Sambil terus berusaha menyembunyikan ekornya di dalam celananya, Kasenda berjalan pulang dengan lesu. Tanpa Bootnya, Kasenda tidak lagi berminat untuk melakukan perjalanan yang penuh petualangan dengan Twittiwit. Di tengah hutan, mendadak Kasenda dikejutkan oleh suara nyanyian yang sedemikian merdu dari balik perdu mawar berwarna cahaya. Pelan-pelan Kasenda menyibak rerimbunan mawar itu, dan mendapati seorang peri lonceng sedang mengumpulkan embun dari mawar-mawar paling bercahaya. Setelah selesai mengumpulkan embun-embun dan memasukkannya ke dalam sejenis kantung yang terikat dipinggangnya yang ramping, peri kecil itu dengan nyamannya berayun-ayun di antara ranting pohon. "Peri lonceng!" sorak Kasenda dalam hati. Menemukan peri lonceng yang sedang sendirian adalah hal yang langka ditemui, karena mereka biasanya selalu berkelompok. "Aha!" Kasenda mendapat ide. Akan ditangkapnya peri lonceng tersebut dan memaksanya untuk memberi tahu letak desa rahasia para kurcaci. Boot Kasenda, mungkin akan dapat kembali padanya..
Kasenda berpikir keras, bagaimana cara menangkap peri lonceng itu? Dia ingat cerita kakek Bingo. Peri lonceng harus ditangkap dengan jaring yang dirangkai dari ilalang, dan jaring itu harus dianyam dari duabelas ilalang, tidak boleh kurang, tidak boleh lebih. Kasenda menggaruk kepalanya, mana ada waktu untuk membuat anyaman jaring tersebut. Ah, ada-ada saja. Dilepaskannya topinya dan samil mengendap-endap ia berjalan pelan sekali mendekati peri kecil yang sama sekali tidak sadar akan kehadirannya.
Peri itu mendongak ketika bayangan hitam gelap menggelantung di atasnya. Tapi reaksinya terlambat, karena Kasenda berhasil menciduk sang peri dengan topinya dan langsung memegang rambutnya erat-erat, itu rahasia agar sang peri tidak bisa melarikan diri! Selama ini orang selalu mengira bahwa yang harus dipegang itu adalah sayapnya, yang mana hal itu salah besar! Kasenda melanjutkan berjalan pulang ke rumahnya sambil tersenyum puas seraya memelintir rambut sang peri yang masih berusaha meronta-ronta membebaskan diri tanpa hasil, "Nah, sekarang kamu harus menunjukkan jalan kepadaku menuju desa para kurcaci!" Sang peri terdiam mendengar perkataan Kasenda, "Maksudmu, para kurcaci telah berhasil mengambil boot-mu?" Sang peri langsung menggigit lidahnya selesai berkata-kata. "Heyy, bagaimana kamu tau tentang boot-ku yang hilang itu?! Aduhh.." Sebelum Kasenda berhasil menyimpulkan berbagai macam hal yang ada di kepalanya, dirinya jatuh terantuk ekornya yang makin memanjang dan telah berhasil keluar dari dalam celananya dan sedang merayakan kebebasan yang dimulai dengan acara membelit kakinya sendiri. Grr.. Genggaman Kasenda terhadap rambut sang peri pun melonggar dan sang peri tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk terbang melarikan diri.
"Hohoho, tidak semudah itu kawan!" Sebuah seruan membuat Kasenda terkejut sekaligus gembira. "Twittwit!" Jerit Kasenda lega, "Apakah kau berhasil menangkap peri itu?" Saat Kasenda mengangkat wajahnya nampak Twittwit mengacung-acungkan peri kecil yang nampak sama sekali tidak gembira dengan situasinya saat itu. Ia sedang berada di dalam sebuah jaring yang sangat aneh karena bentuknya sama sekali tidak mirip jaring, hanya seperti tikar yang dianyam, terdiri dari dua belas ilalang, peri kecil itu menempel di sana seperti dilem oleh lem ajaib yang membuatnya sama sekali tidak berkutik. "Rasakan!" Kata Twitwit, "Kau harus membawa kami ke teman-temanmu dan mengembalikan sulingku yang kalian curi, lalu menunjukkan jalan ke sarang para kurcaci untuk mengambil kembali boot Kasenda dan meminta mereka memberikan penawar racun untuk menghilangkan ekor Kasenda."
