Beberapa penulis memulai dan mengembangkan cerpennya tanpa tujuan yang
jelas. Akibatnya jalan cerita tersasar dan bertele-tele yang tidak perlu. Cerita
pendek hanya mengemukakan suatu aspek saja secara tajam. Cerita pendek menjadi
tajam dan jelas justru lantaran keterbatasan objeknya itu. Dalam sebuah cerpen
tak mungkin bercerita tentang watak yang lengkap. Yang bisa kita kemukakan
hanyalah aspek watak: keserakahannya, keberaniannya, kepolosannya dan
sebagainya. Padahal dalam kenyataan watak bisa berubah dan berbagai macam
aspek. Hal demikian bisa dikembangkan dalam novel, tetapi tidak dalam cerita
pendek.
Inilah sebabnya segala adegan dalam cerpen harus terpilih secara ketat
sehingga memfokus betul pada sasaran yang hendak dicapai. Lantas bagaimana bisa
menyeleksi adegan? Sesuatu menjadi jelas dan kuat kalau jelas pula tujuannya. Harus
ada yang akan dikatakan. Dan jangan menulis sambil mencari apa yang akan
dikatakan. Pegangan pokok dalam menulis adalah: apa yang hendak saya kemukakan
dengan cerpen ini? Cerpen saya ini ingin membuktikan apa? Kalau tujuan sudah
jelas maka semua pikiran dan imajinasi selama menulis bisa diarahkan ke sana.
Tujuan adalah pegangan untuk mengembangkan imajinasi dan tanggapan kehidupan.
Selama penulis belum yakin benar akan apa yang hendak digarapnya, selama itu
pula ia menulis tanpa pegangan yang berarti ngawur tak menentu.
Ada tiga hal yang patut diperhatikan dalam menentukan arah penulisan
cerpen, yakni: tentang apa, dasar kepercayaan atau keyakinan hidup dan apa yang
akan dibuktikannya.
Tentang apa
Inilah objek cerpen. Dalam hal ini kita bisa menulis tentang segala
macam objek. Misalnya tentang kehidupan pelacur, kehidupan guru, kehidupan
tukang bakso, penggali kubur dan sebagainya. Atau bercerita tentang peperangan,
bencana, kecelakaan, percintaan, perkawinan dan sebagainya. Atau tentang
pengkhianatan, kemuliaan, kesalehan, kejujuran, kesembronoan dan sebagainya. Pokoknya
segala macam hal bisa kita bicarakan dalam cerita pendek. Objek itu bisa
diambil dari pengalaman hidup sendiri, pengalaman hidup orang lain,
berita-berita dalam koran dan sebagainya.
Dasar keyakinan
Setelah memilih suatu objek yang diketahuinya benar, lantas apakah sikap
dasar penulis sendiri? Menulis sebenarnya juga mengemukakan pribadi sendiri. Dengan
menulis pembaca bisa mengetahui bobot seseorang pengarang. Pengarang bisa
disimak watak dan sikap hidupnya melalui novel-novel atau cerpen-cerpennya. Inilah
sikap. Pengarang yang dewasa dan matang harus memiliki sikap hidup demikian. Sastra
bukan hanya khayalan dan barang permainan belaka. Ia adalah juga ekspresi
serius seseorang dalam menanggapi kehidupan ini. Di sinilah diperlukan dasar
keyakinan seseorang dalam tulisan-tulisannya. Kalau seseorang mau menulis
tentang pelacur, apa dasar keyakinan yang dibawanya? Apakah bahwa pelacuran itu
suatu kebutuhan, suatu keperluan mutlak? Apakah pelacuran itu suatu kemalasan
saja? Apakah pelacuran itu kenistaan dan dosa? Apakah pelacuran itu akibat
kondisi sosial? Apakah pelacuran itu kebobrokan moral? Apakah pelacuran itu justru
kepahlawanan? Keberanian dan sepi dari kemunafikan? Orang bisa mengambil sikap
yang beragam tentang pelacuran. Dan pengarang yang mau menulis tentang dunia
ini harus punya sikap dulu yang mendasarinya. Inilah sikap pengarang, kepribadian
pengarang, gaya seorang pengarang. Pengarang yang kuat adalah pengarang yang
selalu kembali pada gayanya. Artinya ia punya pegangan dalam melihat kehidupan
ini. Ia punya penilaian sendiri terhadap hidup ini. Jadi jelas pengarang bukan
tukang khayal melulu yang tak ada gunanya dalam kehidupan. Pengarang adalah
pemikir serius kehidupan ini. Ia harus punya pendirian yang kuat, jelas dan
mengakar! Bisa saja landasannya agama, moral, filsafat dan seterusnya. Tetapi
harus punya pegangan hidup dalam menilai.
Apa yang hendak dibuktikannya?
Cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita. Ini soal
teknis. Pengarang harus memiliki ketangkasan menulis, menyusun cerita yang
menarik. Tetapi cerita yang menarik tadi untuk apa? Misalnya seseorang memilih
objek kehidupan pelacur, dan berpegangan pada prinsip moral bahwa pelacuran itu
dosa dan patut dihapuskan, lantas apa yang hendak dibuktikan dengan ceritanya?
Di sini pengarang misalnya dapat berpegangan pada maksud menulis cerpennya
yakni bahwa bagaimanapun menderitanya seseorang asal dia punya prinsip moral
yang kuat tidak akan jatuh menjadi pelacur. Atau ingin membuktikan bahwa
pelacur yang rajin sembahyang hanya membuktikan bahwa perbuatan atau pekerjaan
itu tetap mengusik moralnya.
Itulah sekedar contoh buat memahami apa yang sebenarnya harus dipegang
oleh pengarang sebelum menulis. Untuk lebih meyakinkan lagi perlu kiranya tiga
hal tadi diformulasikan secara tertulis sebelum memulai mengetik cerpennya.
(Sumber: Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen karya Jacob Sumardjo)
makasih banget buat fictionholic. kebetulan aku lagi bikin berbagai kehidupan untuk di jadikan cerpen. postingan ini bisa bantu banget untuk menemukan ide2 baru dan jalannya cerpen. ^_^
ReplyDelete