Ketika Hujan Punya Aksara ada Rindu di Tiap Tetesnya

Ketika Hujan Punya Aksara, ada Rindu di Tiap Tetesnya

Oleh G

laki-laki itu berwajahkan debu-debu jalanan yang setiap hari dipungutnya dari waktu-waktu kerjanya, yang mengejakan jam-jam panjang penantian dari awal hari hingga akhir bulan.

purnama selalu menandakan waktu, setengah bulan sudah berlalu.


ia selalu bercita-cita menjadi pengejar berita. baginya mereka adalah pahlawan-pahlawan perekam sejarah dan beragam peristiwa. hingga ia berjumpa dengan kekasihnya. wanita berpayungkan hujan di kepalanya dan pelangi di matanya.

perempuan itu berdiri di depan bangunan kokoh bersaratkan keseriusan angka-angka perputaran mata uang. tempat di mana payung-payung dipinjamkan ketika udara cerah dan angin sepoi-sepoi.


"ketika hujan turun, begitu deras di atas kepalaku, mereka meminta kembali payung yang mereka berikan." ujar perempuan itu sambil mengepulkan asap-asap mentol dari sela-sela bibirnya. jemarinya yang ramping memainkan sebatang rokok, ya, batang mimpi-mimpi ekonomi yang disandang tangan-tangan perempuan-perempuan pelintingnya. ia menghirup asap-asap itu, dengan nyaman, senyaman pengetahuannya bahwa ia meracuni paru-parunya setiap saat dalam helaan nikotin. "bukankah kita memang mati sedikit setiap hari,"desahnya, "ia hanya membantuku maju sedikit lagi menuju keabadian. apa salahnya?"

sejak memandang perempuan itu, laki-laki itu tahu apa yang diinginkannya di tengah hujan. ia ingin berlari mendapatkannya, merengkuh tubuh semampai itu dalam pelukannya dan melumat bibir indah itu hingga menghilang segala pekat dan geliat resah. mencumbu pelangi di matanya. mahkota keindahan itu adalah tetes-tetes hujan yang merembes membasahi rambut panjangnya.

perempuan itu menatapnya penuh teka-teki. hujan tidak menakutkan baginya. "kamu mungkin lebih suka berteduh, tetapi aku lebih suka berjalan di antara desah hujan. air ini membuat aku merasakan hidup. hidup yang tidak gersang semata-mata karena matahari. basah, adalah sahabat, yang memenuhi pori-poriku dengan kebutuhan untuk merasakan gigil dan gemeletuknya rindu. kau tidak pernah tahu arti rindu sebelum membiarkan hujan memandikanmu."

hujan, hujan, hujan, ejakan satu kalimat saja pada batara
hujan, hujan, hujan, petakan satu saja lingkar dalam aksara
hujan, hujan, hujan, rinaikan satu lagi lagu tentang asmara

"lalu kita sudahi berkata-kata tentang rindu dan huruf-huruf yang jatuh dari angkasa." perempuan itu mencibirkan bibirnya yang merah menyala. membiarkan titik-titik gerimis membasahinya. lembab. selembab matanya yang menjelmakan senja saat hari baru menjelang siang.

laki-laki itu terpaku pada tempatnya. mencoba menghalangi nafas berat dari hari yang menaungi dan siang yang berusaha begitu keras menghalau malam. mereka berada pada batas antara. putaran nasib dan pernyataan-pernyataan sekedar bicara. perempuan itu di sana. laki-laki itu di sini. ada berita di antara mereka, namun aksara tak mampu menjembatani. sementara laki-laki itu tak kenal cara lain selain mengetikkan kata-kata dan kalimat-kalimat. ia merasa lumat, saat perempuan itu berlalu dalam hujan yang menjadi serpihan abu-abu, debu-debu dan merapi yang bergolak, tipis dalam hanyut gelombang tinggi.

"kita akan bertemu kembali." perempuan itu mengangguk dari jauh. "bila kau ingin melihat pelangi, kau harus merasakan hujan terlebih dahulu." ia meninggalkan sepotong senyum yang membusur lewat senja di matanya. melemparkan sebarisan ciuman membara di udara, dan saat itu ledakan di langit memberi pertanda tentang bencana. laki-laki itu menggelengkan kepala, "entahlah." bisiknya kepada diri sendiri. perempuan itu menggelengkan kepala, "keraguan hanya milik mereka yang tak berani salah, tetapi selalu kalah."

10 comments:

  1. Huhuhuhu... hujan di awal Juni yang basah romantis... aku terpesona dengan hujan kata-katanya Mbak G, mengalir dan mengalir... duuuuh, kenapa juga Juni jadi hujan? harusnya panas ya? tapi memang hujan sih di Kampung Fiksi :D

    Sukaaaaa

    ReplyDelete
  2. Deasy... cepet banget, hahaha...

    Iya, ini tayang ulang yg dari Kompasiana ^_^ Udah ada yg lainnya untuk besok pagi, pokoknya jatah saya jam 8 ya (menetapkan sendiri) Hihihi, nnti jam 10 Puisi2 Naim Ali, jam 11 puisi2 budi, jam 12 puisinya deasy.

    ReplyDelete
  3. Aih...aih..aih..hujan...hujan....


    romantis...

    *ngeliat jatah jam udah dibagi-bagi... mau minta jatah baca aja ah...*

    ReplyDelete
  4. Uleeeeng tenang ajah, udah dijadwal untuk hari ini ;)

    ReplyDelete
  5. selalu gak bisa bikin tulisan yang kaya gini .. ngiri nganan .. ;)

    ReplyDelete
  6. aku kiraii tadi puisi...Kalo G ulis ngak usah diragukan lagi...dan gw selalu sukaaaa...

    ReplyDelete
  7. Komentar lagi ah...

    Bila kau ingin melihat pelangi, kau harus merasakan hujan terlebih dahullu


    Rasional dan romantis... :D

    ReplyDelete
  8. jujur deh, ini tulisan G yang pertama kali aku baca. langsung terpesona! *tepuktanganmeriah*

    ReplyDelete
  9. Aroma G wangi sekali hihihihihiii... seperti hujan di lereng Merapi :D

    ReplyDelete
  10. Ini salah satu tulisan G yang sangat sangat sangat sangat saya suka :))

    ReplyDelete