Gambar diambil dari :
http://fc01.deviantart.net/fs21/f/2007/234/e/4/Falling_in_Love_by_Irulana.jpg
Kamu tahu, aku saat ini sedang jatuh cinta.
Ya, aku jatuh cinta lagi.
Tak percaya rasanya aku akan kembali merasakan ini setelah patah hati berkepanjangan.
Aku sempat menutup pintu hatiku karena takut terluka lagi akan penolakan serta pengkhianatan.
Oh, sungguh, hatiku tidak sanggup lagi tersakiti.
Namun sejak beberapa minggu ini, kuncup-kuncup cinta mulai bermekaran dalam hatiku tanpa sepenuhnya kusadari hingga akhirnya merekah sempurna menggetarkan jiwa barulah aku bisa merasakannya.
Oh, sungguh, luar biasa sekali rasanya.
Senyuman kembali menceriakan hari-hariku yang dulu hanya berhiaskan sepi.
Hanya dengan membayangkan sosoknya, hatiku pun menghangat.
Riak kerinduan selalu menyeruak kala aku harus berjauhan dengannya.
Kucoba menahan debaran jantungku agar tidak berpacu semakin cepat kala aku kembali berkesempatan menemuinya.
Dirinya kerap menggodaku yang membuatku tersipu malu menundukkan kepala seraya sesekali mencuri pandang ke arahnya dan mataku selalu menemukan binar di bola matanya yang membuat hatiku kembali berdesir.
Sejak bertemu dengannya duniaku terasa begitu indahnya.
Matahari yang biasanya selalu membuatku bersungut-sungut, kini kusapa dengan senyuman secerah dirinya.
Hujan yang selalu kusukai kini makin membuatku ingin bernyanyi di tengah curahannya.
Malam pun semakin terasa megah dengan taburan bintang-bintang yang membuatku sering memimpikan terbang bersamanya.
Rasa ini.. rasa ini mampu melambungkanku ke angkasa tertinggi.
Membuatku mampu mendaki gunung tertinggi.
Menuruni lembah tercuram hingga menyelami dasar lautan.
Membebaskanku untuk merentangkan sayap dan menjelajahi dunia yang selama ini tertidur dengan nyenyaknya.
Oh, sungguh perasaan yang indah sekali.
Aku selalu teringat pada dirinya.
Sebelum kutidur hanya dirinya yang selalu membayang di pelupuk mataku dan mengantarkanku ke alam mimpi.
Sering kudapati diriku melamunkannya.
Dia yang sosoknya ada di luar sana selalu bermain dalam ruang imajinasiku.
Aku dapat melihatnya bergerak, tertawa, menari dan mengerling padaku.
Tak jarang aku pun bisa mendengar suaranya memanggil-manggilku untuk datang menghampirinya.
Aku sering berada bersamanya di padang bunga yang luas bermandikan cahaya mentari dengan belaian angin pegunungan yang membuat kami berlari untuk menghangatkan tubuh.
Di lain waktu dia menunjukkan padaku keindahan barisan bintang di langit malam yang saling berebut perhatian sang bulan.
Aku selalu terbius akan caranya bercerita yang mampu membuatku terlarut dan membayangkan diriku ada dalam ceritanya, menjadi salah satu tokoh yang dikisahkannya.
Bersamanya aku dapat mendengar suara angin, rintihan hujan, nyanyian ombak dan jeritan malam.
Yaa.. dia yang mengajarkankanku untuk kembali belajar mendengarkan semuanya itu dan membiarkan diriku menyatu dengan alam, untuk kembali membuka celah dalam hatiku yang selama ini kututup seiring dengan banyaknya permasalahan hidup.
Tak lama setelah perkenalan diriku dengan dirinya, dengan senyum penuh rahasia dia menyerahkan padaku sebuah kunci keperakan bertangkai penuh ukiran dengan simbol bulan di ujungnya.
Bukalah pintu itu, desaknya sambil menunjuk sebuah pintu kayu yang mulai tampak lapuk termakan waktu.
