“Hallo, berjumpa lagi kita di sini. Apa kabarmu?”
“Hehehe. Aneh, ya. Padahal kita tidak janjian, kok bisa ketemu lagi, ya?”
“Aku memang berdoa dan meminta seperti itu. Kita tidak akan terpisahkan lagi.”
“Sungguh, menyenangkan dan bahagia sekali aku bisa bertemu dengan dirimu lagi, di sini.”
“Aku juga senang bertemu tuan. Dan tuan tidak perlu lagi mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Kita sudah abadi.”
“Terima kasih sudah memilihku. Di sini banyak sekali bidadari. Semuanya cantik. Dan Tuan lebih memilih aku.”
“Di sini. Dan hanya di sini fiksi menjadi nyata.”
“Semua yang kita angankan, terwujud dan tercipta dengan mudah.”
“Kita teraba. Bisa merasakan.”
“Bolehkah aku mencium keningmu?” Bisikku
“Tuan boleh menciumku, yang mana saja Tuan suka.”
“Jangan panggil aku Tuan, Sir atau Mister. Panggil aku Kekasih. Dan ijinkan aku untuk menjadi kekasihmu, selamanya.”
-oooOooo-
Sumber gambar: rocknationality.blogspot.com/201...ive.html
****
Meddy Danial
Dalam menulis saya berusaha sebisa mungkin punya makna esoteris, tetap elegan dan kadang-kadang mengandung perlawanan; pandangan dan sikap dari ‘ada-diri’ saya. Memang agak sulit memasukkan ‘esoteris’ ke dalam semua tulisan. Tapi esoteris itu sendiri adalah ‘batin’ yang termanifestasi melalui olah kata dan olah kerja manusia menjadi sesuatu yang dalam dan bermakna. Sehingga tulisan bukan lagi hanya kumpulan kata-kata, tapi sesuatu yang memiliki jiwa atau ruh. Sesuatu yang hidup dan bergerak seperti cahaya yang menerangi; menjadi indah dan memiliki spiritualitas karena bernilai kebenaran.
Mas MD.. disurga masih saling kenal ya :-D . ceritanya menarik, ringan dan renyah ...
ReplyDeleteBEGINI Pak, Sir, Mister, Tuan, hihihi... tulisan ini menarik dan centil, hahahaa...
ReplyDelete*jadi merasa sangat perlu mengolah dialog dalam tulisan, sebab masih keteteran di segi itu*
Nakal atau centil??...bener juga...hihihi..
ReplyDeleteringan tapi masih kurang..kurang panjangggg...ahahhahaha
@Mbak Deasy: hehehe, Kan yang berbicara hati nurani. Makasih.
ReplyDelete@G: centilnya dimana sih? wkwkwkw. Kalau tengil jelas iya. LoL. Sipp, saran dan kritik diterima, dialognya masih perlu di smoothkan lagi. nulis ini gara-gara "selamat ulang tahun" itu. wkwwkwk
@mbak Sari: nah, nakal istilah yg luebih tepat. untung yg dinakali cuma nyengir saja.
makasih, memang kurang panjang dialognya, karena saya belum bisa mem-beyond imagination di alam surgawi. heheh. Tapi, ini memang saya rancang untuk dialog pendek, kecuali admin mensyaratkan jumlah kata minimal adalah 200 kata, wkwkwk, kayak abstact jurnal saja.
Tambahan (LoL): kalau di surga kan, waktunya kan berbeda dengan bumi, sehari di surga eqivalent dengan setahun (misalnya) lha kalau 1 detik setara dengan satu jam. jadi ini sudah sesuai dengan hukum alam dua dunia. wkwkwk (ngeles). sebenarnya sih memang kurang panjang dan dialognya masih harus diolah lagi biar lebih smooth. salam
ReplyDeleteEhm... ehm... ehm... minum anggur di surga di tepi sungai susu... :-D
ReplyDelete“Di sini. Dan hanya di sini fiksi menjadi nyata.”
ReplyDeleteSuka kalimat di atas :D
@mbak Endah, sambil metik buah-buahan, hehehe
ReplyDelete@mbak Meli: namanya di surga, jadi setiap fiksi menjadi non fiksi alias nyata. Makasih
ReplyDeleterenyah banget tulisannya saya suka
ReplyDeleteUnik dan menggelitik ^_^
ReplyDeleteKurang ah...
ReplyDeleteNunggu versi panjangnya...
*harus* xixixixixi.....
mba Sabil, thanks ya udah baca. ap[alagi kalau direview sama mb Sabil. hadiahnya 2x LIPAT!!!.
ReplyDeletemb Drina,makasih sudah komen. keren kan, keren kan. kekekeke, meskipun cerpen terpendek tapi asosiasinya bisa melebar dan memanjang. everlasting ting ting.
ReplyDeletemba Reni Purnama, gimana coba. sulit lho bikin cerpen terpendek tapi powerfull, amazing story and quite philosophy.
ReplyDeleteiya keren, gak nyangka aja seperti itu. Jadi berharap itu tulisan saya bukan tulisan mas Meddy huehehe :P
ReplyDelete