanah yang kau tiduri kemudian…
KAMPUNG DIATAS AWAN (2)
Kampungku diantara riak awan
Beratap merah dengan menara jingga
Hilir-mudik anak-anak peri bersayap putih
Menari berdansa pada semburat matahari..
Lanskap langit seumpama permadani
Membentang biru tak terjangkau imajinasi
Disitu, fantasi kaum penyair
Menjelma dalam senyum bidadari..
Kampungku diatas awan
Ada pelangi yang membentang
Ada warna-warna romantika yang dapat kau jelang
Putih, biru, jingga, kelabu dihamparan jalan
Itulah Kampungku diatas awan…
(Palembang, 17 Juni 2011)
BISA APA AKU? (3)
Pada raut wajah tua
Keriput –keriput yang menyiratkan senja
Kutangkap makna dibalik bening mata
Engkau ingin aku mengubah warna suram dinding-dinding rumah kita
Tapi bisa apa, aku?
Tengoklah kedalamnya, lurus dari pintu
Perabot kayu, perapian tungku batu masih utuh
Bingkai plastik potret masa lalu yang Engkau dekap pilu
Membisu, berdebu-debu disekujur tubuh
Lusuh gantungan baju
Almanak tua satu dasawarsa
Adalah sebagian cerita yang membiaskan kepergian
Satu demi satu kenangan dibenakmu
Padaku kau bebankan impian
Sisa harapan yang kau tunggui sepanjang malam
Masih engkau simpan di ingatan
Masih engkau ayun dalam buaian..
Tapi bisa apa, aku? (Tanganku Cuma satu!)
MAGIC COM (4)
Uap mengepul
Lampu hijau berkedip-kedip manja
Setelah sebelumnya menyala merah
Emak tersenyum simpul
Tak perlu bersusah payah
Butir-butir nasi harum mewangi
Telah siap di saji pada makan malam nanti
Panci penanak nasi
Dandang pengukus tergantung jadi rumah tikus
Emak tak perduli
Telah jatuh cinta Ia pada Magic Com yang aku beli
(Palembang, 19 Juni 2011)
Puisi-puisi Dudi Irawan (5)
- By Unknown
- On June 22, 2011
- 2 comments
Suka dengan yang Kampungku di atas awan :)
ReplyDeleteidea : makasih... :-)
ReplyDelete