Aku menatap ragu kunci dalam genggamanku itu.
Ayolah, bujuknya.
Aku melangkah dan memasukkan kunci itu ke lubangnya. Pintu itupun terbuka dan aku terpesona akan dunia di balik pintu itu.
Samar-samar aku mampu mengingat bahwa dunia ini tidak terasa asing untukku. Dia hanya menertawakanku ketika aku menceritakan itu padanya.
Tentu saja, katanya, karena dunia ini selalu ada dalam dirimu.
Kamulah yang terlalu bodoh dengan membiarkan orang-orang di sekitarmu membuatmu percaya bahwa aku dan teman-temanku tidak pernah ada, masih katanya.
Sejak terbukanya pintu itu, hari-hariku tidak lagi menjadi sama seperti sebelumnya. Ada gairah baru dalam hidupku yang kunikmati bersama dengannya.
Dia sering datang menanyakan kabarku. Terkadang aku terlalu sibuk dengan rencana-rencanaku sehingga tidak menyadari bahwa dia telah hadir tepat di depanku untuk kemudian menarikku menjauhi kertas dan penaku.
Tidak, bukan begitu caranya, kamu harus membiarkan segalanya mengalir secara alami.
Menurutnya tugasku hanyalah memberikan napas awal dalam menghidupkan mereka lalu menunggu.
Apa yang harus kutunggu, tanyaku tak mengerti.
Ternyata dia memintaku menunggu mereka menciptakan kehidupannya sendiri, membiarkan mereka bertumbuh dan kemudian berbagi kisah denganku sebelum aku menuliskannya.
Seringkali aku merasa putus asa karena tak jua mendengar suara apapun yang memanggilku. Aku mengadu padanya dan dia hanya memintaku bersabar.
Percayalah, bersabar bukanlah nama tengahku. Namun ntah mengapa, nada bicaranya selalu mampu meyakinkanku untuk setidaknya mencoba melakukan apa yang dikatakannya.
Kucoba menanti dalam hening sambil menajamkan pendengaranku namun seringkali hanya kehampaan yang kutemui.
Hingga akhirnya aku belajar untuk memasrahkan diri. Aku hanya duduk diam sambil menuruti perintah dirinya untuk menunggu.
Kalian boleh datang dan pergi kapan saja kalian suka, kataku sesekali memecah kesunyian.
Tak dinyana, suatu malam aku mulai merasakan pergerakan udara di sekitarku.
Aku menoleh dan menangkap sekelebat bayangan yang menyelinap di balik tumpukan buku. Sungguh, saat-saat seperti ini aku tidak tahu apakah aku harus menggeledah tumpukan itu atau hanya menunggu seperti pesannya padaku?
Akhirnya kuputuskan untuk menunggu.
Menunggu dan hanya menunggu, hanya itu yang bisa kulakukan namun sosok itu tak kunjung menampakkan dirinya kembali.
Aku sempat menyesali keputusanku.
Aku lelah menunggu. Aku bosan setengah mati. Dan lagi aku rindu pada dirinya yang alpa mengunjungiku.
Sudah. Cukup.
Aku memutuskan untuk menghentikan semua penantian ini karena semuanya terasa sia-sia belaka.
Baru aku beranjak bangkit dari dudukku, di sanalah aku melihat dirinya bersama dengan sesosok makhluk mungil berambut ikal keemasan dengan pipi yang menggemaskan dan mahkota bunga menghiasi kepalanya. Yang lebih istimewa lagi adalah karena makhluk mungil ini mempunyai sayap putih di punggungnya.
Aku terpesona dan kehilangan kata ketika mereka datang menghampiriku.
Aku dapat merasakan jemari mungil itu menggenggam erat tanganku dan senyuman tulusnya menghapus segala rasa kesal dan sesalku.
Kamu lulus, bisik dirinya di telingaku.
Lulus?
Ya, tadi aku sengaja mengujimu, dan kamu lulus.
Kurasakan belaian lembutnya di rambutku.
Sekarang aku akan memberitahumu tentang diriku, katanya sambil menatapku.
