Halo #fictionholic
apa kabar? Berapa buku yang kamu baca bulan ini? Kalau saya banyak sekali
*pamer. Tahukah Fictionholic kalau
awal bulan lalu kampung fiksi lagi
senang? Salah satu admin kami Mbak Nastiti Deni baru saja menerbitkan novel
perdananya. Novel itu berjudul (bukan) salah waktu dan diterbitkan
Bentang Pustaka. Beberapa waktu lalu kampung fiksi dan Bentang juga baru
launching novel ini, loh. Di Rabview kali ini, tukang review kampung fiksi akan
mereview novel ini.
Bukan salah waktu dimulai oleh adegan Sekar, tokoh utama
perempuan dalam novel ini yang mimpi terkurung
dalam sebuah ruangan sempit. Mimpi itu dimulai ketika Sekar memutuskan untuk
berhenti bekerja dan menjadi Ibu rumah tangga dengan alasan fokus mengurus
suami. Untuk sebuah pembukaan novel,
menurut saya ini ide yang cukup briliant. Ini bisa jadi salah satu saran bagus buat Fictionholic
yang sedang bikin novel. Mulailah novelmu dengan adegan yang keren dan jangan
pernah mulai novelmu dengan bangun tidur.
(foto diambil dari Hadisome.wordpress.com)
Selain Mimpi, Sekar dihadapkan
pada tiga hal
pelik. Satu, dia belum siap untuk jadi Ibu Rumah tangga
karena dia tidak bisa masak dan tidak bisa diharapkan dalam melakukan perkerjaan
rumah tangga. Dua, dia tidak terus terang pada keluarga suaminya kalau kedua
orangtuanya telah berpisah, padahal
buat sang suami, keterbukaan latar belakang keluarga adalah hal yang sangat
prinsipil. Dan tiga,
seorang pria bernama Bram tiba-tiba datang dan mengabarkan
bahwa suaminya, Prabu, sudah punya anak dari perempuan lain. Masalah-masalah itu bikin Sekar sukses
jadi wanita galau nomor satu di dunia. Dan puncaknya dia mengetahui rahasia
besar tentang jati dirinya. Bagaimana kelanjutan hubungan Sekar dan Prabu?
Apakah Sekar akan memaafkan Prabu? Apakah Sekar akhirnya jadian sama Bram? Bagaimana akhirnya Sekar
menjalani hidup yang harus terus berputar seiring waktu? Yups biarkan waktu dan
kalian temukan sendiri di novel keren ini.
(Bukan) salah waktu adalah novel tentang drama rumah
tangga dengan setting yang mengambil tema kehidupan
metropolitan di Jakarta. Menurut kami,
mbak Nastiti cukup cerdas dengan membuat plotnya maju mundur. Adegan saat ini tiba-tiba melompat ke peristiwa masa lalu ke peristiwa sekarang lagi. Point of view yang digunakan orang
ketiga serba tahu. Penokohan bisa saya katakan cukup baik Cuma saya gemes sama
Prabu yang lemah karena tampaknya tidak merealisasikan keinginannya untuk
mempertahankan pernikahannya dengan Sekar. Secara teknis Novel ini well edited-lah (tepuk tangan untuk
editornya Mbak Fitria) saya tidak
menemukan typo atau salah ketik, dan alirannya sangat enak untuk dibaca.
Untuk kalian
fictionholics, kayaknya rugi banget kalau melewatkan karya yang satu ini.
Kenapa? Karena ada banyak kelebihan dalam novel ini. Mbak Nastiti mencoba
merangkai kata-kata dengan baik, pemilihan kata yang apik, dan ide cerita yang
biasa dapat dibuat menjadi spetakuler. Penuturan
yang sangat kronologis sekali dan tentu saja penokohan yang baik.
Hanya saja
ada beberapa hal yang masih mengganjal saya sebagai penyuka novel. Ada beberapa
clue yang seolah-olah hilang, seperti
bagaimana Prabu dan Sekar bertemu dan memutuskan menikah. Yang kedua blurb-nya, saya selalau terganggu dengan blurb berbentuk puisi karena menurut saya sebuah blurb itu harus berisi ringkasan cerita
novel. Tapi itu tidak mengurangi ke-kece-an novel ini kok. Bahkan kita bisa memetik hikmah dan pesan dari novel ini.
Pesan yang dapat kita petik dari
Novel berjumlah 244 halaman ini banyak, saya rangkum tiga pesan. Yang pertama, jangan
pernah berbohong dengan Suami/Istri Anda percayalah pasti bakal ketahuan. Menikah itu bukan perkaran sah di depan penghulu atau
bersedia di depan pastor tetapi lebih daripada itu. Kalian siap atau ngga
secara batin menerima kekurangan pasangan dan masa lalunya yang mungkin buruk
kaya Prabu. Yang kedua Jadi orang
tua tidak boleh membanding-bandingkan anak, ngga baik buat pertumbuhan
psikologisnya. Yang ketiga memaafkan adalah senjata ampuh untuk kebahagian kita
dan orang lain. Selamat membaca!
Sekian
Ditulis oleh
: Ajen Angelina
Editor: Hadi
Samsul
Makin penasaran sama novelnya
ReplyDeletewah... bulan ini jarang baca buku..
ReplyDeleteselalu mencoba membaca-baca buku di sela-sela kesibukan, tapi sehari paling cuma beberapa lembar aja...