Membaca dan Mereview Dongeng: The Blue Light

The Blue Light atau yang saya terjemahkan sebagai Lentera Api Biru (kalau ada istilah lain yang lebih tepat, tolong diinformasikan) adalah salah satu dari cerita rakyat Jerman yang dikoleksi oleh Grimm bersaudara. Kita akan melihat beberapa kesamaannya dengan cerita yang populer sekali di seluruh dunia. Silakan ditebak setelah membaca dongeng ini. Dongeng ini tidak terikat copyright dan dapat disebarkan secara bebas, bahkan untuk tujuan komersial sekalipun. Saya terjemahkan dari terjemahan bahasa Inggris oleh John Irons yang bisa dibaca di sini.

Berikut, silakan menikmati terjemahan ala miss G di bawah ini, discroll untuk membaca selengkapnya, ya. Dan jika ada terjemahan yang dirasa kurang pas, silakan diinformasikan pada kolom komentar.

THE BLUE LIGHT (Lentera Api Biru)

Ada seorang prajurit yang selama bertahun-tahun dengan setia melayani rajanya. Tetapi ketika perang berakhir, dan prajurit itu tak dapat lagi melanjutkan pengabdiannya karena luka-luka yang dideritanya, raja berkata kepadanya 'Kamu boleh pulang, aku tidak lagi memerlukanmu. Kamu tidak lagi menerima upah, karena upah hanya dibayarkan untuk mereka yang masih melayaniku.' Mendengar hal ini si prajurit tak tahu bagaimana dia akan hidup nantinya. Dia pergi dengan perasaan sangat sedih dan melangkah tak tentu arah hingga menjelang malam dan ia tiba di sebuah hutan. Ketika hari menjadi semakin gelap, ia melihat cahaya lalu mendekatinya dan tiba di sebuah rumah tempat tinggal seorang penyihir. 'Tolong berikan aku tempat menginap untuk malam ini dan sedikit makanan dan minuman,' katanya kepada penyihir, 'karena kalau tidak, aku pasti mati.' 'Oho!' jawab penyihir, 'siapa yang mau memberikan apapun untuk prajurit yang mangkir dari tugasnya? Tapi, aku akan berbaik hati dan menerimamu, dengan syarat kamu melakukan apa yang aku tugaskan.' 'Apa yang akan kamu tugaskan kepadaku?' tanya si prajurit. 'Tugasmu adalah menggali kebunku besok pagi.' Prajurit menyanggupi tugas tersebut dan besok paginya dia mulai bekerja, tetapi hingga petang hari tiba dia tidak sanggup menyelesaikan tugas tersebut. 'Aku mengerti,' kata tukang sihir, 'kamu tidak sanggup lagi bekerja untuk hari ini. Aku memperbolehkanmu  tinggal satu malam lagi, tetapi besok pagi kamu harus membelah kayu sebanyak satu gerobak penuh untuk kayu bakar.' Prajurit menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk membelah kayu, dan malam itu penyihir menyarankannya untuk tinggal satu malam lagi. 'Kamu hanya perlu melakukan satu pekerjaan kecil lagi untukku besok pagi, di belakang rumahku ada sumur tua yang sudah kering, lenteraku jatuh ke dalamnya, lentera itu memiliki api berwarna biru dan tidak pernah mati--yang harus kamu lakukan adalah turun dan mengambilkannya untukku.' Keesokan hari, penyihir tua itu membawa prajurit ke sumur dan menurunkannya dalam sebuah keranjang. Prajurit menemukan lentera berapi biru dan memberi tanda agar penyihir menariknya ke atas. Si penyihir mulai menariknya ke atas, tetapi sebelum ia sampai ke tepian sumur, penyihir mengulurkan tangan hendak mengambil lentera itu darinya. 'Tidak,' kata prajurit menyadari niat buruk penyihir, 'aku tidak akan menyerahkan lentera ini sampai kedua kakiku sudah menginjak tanah dengan selamat.' Lalu penyihir itu menjadi murka, dibiarkannya si prajurit jatuh kembali ke dalam sumur dan ditinggalkannya di sana.

