Kasenda
melongok ke bawah tempat tidur. Ditariknya peti harta karunnya keluar, berusaha
membukanya. Tangannya gemetar tidak sabaran. Baru pada percobaan keempat,
Kasenda berhasil memasukkan anak kunci ke dalam lubang peti, memuatarnya, dan
mengeluarkan sebuah buku bersampul coklat dengan garis-garis biru yang cerah.
Buku corat-coret! Dengan segara dibukanya halaman yang terakhir. Tulisan
tangannya yang besar-besar terpampang di sana, ‘Tanggal 16 Mei. Perubahan sudah
dilakukan! Kali ini, memutuskan memakai sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang
berbeda akan terjadi apabila jarum jam dibelokkan ke kiri. Kepulangan Refo
adalah kunci!’
Refo!
Kasenda ingin memberondonginya dengan ratusan pertanyaan. Kemana saja Refo?
Kenapa dia menghilang dan kenapa dia kembali? Kenapa mendadak dia bisa bicara?
Bukan. Kenapa mendadak Kasenda bisa berkomunikasi dengan Refo?
Kali
ini, teriakan Mama dibarengi dengan gedoran di pintu, “Kasenda! Sudah jam enam
lewat sepuluh!”
“Sebentar,
Ma,” Kasenda balas berteriak. Dipalingkannya wajahnya kepada Refo yang sedang
duduk dengan sikap siaga. “Refo, kita tidak punya banyak waktu. Pergi ke
sekolah berarti kehilangan 5 jam waktu yang dapat dipakai untuk berusaha
memecahkan teka-teki. Aku akan berpura-pura berangkat ke sekolah. Bisakah kamu
menjumpaiku di ujung jalan di samping kebun mawar, sebelum belokan ke sekolah?
Kita bisa bersama mencari Twittwit. Aku butuh bantuanmu.”
“Menurutmu,
kenapa kita kembali ke dua hari lebih awal? Ada sesuatu yang harus kamu temukan
di sekolah. Sesuatu yang bisa membantumu memecahkan teka-teki. Dan harus kamu
sendiri yang melakukannya, Kasenda.”
Guk!
Refo mengakhiri kalimatnya dengan kibasan ekornya yang bersemangat.
Sesuatu
di sekolah? Apakah itu berarti sesuatu yang berhubungan dengan pelajaran
sekolah? Sebentar. Hari ini akan ada pelajaran Sains, Puisi, Matematika dan
Musik di sekolah. Matematika! Celaka! Hari ini ada ujian Matematika di sekolah!
Dan Kasenda sama sekali belum belajar. Maksudnya, tentunya dia anak rajin yang
sering mengulang pelajarannya di rumah, tetapi, bagaimana mungkin Kasenda dapat
mengingat semua rumus Matematika saat ini, setelah semua petualangan dan
bolak-balik waktu? Duh, mana Pak Janggut terkenal sebagai guru yang tidak akan
segan-segan memberikan pelajaran tambahan di luar jam sekolah apabila ada murid
yang tidak lulus ujian..
“Kasendaaaaaaa!
Apakah Mama harus menyeretmu keluar dari kamar?”
Tidak
ada waktu lagi! Kasenda segera menyambar tas sekolah dan menjejalkan buku
corat-coretnya ke dalamnya. Dengan kecepatan yang mengagumkan, Kasenda
mengganti piama tidurnya dengan kaus berwarna oranye cerah dan celana jeans
selutut. Sekolah Kasenda memang sekolah yang tidak mengharuskan murid-muridnya
memakai seragam ke sekolah. Kasenda berlari keluar, menyambar sepotong roti
dari atas meja makan, memasukkannya sekaligus sambil berseru, “Ma, Kahsendah
berghakat!”
Masih
didengarnya teriakan Mamanya sebelum Kasenda melesat keluar, meninggalkan pintu
depan tidak tertutup. “Kasenda, jangan terbiasa bicara dengan mulut penuh!”
*****
Di
dalam kelas, Kasenda mengikuti pelajaran dengan gelisah, setengah hati
sekaligus bersemangat. Dia menunggu-nunggu sesuatu. Semacam petanda. Kasenda
tidak tahu petanda seperti apa, tetapi dia yakin akan tahu dengan sendirinya.
Pelajaran pertama berlalu begitu saja. Tidak ada yang terjadi. Pelajaran
berikutnya, Puisi, juga sama, terkecuali Kasenda hampir mati kebosanan. Setelah
jam istirahat, pelajaran dilanjutkan dengan Matematika, dan Pak Janggut,
tentunya ini bukan nama yang sebenarnya, seperti yang sudah direncanakan,
memberikan ujian. Kasenda menggigit-gigit pensilnya. Dari 10 soal yang
diujikan, ajaibnya, dia mampu menjawab 6 soal. Mudah-mudahan semuanya benar,
dan Kasenda tidak harus tinggal untuk pelajaran tambahan siang ini. Kasenda
merasa lega, tetapi juga berdebar-debar, karena masih tidak ada sesuatu yang
aneh terjadi.
Pelajaran
terakhir adalah Musik. Bu Elli, guru Musik yang baik hati dan suka memakai
sepatu pantofel, tidak masuk. Dia digantikan oleh seorang guru muda berwajah
kecil dengan rambut pendek awut-awutan seperti tidak pernah disisir. Anak-anak
belum pernah melihat guru itu sebelumnya. Berdiri di depan kelas, guru itu
memperkenalkan dirinya sebagai Bu Tiwit. Suaranya mencericit, mengingatkanmu
pada suara seekor tikus.
Tiwit!
Aha! Kasenda hampir terloncat dari tempat duduknya. Bukankah nama Tiwit mirip
dengan Twittwit? Apakah berarti, Bu Tiwit ini adalah petanda yang
ditunggu-tunggu untuk memecahkan teka-teki? Belum habis Kasenda berpikir, Bu
Tiwit terlihat mengeluarkan sebuah suling berwarna hijau yang cantik sekali.
Ketika Bu Tiwit mulai memainkan sulingnya, semua murid terdiam. Suara yang
dihasilkan suling tersebut indah sekali, lembut dan magis, seperti suara yang
datang dari tempat jauh yang indah, mendatangkan kerinduan. Kasenda menyimak ketukan-ketukan
yang dihasilkan oleh nadanya. Seolah-olah, suling tersebut menyampaikan pesan
kepadanya. ‘Re-Fa-La-Do-Do-Do-Mi-Sol-Mi’. Nada tersebut terus bermain-main di
pikiran Kasenda.
Kasenda
merasa dia harus menemui Bu Tiwit sebelum pulang sekolah. Apa arti dari lagu
yang dimainkan Bu Tiwit tadi? Dari mana ia berasal? Terbuat dari mana suling
tersebut?
Tepat
sebelum lonceng tanda berakhirnya kelas berakhir, Pak Janggut masuk ke dalam
kelas dan mulai membacakan nama murid-murid yang tidak lulus ujian Matematika.
Dari jendela kelas, dilihatnya Bu Tiwit berjalan ke arah gerbang sekolah.
Suling hijau di tangannya berayun-ayun seolah mengangguk kepada Kasenda. Bu
Tiwit memakai topi runcing yang aneh, berwarna ungu dengan lonceng kecil di
ujungnya. Kasenda mengenal topi itu! Topi yang biasa dipakai Twittwit!
Di
depan kelas, Pak Janggut menyebutkan nama siswa terakhir yang harus tinggal
untuk pelajaran tambahan di sekolah; Kasenda.
0 Spots:
Post a Comment