Aku berdiri termangu disana di bawah derasnya hujan yang menyirami bumi menunggu seseorang yang hingga kini tidak kunjung datang. Oh, betapa ingin aku melihat wajahnya kembali saat ini. Seandainya ia tahu betapa aku merindukannya walau setelah semua yang ia lakukan padaku. Bahwa aku akan selalu memaafkannya untuk semua yang telah ia perbuat.
Masih jelas dalam ingatanku ketika pertama kali bertemu saat di bangku sekolah. Ia adalah murid baru pindahan dari sekolah sebelumnya. Ia memang bukan cinta dalam pandangan pertama karena terus terang saja aku merasa takut ketika pertama kali melihatnya. Ia terlihat lebih dewasa walau masih dalam pakaian seragam putih abu – abunya. Matanya menatap tajam menyapu sekeliling ruangan kelas seolah menantang siapa saja yang hendak mencari perkara dengannya. Apakah mungkin seharusnya ia berada di kelas tiga dan bukan di kelas dua bersama dengan dirinya?
*cerita lengkap dapat di baca di buku pertama kami *
Tags:
#FictionholicSociety,
Drama,
Ria Tumimomor
Kampung Fiksi adalah komunitas dan platform literasi yang didedikasikan untuk mendukung perkembangan penulis fiksi di Indonesia. Sejak berdiri, Kampung Fiksi telah menjadi ruang kreatif bagi para penulis untuk belajar, berbagi, dan berkarya. Melalui program-program unggulan seperti #J50K—tantangan menulis 50.000 kata dalam satu bulan—dan berbagai workshop serta diskusi literasi, Kampung Fiksi terus mendorong munculnya karya-karya fiksi yang otentik dan bermakna.Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Kampung Fiksi menjadi tempat di mana cerita-cerita hebat dimulai dan komunitas literasi di Indonesia tumbuh bersama.
Wuuuaaahhh... Ria banget nih. Kayaknya loe memang musti nulis cerita yg seperti ini.
ReplyDeletehahahaha, masih keliatan ya ini tulisan gue? Gak jadi posting di aklter account deh :D
ReplyDeleteBukaaaan, maksud gw, elo kalo nulis yg semacam2 ini bagus. Jadi memang beda2 cerita yg ada di sini. Ini bagus nih... wah gw jadi mikir, kalo gw mau nulis dari sisi yang mana yaaaaa????
ReplyDelete:D hmmmm, like prosa evaluna?
ReplyDeletenyahahahahaaa... apa iya prosa evaluna gw pajang di sini? gw malahan punya pikiran hihihi
ReplyDeletehurm.....
ReplyDelete@Ge kepanjangan kalau disini :D Langsung jadi buku ajah
ReplyDelete@Dea EHM
haduh, gelap. aku suka ketika pembaca tidak langsung dengan gamblang diberitahu apa yg mereka lakukan di gazebo. tadinya kirain, mereka cuma bercerita layaknya orang-orang yang kesepian. keren!
ReplyDeleteKok aku sedih ya setelah selesai baca? Terasa sepi, gitu lho... atis kalo orang Jawa bilang: dingin, sepi, sendiri...
ReplyDeletebener @Mbak Endah, rasanya dingiiiin.. kebayang dia menunggu-nunggu, dan nggak ada yang nyariin lagi.. :'( sebagai kutu buku dan a loner, saya merasa ngeri membacanya, hakhakhakhak...
ReplyDeletewuaduuuh, sama sekali nggak nyangka kalau ceritanya akan berjalan ke arah tragedi kayak gini....
ReplyDeletehebat mbak, bisa membawa-bawa pikiran yg baca kemana-mana dulu, dan jreng jreeeng...
kereeen...
Keterlaluan! Ngebaca ini gua ngerasa marah ama kepala sekolahnya! Gimana bisa dia nerima anak pindahan dengan "kasus" seperti ini di sekolahnya itu! Tidakkah dia peduli ama anak2 asuhnya itu?! Terlaluu!
ReplyDeleteBtw, untuk si "kamu".. hikss.. kenapa nasibmu harus berakhir seperti ini? :( Kalau saja "kamu" mengikuti insting pertamamu itu untuk segera berlari pergi dari tempat itu, mungkin keadaannya akan berbeda..
Dan untuk Ria, sang penulis cerita ini.. huaaa.. kereeeenn!! ^o^
and ladies thank you for reading this... I will give another 24 hour before deleting this story... but I will copies all your kind comments :D (buset deh... gue udah kayak oscar ceremony ajah)
ReplyDelete