Hmm.. apa yang coba disampaikannya, aku sungguh ingin tahu.
Aku adalah penguasa dunia khayalan, katanya yang membuatku ternganga.
Dunia khayalan? Sungguhkah dunia itu ada? Aku bertanya dalam hati. Dia yang tidak mengerti pikiran yang berkecamuk dalam benakku melanjutkan perkataannya.
Kamu masih ingat pintu yang waktu itu kamu buka?
Aku mengangguk.
Di balik pintu itulah duniaku, dunia yang selama ini telah ada dalam dirimu namun seiring dengan berjalannya waktu dan kamu beranjak dewasa, kamu mulai melupakanku.
Para wanita-wanita itulah yang membawamu kembali dalam pelukanku, kamu harus berterima kasih pada mereka.
Wanita yang mana maksudmu? Aahh.. aku lupa, dirinya tidak bisa membaca pikiranku. Aku kembali berkonsentrasi mendengarkan perkataannya.
Karena kesabaranmu dan kesungguhan hatimu, aku mengijinkanmu untuk melangkah masuk lebih jauh ke duniaku.
Bagaimana bila kumulai dengan memperkenalkanmu dengan sahabat barumu?
Aahh.. aku hampir melupakan tangan mungil yang masih menggenggam tanganku. Perhatianku kembali beralih ke sosok mungil yang menatapku penuh kerinduan. Aneh sekali, menatap sorot matanya, aku merasakan kerinduan yang sama padahal baru hari ini aku bertemu dengannya.
Perkenalkan, Curly, Sang Cupid, yang beberapa tahun lalu telah kamu bawa ke dalam puluhan lembaran ceritamu sebelum akhirnya kamu meninggalkannya di tengah perjalanan.
Curly? Aku menatap tak percaya. Namanya tak asing bagiku.
Curly Cupida Amore? Bisikku ragu.
Aahh, sudah kuduga kamu masih mengingatnya, jawab dirinya senang!
Curly melepaskan genggamannya dari tanganku, kini kulihat kedua tangannya terulur untuk menggapaiku.
Aku merentangkan kedua tanganku dan Curly melompat memelukku.
Memeluknya terasa amat wajar bagiku dan aku merasakan kehangatan di hatiku ketika Curly mengecup pipiku dengan penuh rasa sayang.
Sudahkah aku bilang padamu bahwa aku sedang jatuh cinta?
Ah ya, sudah, tapi biarkanlah aku sekali lagi mengucapkannya padamu bahwa aku sedang jatuh cinta lagi pada dunia tulis menulis yang membuka gerbang dunia imajinasi yang telah sekian lama terkunci rapat tanpa dapat kulalui.
Ya.. aku mencintainya, terima kasih atas kesempatan yang kalian berikan untukku kembali berkelana dalam alam yang selalu berhasil memikatku dengan segala pesonanya.
Ya, aku jatuh cinta lagi.
Tak percaya rasanya aku akan kembali merasakan ini setelah patah hati berkepanjangan.
Aku sempat menutup pintu hatiku karena takut terluka lagi akan penolakan serta pengkhianatan.
Oh, sungguh, hatiku tidak sanggup lagi tersakiti.
Namun sejak beberapa minggu ini, kuncup-kuncup cinta mulai bermekaran dalam hatiku tanpa sepenuhnya kusadari hingga akhirnya merekah sempurna menggetarkan jiwa barulah aku bisa merasakannya.
Oh, sungguh, luar biasa sekali rasanya.
Senyuman kembali menceriakan hari-hariku yang dulu hanya berhiaskan sepi.
Hanya dengan membayangkan sosoknya, hatiku pun menghangat.
Riak kerinduan selalu menyeruak kala aku harus berjauhan dengannya.
Kucoba menahan debaran jantungku agar tidak berpacu semakin cepat kala aku kembali berkesempatan menemuinya.
Dirinya kerap menggodaku yang membuatku tersipu malu menundukkan kepala seraya sesekali mencuri pandang ke arahnya dan mataku selalu menemukan binar di bola matanya yang membuat hatiku kembali berdesir.