Twittwit dan Kasenda berjalan beriringan sambil memperhatikan peri kecil di tangan twittwit. Dia tampak bersungut-sungut kesal. "Ayo, tunjukkan pada kami di mana sulingku?" kata Twittwit dengan tidak sabar. Si peri nakal itu membuang muka tanda tidak mau mengatakan apa-apa. Twittwit membelalakkan mata karena kesal. "Oh, kamu lebih memilih untuk kami gelitiki sampai pingsan dengan daun dari semak blueberry itu, ya?" ancamnya. Dengan matanya ia memberi isyarat pada Kasenda untuk mengambil sehelai daun semak blueberry yang ada dekat mereka. Kasenda memetik sehelai daun itu dan menyerahkannya pada Twittwit. Peri itu tampak mulai ragu. Gelitikan daun blueberry adalah salah satu mimpi buruk bagi peri-peri itu. Mereka bisa pingsan karena kegelian. Tapi tampaknya peri yang satu itu keras kepala. Dia tetap bungkam dan tidak berkata apa-apa. "Baiklah, kalau itu maumu...," kata Twittwit sambil menjulurkan daun itu ke arah peri kecil keras kepala di tangnnya. Sebenarnya Twittwit tidak berniat sama sekali untuk membuatnya pingsan, karena apa gunanya kalau dia pingsan? Akan lebih repot lagi untuk membangunkannya karena mereka harus mencari sirop maple dan mengguyurnya ke kepala peri itu. Tapi kedongkolannya sudah berlipat-lipat. Mulai dari sulingnya yang hilang, boots Kasenda yang dicuri kurcaci dan...Uuugh, ini dia yang paling membuatnya kesal. Mereka gagal menonton arak-arakan sirkus yang awalnya mau mereka lihat dari pinggir desa.
Peri Lonceng Penyanyi
"Sulingmu ada di sini!!" Sebuah suara bening sekali seperti melodi gitar yang dipetik lewat dawai-dawai rindu tiba-tiba mengalun lembut memenuhi udara di sekitar Kasenda dan Twittwit, "Tolong jangan gelitiki dia dengan daun blueberry itu. ...Dia memang keras kepala, tetapi dia tidak tahu apa-apa. Dan dia bisu." Kasenda dan Twittwit berpandang-pandangan, bisu? Kasenda menaikkan alisnya sedikit, bukankah tadi dia mendengar suara merdu peri ini, pikirnya lalu melirik kepada si peri kecil yang berhasil mereka tangkap itu. Saat itu mimik peri kecil itu berubah sangat memelas, matanya seakan berkata, "tolong, jangan mengatakan apa-apa." Peri bersayap ungu tiba-tiba keluar dari balik perdu bunga-bunga ilalang, tubuhnya mungil dan bergerak seperti angin. Di tangannya terdapat suling milik Twittwit. "Jangan sakiti adikku." Peri itu memohon. Dia kehilangan suaranya saat sesuatu terjadi pada orangtua kami satu musim yang lalu. Sejak itu, dia sama sekali tidak pernah bernyanyi lagi." Ketika mengatakan hal ini mata peri ungu itu berkaca-kaca, dan ketika air matanya turun, bunyinya berdenting-denting. Kasenda dan Twittwit sungguh-sungguh terpesona, mereka belum pernah berada sedekat ini dengan mahluk peri, hanya mendengar ttg mereka dari cerita2 legenda dan sesekali melihat mereka berterbangan di padang ilalang. Menyaksikan dan mendengarkan suara peri bunga lonceng membuat mereka lupa pada kejengkelan mereka, suaranya benar-benar indah. Tetapi hal itu tidak membuat kesalahan mereka menjadi kecil, pikir Twittwit yang selalu waspada, "Kenapa kalian mencuri sulingku? Suara kalian sudah begitu merdu, untuk apa lagi mencuri musik dari setiap benda-benda musikal yang menghasilkan suara yg indah? Itu namanya serakah."
Bersambung
erhm, just a question... tadi peri itu keceplosan soal sepatu boots. lalu kok saudaranya bilang dia bisu?
ReplyDeleteMembaca dengan seksama dulu ;-)
ReplyDeleteKapan ya punya cucu? Pengin mangku si cucu sambil ngadep laptop apa nenteng iPad dan baca cerita ini... asyik kayaknya ya :))
ReplyDeleteria: inilah akibat kolaborasi yg belum selesai ditinggal begitu lama..belum sempat baca2 lagi..mau bikin lanjutannya kudu flash back lagi..hihihihihi..
ReplyDelete