Sepertinya
dia membutuhkan persiapan lebih sebelum memutuskan untuk datang ke sini. Keila
menyadari hal itu sekarang ini. Tetapi sudah terlambat. Dia sudah berada di
sini, di depan pintu kamar nomor 713. Tangannya sudah mengetuk pintu itu tiga
kali dan kini pintu itu terbuka lebar.
“Keila?”
Mario berdiri di sana,
nampak terkejut.
“Siapa,
sayang?” Belum habis rasa terkejutnya, terdengar suara seseorang dari dalam
kamar.
Jantung Keila berdegup kencang. Astaga! Dia kenal suara itu. Jadi, semua yang dikatakan Brinna memang benar! Ada sesuatu yang harus diketahuinya tentang dia.
Jantung Keila berdegup kencang. Astaga! Dia kenal suara itu. Jadi, semua yang dikatakan Brinna memang benar! Ada sesuatu yang harus diketahuinya tentang dia.
Tapi
Mario?
Apa yang
dilakukan saudara kembarnya itu di sana?
Dari semua kejutan yang bisa dibayangkan olehnya, Mario tidak ada di dalamnya. Bahkan
namanya tak terlintas sedikit pun sejak dia memutuskan untuk mencari kebenaran
ini.
"Ngapain
kamu di sini?" Mereka berkata serempak. Insting kembar mereka tak pernah
berkurang hingga usia dua puluh tahun.
Si
pemilik suara yang menyapa Mario dengan "sayang" tadi kini hadir di
hadapan Keila. Dia tampak sama terkejutnya dengan si kembar yang kini tengah
berdiri berhadapan di pintu kamar. Rambutnya tampak basah, seperti baru selesai
mandi. Handuk kecil membalut tubuhnya. Dadanya terbuka bebas dan masih terlihat
berkilau oleh air yang belum sempat diseka.
Mendadak
kepala Keila terasa berputar. Laki-laki dalam balutan handuk itu dia. Orang
yang telah berhasil mengaduk-aduk perasaan Keila selama enam bulan terakhir.
Kalau bukan karena ingin memastikan segalanya antara mereka berdua, Keila tak
akan mengikuti saran Brinna untuk datang ke sana.
Mario
tampak panik dan cepat menyambar tangan Keila, membawanya ke lorong lantai
tujuh hotel itu. Tangan lainnya dengan keras menutup pintu kamar, meninggalkan
laki-laki itu masih berdiri mematung di dalam kamar.
"Ngapain kamu ke sini?" Suara Mario mendesis sambil menatap
sekeliling mereka dengan was-was.
"Kamu yang ngapain di sini?" Keila tidak mengerti kenapa dia
juga harus ikut mendesis.
Mario
menarik rambutnya dengan ekspresi gemas yang sudah Keila kenal seumur hidupnya.
Mario selalu bertingkah seperti itu jika dia merasa putus asa. Sebuah perasaan
iba menyelip dalam hatinya. Tapi logikanya membutuhkan penjelasan.
"Ngapain
kamu ada di kamar hotel berdua dengan Mas, eh, Pak Agung? Dan kenapa dia
memanggilmu sayang?" Keila berusaha mengatur suaranya agar tetap terjaga.
"Demi Tuhan, Mario! Apa yang sedang kalian lakukan?" Keila menjerit.
Usahanya untuk menjaga nada suaranya tetap tenang gagal sudah.
Mario
berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangan kekarnya. Keila
dapat melihat dia menggeleng-gelengkan kepalanya kini. Dia ikut berjongkok di
depan kembarannya itu.
"Aku
menebus nilai mata kuliahku ke sini, Kei," ujar Mario lemah.
Keila
mengerutkan keningnya. Dia menunggu penjelasan Mario selanjutnya.
"Kata
Brinna, Pak Agung bisa negosiasi nilai dengan mahasiswanya. Aku di sini
untuk...memperbaiki nilaiku." Ada
sedikit suara tercekat di akhir kalimat Mario. Keila ikut menelan ludah.
"Kalian ngapain?" tanya Keila. Seumur hidup, dia belum pernah
merasa sebodoh ini; menanyakan sesuatu yang tak ingin dia dengar jawabannya.
"Kamu
nggak usah tahu."
Dalam
kecepatan yang tidak bisa diduga oleh dirinya sendiri, sebuah perasaan marah
tiba-tiba saja sudah menguasai kepala dan tubuhnya. Keila berdiri dan berjalan
cepat menuju kamar itu lagi. Dia berusaha membuka pintu itu, namun terkunci.