Sejak bertemu dengannya duniaku terasa begitu indahnya.
Matahari yang biasanya selalu membuatku bersungut-sungut, kini kusapa dengan senyuman secerah dirinya.
Hujan yang selalu kusukai kini makin membuatku ingin bernyanyi di tengah curahannya.
Malam pun semakin terasa megah dengan taburan bintang-bintang yang membuatku sering memimpikan terbang bersamanya.
Rasa ini.. rasa ini mampu melambungkanku ke angkasa tertinggi.
Membuatku mampu mendaki gunung tertinggi.
Menuruni lembah tercuram hingga menyelami dasar lautan.
Membebaskanku untuk merentangkan sayap dan menjelajahi dunia yang selama ini tertidur dengan nyenyaknya.
Oh, sungguh perasaan yang indah sekali.
Aku selalu teringat pada dirinya.
Sebelum kutidur hanya dirinya yang selalu membayang di pelupuk mataku dan mengantarkanku ke alam mimpi.
Sering kudapati diriku melamunkannya.
Dia yang sosoknya ada di luar sana selalu bermain dalam ruang imajinasiku.
Aku dapat melihatnya bergerak, tertawa, menari dan mengerling padaku.
Tak jarang aku pun bisa mendengar suaranya memanggil-manggilku untuk datang menghampirinya.
Aku sering berada bersamanya di padang bunga yang luas bermandikan cahaya mentari dengan belaian angin pegunungan yang membuat kami berlari untuk menghangatkan tubuh.
Di lain waktu dia menunjukkan padaku keindahan barisan bintang di langit malam yang saling berebut perhatian sang bulan.
Aku selalu terbius akan caranya bercerita yang mampu membuatku terlarut dan membayangkan diriku ada dalam ceritanya, menjadi salah satu tokoh yang dikisahkannya.
Bersamanya aku dapat mendengar suara angin, rintihan hujan, nyanyian ombak dan jeritan malam.
Yaa.. dia yang mengajarkankanku untuk kembali belajar mendengarkan semuanya itu dan membiarkan diriku menyatu dengan alam, untuk kembali membuka celah dalam hatiku yang selama ini kututup seiring dengan banyaknya permasalahan hidup.
Tak lama setelah perkenalan diriku dengan dirinya, dengan senyum penuh rahasia dia menyerahkan padaku sebuah kunci keperakan bertangkai penuh ukiran dengan simbol bulan di ujungnya.
Bukalah pintu itu, desaknya sambil menunjuk sebuah pintu kayu yang mulai tampak lapuk termakan waktu.
Aku menatap ragu kunci dalam genggamanku itu.
Ayolah, bujuknya.
Aku melangkah dan memasukkan kunci itu ke lubangnya. Pintu itupun terbuka dan aku terpesona akan dunia di balik pintu itu.
Samar-samar aku mampu mengingat bahwa dunia ini tidak terasa asing untukku. Dia hanya menertawakanku ketika aku menceritakan itu padanya.
Tentu saja, katanya, karena dunia ini selalu ada dalam dirimu.
Kamulah yang terlalu bodoh dengan membiarkan orang-orang di sekitarmu membuatmu percaya bahwa aku dan teman-temanku tidak pernah ada, masih katanya.
Sejak terbukanya pintu itu, hari-hariku tidak lagi menjadi sama seperti sebelumnya. Ada gairah baru dalam hidupku yang kunikmati bersama dengannya.
Dia sering datang menanyakan kabarku. Terkadang aku terlalu sibuk dengan rencana-rencanaku sehingga tidak menyadari bahwa dia telah hadir tepat di depanku untuk kemudian menarikku menjauhi kertas dan penaku.
Tidak, bukan begitu caranya, kamu harus membiarkan segalanya mengalir secara alami.
Menurutnya tugasku hanyalah memberikan napas awal dalam menghidupkan mereka lalu menunggu.
Apa yang harus kutunggu, tanyaku tak mengerti.