Prajurit yang malang itu jatuh--tanpa melukai dirinya--ke lantai sumur yang lembab dan berlumut tebal, dan lentera berapi biru itu masih tetap menyala, tapi apa gunanya? Prajurit sadar ia pasti mati di dalam sumur ini. Dia duduk termenung, hatinya sedih, dimasukkannya tangannya ke dalam saku dan menemukan pipa-nya, masih ada tembakau di dalamnya. 'Ini akan menjadi kenikmatan terakhirku,' pikirnya, dikeluarkannya pipa itu, dinyalakannya dengan api biru dan mulai merokok. Ketika asap rokok mulai memenuhi lorong sumur, tiba-tiba saja muncul gnome hitam berdiri di depannya, sambil bertanya 'Tuan, apa keinginanmu?' 'Memangnya siapa aku sehingga bisa menyuruhmu melakukan keinginanku?' tanya si prajurit dengan takjub. 'Aku harus melakukan apapun,' jawab si gnome, 'yang kamu ingin aku lakukan.' 'Baiklah,' kata si prajurit, 'kamu bisa mulai dengan menolong aku keluar dari sumur ini.' Si gnome memegang tangannya dan menuntunnya melalui sebuah terowongan. Prajurit itu tidak lupa untuk membawa api biru bersamanya. Dalam perjalanan mereka, cahaya api itu menunjukkan kepada prajurit harta karun yang sudah dikumpulkan dan disembunyikan si penyihir di dalam terowongan itu, dan prajurit mengambil sebanyak-banyaknya emas yang dapat dibawanya. Ketika sudah kembali berada di atas tanah, prajurit itu memerintahkan kepada gnome, 'Sekarang, pergi dan ikat penyihir tua itu dan bawa dia ke pengadilan.' Tidak lama kemudian, penyihir itu muncul seperti diseret angin dengan secepat kilat sambil menjerit kencang, dan hanya sebentar kemudian gnome sudah kembali, 'segalanya sudah dilaksanakan seperti yang diperintahkan,' katanya, 'dan si penyihir sudah dihukum gantung sekarang juga. Nah, Tuan, sekarang apa lagi keinginanmu?' tanya si gnome. 'Tidak ada lagi untuk sementara ini,' jawab si prajurit, 'kamu boleh pulang, tapi kalau kupanggil, segeralah datang.' 'Yang harus kamu lakukan,' jawab si gnome, 'adalah menyalakan pipa dengan api biru -- dan aku akan muncul di hadapanmu.' Setelah itu ia menghilang.

Kemudian prajurit kembali ke kota darimana ia berasal. Dia memasuki penginapan paling bagus dan membuat pakaian paling indah untuk dirinya, lalu ia memerintahkan pemilik penginapan untuk menyiapkan kamar yang terbaik bagi dirinya. Ketika semuanya siap, prajurit itu pindah ke sana, lalu ia memanggil si gnome hitam dan berkata, 'Aku sudah melayani raja dengan setia, tetapi ia mengusirku begitu saja dan tega membiarkan aku mati kelaparan, sekarang aku akan membalas perbuatannya.' 'Apa yang harus aku lakukan?' tanya si gnome. 'Larut malam nanti, ketika putri raja sudah tidur, bawa dia ke sini untuk menjadi pelayanku.' Si gnome berkata, 'untukku ini hal yang mudah dilakukan, tapi untukmu ini hal yang berbahaya. Kalau apa yang kamu lakukan ini ketahuan, bisa jadi bencana bagimu.' Ketika jam berdentang pada tengah malam, pintu terbuka lebar, dan gnome masuk sambil membopong putri raja. 'Aha, ini dia!' teriak si prajurit. 'Turun dan bekerja sekarang juga! Ambil sapu dan sapu seluruh ruangan.' Ketika putri raja sudah selesai, prajurit memerintahkannya untuk mendekati tempat dimana ia sedang duduk, diselonjorkannya kakinya ke arah putri raja dan berkata, 'lepaskan sepatu bot-ku,' lalu dilemparkannya sepatu-sepatu itu ke muka putri raja dan dia harus mengambilnya kembali, membersihkannya dan menyemirnya hingga mengkilat. Putri raja melakukan semua itu dengan patuh, tanpa berkata apa-apa dan matanya setengah tertutup. Ketika ayam berkokok, gnome cepat-cepat membawa pulang putri raja ke istana dan meletakkannya kembali di tempat tidurnya.

