Bukan (Pe)lacur
Lelaki malam pulang
Tapi dia bukan (pe)lacur, hanya petarung
Dihisapnya batangan tembakau
Asap dikepul-kepul berbentuk “O” berderet-deret
Makin lama makin kecil
Sekecil harapannya untuk kembali
Pulang ke nikmat peraduan bambu beralas lusuh tikar berbau
Diimajikannya perempuan itu
Perempuan itu juga bukan (pe)lacur, hanya pemulung
Kerjanya memulung cinta
Tapi tunggu…sekali lagi, dia bukan (pe)lacur
***
Cinta yang hampir usang berbalut benci
Pada sang lelaki
Meraba hatinya, cinta yang didapat
Meraba bibir, pipi dan tubuhnya, benci yang didapat
Lalu harus bagaimana lagi?
Lelaki itu petarung yang berselubung cundang
Takut pada hidupnya sendiri tapi pura-pura perkasa di depan perempuannya
Perempuan yang dinikahinya tanpa buku kecil bersampul merah dan hijau
Hanya selembar uang lima puluh ribu
Dengan juru nikah tua yang tak mampu lagi berjalan lurus
***
Keduanya adalah lelaki dan perempuan malam
Bertarung, memulung harapan
Untuk nyawa yang hendak disambung esok
Namun sekali lagi
Lelaki dan perempuan itu bukan (pe)lacur
***
Cinta yang Terdiam
Cinta dapat membuat hatimu demikian buta
Tak peduli sedalam apa sakit yang kau rasa
Selalu saja bias-bias bahagia dan menggetarkan
saat mereguk nikmatnya cinta hadir membasuh luka
Tak peduli apakah cinta itu
pada akhirnya akan menjadi milikmu atau tidak
speechless...the silent love (buzznet.com)
speechless…the silent love (buzznet.com)
Ia akan tetap hadir dalam relung-relung mimpimu
Bersembunyi dalam ruang hati yang terdalam
Menyinari langkah-langkah panjang hidupmu diam-diam
Hingga saatnya tiba baginya untuk hadir kembali dengan keajaiban
Anugerah dari Sang Maha Pemilik Cinta
(setelah Januari 2009)
***
Sajak Kosong
Sajak kita
Terabai di langit-langit rindu
Tak lekang…tak jua pupus
Haruskah terus merindu?
***
Setetes demi setetes aroma cinta
Gaungkan dengung indah mahakarya
Lagumu, laguku
Lagu kita
***
Tapi itu dulu, sayangku
Tak lagi ini waktu
Cinta, rindu…terbang
Ke batas awang-awang
Bukan lagi milik kita
Bukan lagi rindu kita
Sunyi kini
Segala meredup, memupus, terhapus
Tak lagi berbekas
***
“Mungkin ini petunjukNya,” katamu
“Mungkin ini anugerahNya,” kataku
***
Mungkin kita sedang bercengkerama
Dengan dusta…
Yang tersisip di celah-celah hati kita
Menolak nyata yang begitu saja terpapar
Tanpa mampu kita peluk bersama
***
* Semoga tak lagi pernah singgah
Manakala jiwa kosong
Bagaimanapun ini bukan kesejatian
Hanya angan-angan kosong
***
Puisi-Puisi Annisa Rangkuti
- By Unknown
- On June 06, 2011
- 6 comments
Puisi dengan tema yg baik!
ReplyDeleteHai Nis..Tengkyu ya sudah berpartisiapsi...kirim lagi yah nanti..
ReplyDeleteHemm, puisi yg bermakna
Hei, ini keren sekali, Nisa. Puisi yang dihadirkan seperti monolog yang berpadu, saling mengait dan bercerita.
ReplyDeleteSaya terutama suka yang pertama. Idenya keren!Saya jadi seperti membaca sebuah cerpen yang disajikan dengan kalimat-kalimat liris yang puitis dan ringkas.
Kirim lagi dong... :)
bu dokter kalau berpuisi bikin mimin merinding ... :)
ReplyDeleteinteresting :)
Puisi-puisinya sangat manis ;-)
ReplyDeletehihihi...aku baru tauuuu kalo puisiku udah publiiisshh...hiks..maaf yaa baru bales komennyaa...
ReplyDelete@admin kampung fiksi: thanks yaa mbak admin..masih terus belajar bikin puisi.. ;-)
@chalinopita: hehehe...makasih mbak sariii...tapi ini udah akhir juni.. :-(
@Meli: hwaduh...dibilang keren ama penari kata Meli..makasih Meeelll... :-D ini sebenarnya ga diniatkan saling berkait, tapi emang rasanya jadi berkait ya? :-)
@ggeldresma: hehehe...bacanya siang2 ato malem2? :-D makasih mbak Mimuutt.. :-)
@Idea: semanis mbak Deasy ya? hehe...makasih mbak.. :-)