Ternyata dia memintaku menunggu mereka menciptakan kehidupannya sendiri, membiarkan mereka bertumbuh dan kemudian berbagi kisah denganku sebelum aku menuliskannya.
Seringkali aku merasa putus asa karena tak jua mendengar suara apapun yang memanggilku. Aku mengadu padanya dan dia hanya memintaku bersabar.
Percayalah, bersabar bukanlah nama tengahku. Namun ntah mengapa, nada bicaranya selalu mampu meyakinkanku untuk setidaknya mencoba melakukan apa yang dikatakannya.
Kucoba menanti dalam hening sambil menajamkan pendengaranku namun seringkali hanya kehampaan yang kutemui.
Hingga akhirnya aku belajar untuk memasrahkan diri. Aku hanya duduk diam sambil menuruti perintah dirinya untuk menunggu.
Kalian boleh datang dan pergi kapan saja kalian suka, kataku sesekali memecah kesunyian.
Tak dinyana, suatu malam aku mulai merasakan pergerakan udara di sekitarku.
Aku menoleh dan menangkap sekelebat bayangan yang menyelinap di balik tumpukan buku. Sungguh, saat-saat seperti ini aku tidak tahu apakah aku harus menggeledah tumpukan itu atau hanya menunggu seperti pesannya padaku?
Akhirnya kuputuskan untuk menunggu.
Menunggu dan hanya menunggu, hanya itu yang bisa kulakukan namun sosok itu tak kunjung menampakkan dirinya kembali.
Aku sempat menyesali keputusanku.
Aku lelah menunggu. Aku bosan setengah mati. Dan lagi aku rindu pada dirinya yang alpa mengunjungiku.
Sudah. Cukup.
Aku memutuskan untuk menghentikan semua penantian ini karena semuanya terasa sia-sia belaka.
Baru aku beranjak bangkit dari dudukku, di sanalah aku melihat dirinya bersama dengan sesosok makhluk mungil berambut ikal keemasan dengan pipi yang menggemaskan dan mahkota bunga menghiasi kepalanya. Yang lebih istimewa lagi adalah karena makhluk mungil ini mempunyai sayap putih di punggungnya.
Aku terpesona dan kehilangan kata ketika mereka datang menghampiriku.
Aku dapat merasakan jemari mungil itu menggenggam erat tanganku dan senyuman tulusnya menghapus segala rasa kesal dan sesalku.
Kamu lulus, bisik dirinya di telingaku.
Lulus?
Ya, tadi aku sengaja mengujimu, dan kamu lulus.
Kurasakan belaian lembutnya di rambutku.
Sekarang aku akan memberitahumu tentang diriku, katanya sambil menatapku.
Hmm.. apa yang coba disampaikannya, aku sungguh ingin tahu.
Aku adalah penguasa dunia khayalan, katanya yang membuatku ternganga.
Dunia khayalan? Sungguhkah dunia itu ada? Aku bertanya dalam hati. Dia yang tidak mengerti pikiran yang berkecamuk dalam benakku melanjutkan perkataannya.
Kamu masih ingat pintu yang waktu itu kamu buka?
Aku mengangguk.
Di balik pintu itulah duniaku, dunia yang selama ini telah ada dalam dirimu namun seiring dengan berjalannya waktu dan kamu beranjak dewasa, kamu mulai melupakanku.
Para wanita-wanita itulah yang membawamu kembali dalam pelukanku, kamu harus berterima kasih pada mereka.
Wanita yang mana maksudmu? Aahh.. aku lupa, dirinya tidak bisa membaca pikiranku. Aku kembali berkonsentrasi mendengarkan perkataannya.
Karena kesabaranmu dan kesungguhan hatimu, aku mengijinkanmu untuk melangkah masuk lebih jauh ke duniaku.
Bagaimana bila kumulai dengan memperkenalkanmu dengan sahabat barumu?
Aahh.. aku hampir melupakan tangan mungil yang masih menggenggam tanganku. Perhatianku kembali beralih ke sosok mungil yang menatapku penuh kerinduan. Aneh sekali, menatap sorot matanya, aku merasakan kerinduan yang sama padahal baru hari ini aku bertemu dengannya.