Dia mengetok pintu dengan keras. Tak juga dibukakan, Keila mulai menggedor-gedor
pintu itu.
"Buka!
Dosen pengecut! Laki-laki hina! Kamu bilang kamu cinta padaku! Lalu sekarang
kamu ada di hotel dengan saudara kembarku! Sakit! Aku akan adukan kamu ke
polisi! Buka kataku! Bukaaa! Mas Agung, bukaaa!"
Keila
makin tak bisa menguasai kemarahannya. Terbayang olehnya bagaimana selama enam
bulan ini Mas Agung mendekatinya dengan begitu manis. Mengajaknya makan siang
selepas jam kuliah. Mengajaknya nonton di akhir minggu. Beberapa minggu yang
lalu Mas Agung mengajaknya menginap di sebuah vila di puncak. Ajakan ini yang membuat Keila
menunda kembali keinginannya untuk meresmikan hubungan mereka. Selain beberapa
alasan yang lainnya.
Keila
belum memberitahukan kedekatannya dengan Mas Agung kepada Mario. Dia baru
menceritakannya pada Brinna, sahabatnya. Selain itu, Mas Agung pun belum
mengatakan apa-apa selain hanya mengajaknya kencan ke berbagai tempat. Semua
ungkapan sayang dan cintanya selalu diiringi dengan menjamah beberapa bagian
tubuh Keila sambil menciumi wajah dan lehernya. Belum ada ajakan, “Maukah kamu
jadi kekasihku?” dari laki-laki itu
Pintu
itu tak juga terbuka. Mario mendekatinya. Keila berdiri dengan nafas
terengah-engah dan wajah marah yang masih tersisa.
"Kamu
pacaran sama dia?"
Keila
menggeleng lemah lalu menyeret langkahnya menjauhi kamar itu. Mario
mengikutinya sambil merangkul pundaknya. Mereka berjalan menuju lift untuk
meninggalkan hotel itu.
"Kenapa
tidak bilang padaku kalau kamu suka sama dia? Dan kenapa aku bisa nggak tahu
kalau kamu sedang dekat dengan dia?" Mario bertanya tidak mengerti.
"Kurasa
koneksi batin kita tidak sehebat itu, Rio. Aku
tak ingin memberitahumu dulu, karena kupikir kamu akan protes aku kencan dengan
dosen kita. Selama ini kamu selalu over protective melindungiku."
"Ternyata
aku yang butuh perlindunganmu. Maafkan aku, Kei." ujar Mario masih sambil
merangkul pundaknya di dalam lift. "Aku malu sekali pada diriku sendiri.
Ya Tuhan, please, jangan katakan pada siapa-siapa apa yang baru
kulakukan dengannya di sini, Kei! Please, jangan!" Suara Mario kini
berubah panik.
Pintu
lift terbuka. Mereka berjalan membelah lobi hotel kecil itu menuju pintu
keluar.
"Aku
akan simpan kejadian ini jadi rahasia kita dan Brinna, kecuali kalau si bangsat
itu macam-macam dengan kita," kata Keila dengan dingin. "Brinna
sebenarnya menyuruhku ke sini untuk melihat sendiri kelakuan brengseknya itu.
Tapi aku tak menyangka kamu dan dia... Ah, sudahlah..."
Keila
terus menyeret langkahnya dengan tangan Mario berada di pundaknya.
Dari
sebuah pojok kecil di lobi hotel, sepasang mata mengamati mereka berdua.
Pemilik sepasang mata itu tak sabar untuk menghibur Keila besok di kantin
kampus. Mendengarkan ceritanya, menghapus air matanya, mengelus pipinya,
memeluknya dan mungkin menciumnya. Apa pun akan Brinna lakukan demi gadis yang
dicintainya itu.
Oww...owwww...jd....eng ing eng...
ReplyDeletecinta dalam cinta, pfft banyak rahasia
ReplyDeletewew....
ReplyDeleteBrinna???
hahahahahahaha
awalnya agak pusing soalnya bingung mana yang cowo mana yang cewe.. aku kira mario cowok hehhe....
ReplyDeletetapi sampai di tengah2 udah ngerti kok... bagus gan!!! hehehhe....
Brinna cewek kan??
ReplyDeletewow!! satu kalimat terakhir itu langsung bikin merinding bulu kudukku xD