Hari Sabtu tanggal 2
February, Kampung Fiksi yang dengan para wakilnya (ehm) : #DJTwitKF RiaTumimomor disertai oleh Nastiti; atas undangan Penerbit Mizan berkesempatan menghadiri
diskusi buku Alazhi Perawan Xinjiang karya Nuthayla Anwar. Lokasi tempat
diskusi berada di area Mall Bellagio Mega Kuningan.
Dari meeting point di Plaza
Senayan meluncurlah kami berdua menuju area Mega Kuningan dan masuk ke area
Bellagio Mall. Di undangan tertera kalau tempat diskusi berada di Soul In Café
maka kesanalah kami menuju. Eh, sampai disana ada mbak Esti yang menyambut di
depan dan langsung mempersilahkan kami untuk segera masuk dan makan siang. Didalam
kami disambut oleh seorang wanita cantik yang dengan ramah menyapa dan
menanyakan nama kami. Setelah memperkenalkan diri kalau kami datang mewakili
Kampung Fiksi dia langsung mempersilahkan untuk mulai menikmati makanan yang
disediakan.
Diskusi ini selain
menghadirkan penulisnya: Nuthayla Anwar, ada juga narasumber lain yaitu:
Damhuri Muhammad (esais, kurator sastra Media Indonesia) dan Hudan Hidayat
(pengamat sastra, cerpenis). Acara diskusi dipandu oleh: Binhad Nurrohmat. Ketika
acara berlangsung baru deh nyadar kalau cewek cantik yang menyapa kami
adalah…jreng, jreng… sang penulis buku yang akan menjadi bahan diskusi ini. Jadi
buku ini bukan terjemahan melainkan memang hasil karya penulis Indonesia.
Acara dimulai dengan
pemutaran video mengenai kerusuhan yang terjadi di Xinjiang, provinsi barat
daya China. Kemudian sekilas diceritakan tentang isi buku tersebut yang
bercerita tentang keluarga etnis muslim Uyghur dengan tokoh utamanya: Alazhi. mengenai wanita suku Uyghur bernama: Alazhi. Alazhi dan kedua saudarinya akhirnya
meninggalkan rumah, mengejar kehidupan yang mereka inginkan. Apakah mereka
berbahagia dengan keputusan itu? Atau ada tragedi yang membayangi akibat keputusan mereka? Pergolakan tokoh
ceritanya yang disampaikan dalam buku tersebut.
Sang pembawa acara sampai bertanya-tanya, mengapa ya buku best seller
umumnya bercerita tentang tragedy?
Novel ini menceritakan
adanya konflik batin, dimana tokohnya keluar berusaha merubah jalan hidupnya.
Problema keluarga yang bisa terjadi di mana saja. Novel-novel besar yang
bercerita mengenai tragedy. Mengingatkan bahwa kemanusiaan perlu diperjuangkan.
Dalam diskusi akhirnya kami mendapat
informasi kalau tokoh Alazhi benar-benar ada dan dirinyalah yang menjadi sumber
inspirasi Nuthayla dalam menyusun kisah ini. Bukan berarti tidak ada kesulitan
karena kendala bahasa terjadi sehingga Nuthayla harus menggunakan penerjemah.
Selebihnya, tentu saja melalui riset yang tidak dalam waktu singkat. 10 bulan
total novel ini akhirnya berhasil dirampungkan.
Dalam menulis, Nuthayla mengaku sering menangis karena tulisan ini
adalah kisah tentang perjalanan batin. Lewat pemutaran video kami juga
menyaksikan secara singkat kehidupan suku Uyghur.
Acara tanya jawab
berlangsung terutama mengenai proses pembuatan novel. Misi Nuthayla dalam menulis novel ini adalah
kita sebaiknya menghargai perbedaan, belajar mencintai sesama. Dan sebagai sesama
manusia kita harus bisa membangun empati.
Akhirnya acara diskusi
tersebut berakhir dengan penandatanganan buku dan tentu saja foto bersama.
Terima kasih untuk Peter
dari Penerbit Mizan yang sudah mengundang kami ke acara diskusi buku Nuthayla
Anwar ini. And thanks juga untuk
Nuthayla Anwar yang ramah banget kepada kami berdua.
0 Spots:
Post a Comment