Pagi hari, ketika putri raja bangun, dia menceritakan kepada ayah dan ibunya bahwa ia mengalami mimpi yang sangat aneh, 'Aku dibawa lari dengan sangat cepat melewati jalan-jalan lalu dan dimasukkan ke kamar seorang prajurit, yang memperlakukan aku seperti seorang pelayan, aku harus menyapu dan menyemir sepatu bot-nya. Semua itu cuma mimpi, tapi aku merasa kelelahan seperti benar-benar sudah melakukan semuanya.' 'Bisa saja mimpi itu memang nyata,' kata raja, 'Aku punya nasehat untukmu, isi saku bajumu dengan biji kacang dan lubangi sakumu; jika kamu diambil lagi, biji-biji kacang akan jatuh dan membuat jejak di jalanan.' Ketika raja mengatakan semua ini, si gnome sedang berdiri tanpa kelihatan di dekatnya dan mendengar apapun yang dikatakannya. Malam itu, saat gnome membopong putri raja yang sedang tidur melewati jalan-jalan kota, beberapa biji kacang memang jatuh di sepanjang jalan, tetapi biji-biji itu tak dapat meninggalkan jejak, sebab si gnome yang cerdik telah lebih dulu menyebarkan biji-biji kacang di seluruh jalan-jalan di kota. Dan putri raja harus dengan patuh kembali bertugas menjadi pelayan prajurit sampai ayam berkokok.

Keesokan hari, raja mengirim orang-orangnya untuk mencari jejak, tetapi usaha itu sia-sia saja, karena di jalan-jalan, anak-anak miskin bermunculan dan memunguti biji-biji kacang--mereka berkata 'semalaman turun hujan kacang.' 'Kita harus memikirkan cara lain,' kata raja, 'tetap pakai sepatumu saat kamu tidur, dan sebelum kamu pergi dari kamar prajurit itu nanti, sembunyikan sebelah sepatumu di sana. Aku pasti akan berhasil menemukannya nanti.' Gnome hitam juga mendengar saran raja tersebut, dan ketika pada malam hari si prajurit memerintahkannya untuk menjemput putri raja lagi, gnome menasehati prajurit untuk tidak melakukannya sebab menurutnya kecerdikan raja kali ini tidak dapat dikalahkannya dan jika sepatu putri berhasil diketemukan di dalam kamar prajurit keadaan akan menjadi sangat buruk untuk si prajurit. 'Lakukan saja apa yang kukatakan,' jawab si prajurit, dan malam itu, sekali lagi, putri raja harus bekerja sebagai pelayan lagi untuk malam yang ketiga; tetapi sebelum dia dikembalikan, dia berhasil menyembunyikan sebelah sepatunya di bawah tempat tidur prajurit.