Perkenalkan, Curly, Sang Cupid, yang beberapa tahun lalu telah kamu bawa ke dalam puluhan lembaran ceritamu sebelum akhirnya kamu meninggalkannya di tengah perjalanan.
Curly? Aku menatap tak percaya. Namanya tak asing bagiku.
Curly Cupida Amore? Bisikku ragu.
Aahh, sudah kuduga kamu masih mengingatnya, jawab dirinya senang!
Curly melepaskan genggamannya dari tanganku, kini kulihat kedua tangannya terulur untuk menggapaiku.
Aku merentangkan kedua tanganku dan Curly melompat memelukku.
Memeluknya terasa amat wajar bagiku dan aku merasakan kehangatan di hatiku ketika Curly mengecup pipiku dengan penuh rasa sayang.
Sudahkah aku bilang padamu bahwa aku sedang jatuh cinta?
Ah ya, sudah, tapi biarkanlah aku sekali lagi mengucapkannya padamu bahwa aku sedang jatuh cinta lagi pada dunia tulis menulis yang membuka gerbang dunia imajinasi yang telah sekian lama terkunci rapat tanpa dapat kulalui.
Ya.. aku mencintainya, terima kasih atas kesempatan yang kalian berikan untukku kembali berkelana dalam alam yang selalu berhasil memikatku dengan segala pesonanya.
~.*.~
Postingan ini khusus ditujukan untuk para WT-ers tempat semuanya bermula dan para penghuni cantik di Kampung Fiksi tempat perjalanan ini berlanjut ;)
Ke mana semuanya akan berakhir? Hanya waktu yang akan menjawabnya.. met menikmati akhir pekan semuanyaa ;)
-Indah-
Sabtu 19/2 (9:08 am)
welcome back Curly Cupida Amore :) Jalinlah kata - kata yang indah bersama dengan kami :)
ReplyDeleteAwww... Saya memerlukanmu peri kata2, sebab saya sedang malas mengeluarkan kata-kata yang teratur, hahahaahaa
ReplyDeleteAsik, yang sedang jatuh cinta. Kata-katanya jadi terasa cantik berbunga-bunga. Selamat akhir pekan juga, Indah :)
ReplyDeleteHmmmm... romantis banget ternyata Indah ya :-) jatuh cinta berbunga-bunga sampai matahari gak terasa panasnya.
ReplyDeletewahahahaaaa...dreamy banget ndah...
ReplyDeletesemacam membaca kisah peterpan bercampur narnia...
hiks...bikin buku dongeng gih... keren lo...
Riaa.. ahahaha, thanks :D
ReplyDeleteG.. gua juga mauu dikunjungi ama peri kata2, ahahaha.. ntar kalo dia udah mampir ke tempat elo, kasih tau alamat rumah gua ya, G!
Melii.. huehehe, jadi berbunga2 yaa?
Mbak Endahh.. aihh, masa sih romantis? Thanks, Mbak Endah ;)
Windaa.. makasih lhoo :D Pengen bangets bisa bikin buku dongeng ^o^
Wow indahnya... ada perinya :-D
ReplyDeleteDuh...seperti kisah...(sensorr)..hehehe..emang indah jatuh cinta itu...
ReplyDeleteIndahhhhh..gak pernah berubahhh...))..miss you, pal!!!
ReplyDeletepenggambaran utk emosi org g sdg jatuh cintanya dapat tapi tralu berlama-lama dengan narasi emosi membuat pembaca bosan.
ReplyDeletesuka banget ending-nya. aku juga lagi ngerasain hal yg sama, kembali jatuh cinta pada dunia tulis menulis.
ReplyDeletehmmm... semoga aku bisa menggeluti dunia ini lagi dengan serius. Chayooo!!! ^_^
Eum, bisa minta Curly Cupid Amorenya menjenguk saya juga kah...??
ReplyDeleteSeperti membaca dongeng...
aseli kereen, ah jatuh cinta semua selalu indah...
ReplyDelete