Keesokan hari, raja menyuruh orang-orangnya mencari sepatu itu di seantero kota: sepatu itu diketemukan di kamar si prajurit demikian pula si prajurit, yang atas desakan si gnome berusaha melarikan diri tetapi dengan segera tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sayangnya, dia kelupaan memasukkan benda paling berharganya--api biru dan semua emasnya, yang ada di dalam sakunya hanya satu koin emas. Saat sambil dibelenggu dengan rantai-rantai besi ia berdiri di dekat jendela kamar penjaranya, ia melihat salah satu teman prajuritnya lewat di depan jendela itu. Diketuk-ketuknya jendela dan saat orang itu datang mendekatinya, dia berkata, 'berbaikhatilah, tolong ambilkan bundelan kecil yang kutinggalkan di penginapan--ini sebuah koin emas, hadiah untukmu.' Temannya cepat-cepat pergi dan kembali dengan membawakan bundelannya. Segera setelah si prajurit kembali sendirian di dalam ruang penjaranya, dinyalakannya pipa-nya dengan api biru dan gnome pun muncul. 'Jangan kuatir,' kata gnome kepada tuannya, 'pergi kemana mereka akan membawamu, dan biarkan saja apa yang akan terjadi, tapi bawalah api biru bersamamu.' Keesokan hari, ketika prajurit dibawa untuk diadili, walaupun dia tidak melakukan kejahatan, hakim menjatuhkan hukuman mati. Saat ia digiring keluar, dia mengajukan permintaan terakhirnya kepada raja. 'Apa permintaan terakhirnya?' Tanya raja. 'Di saat terakhir aku diijinkan untuk mengisap pipa untuk terakhir kalinya.' 'Kamu boleh merokok tiga pipa,' jawab raja, 'tapi jangan berpikir aku akan mengampunimu.' Lalu si prajurit mengeluarkan pipa dan menyalakannya dengan api biru, dan ketika beberapa cincin asap keluar dari pipa, berdirilah gnome sambil menggenggam tongkat pemukul dan berkata 'Apa yang diinginkan oleh tuanku?' 'Hajar para hakim palsu dan tukang jagal sampai mereka jatuh terkapar, dan jangan ampuni juga raja yang sudah memperlakukan aku dengan sangat buruk.' Lalu gnome pun bergerak secepat kilat, berzig-zag, bolak-balik, dan siapapun yang terkena tongkat pemukulnya langsung jatuh ke tanah dan tidak berani bergerak sedikitpun. Raja sangat ketakutan, ia mulai memohon ampun, dan untuk menyelamatkan hidupnya ia terpaksa menyerahkan pasukannya dan kerajaannya--dan putrinya menjadi istri si prajurit.

Apa yang dapat kita petik dari kisah ini? Apa yang kamu peroleh dari kisah ini? Siapa protagonisnya, siapa antagonisnya, siapa yang menjadi penolong tokoh utama dan apa yang diperoleh tokoh utama pada akhirnya?

Ini resensi singkat ala saya:

Yang menarik dari dongeng ini bagi saya, adalah peran si gnome, yang sengaja tidak saya terjemahkan menjadi orang cebol tetapi tetap mempertahankan istilah aslinya. Mengapa peran gnome ini menarik? Sebab, ia tidak hanya menjadi mesin penghasil keinginan tetapi ia juga menunjukkan kualitasnya sebagai penasehat yang bijaksana bagi tokoh utama (kalau saja si tokoh utama ini penurut). Hal ini menempatkan gnome sebagai penolong utama dalam cerita, bagaikan Gandalf bagi Aragorn di Lord Of The Rings karangan Tolkien.

Penyihir tua, yang selalu saja takdirnya menjadi tokoh jahat, sebetulnya pada awal cerita justru tidak kelihatan jahat. Dia menolong si prajurit saat prajurit sangat membutuhkannya. Tapi, mungkin memang dengan motivasi untuk menyuruhnya mengambil lentera yang jatuh di sumur. Apa salahnya memanfaatkan seseorang, ya kan? Jahatnya justru ketika dia meninggalkan si prajurit di dalam sumur karena tidak mau menyerahkan lentera api biru. Malangnya nasib penyihir, hal itu dijadikan alasan kuat untuk menghukum mati si penyihir.

Yang betul-betul kasihan dalam cerita ini adalah putri raja. Dialah korban sesungguhnya dari perseteruan antara raja dan prajurit. Bayangkan, diculik, dijadikan budak lalu dipaksa untuk menjadi istri orang yang sudah memperlakukannya seperti itu. Kesimpulannya: Apes banget menjadi seorang putri raja pada jaman itu.

Bagaimana menurutmu?

Post a Comment

0 Comments