“Sayang, kamu sudah gajian belum?” tanya Rizki pada Rere istrinya yang sedang bersiap – siap untuk mandi di pagi hari itu. Ketika dilihatnya istrinya tidak menjawab, Rizki mengulang pertanyaannya dengan suara yang sedikit meninggi.
Rere melirik ke suaminya dan dengan berusaha menyabarkan hatinya ia menjawab bahwa seperti yang Rizki tahu hari ini dia belum gajian. Dia mengira – ngira dengan kelelahan yang tiba – tiba menyelimutinya bahwa pasti ada yang diinginkan suaminya dengan menanyakan kapan ia gajian. Dan benar saja, wajah suaminya langsung berubah masam seolah Rere yang bersalah karena hari itu belum mendapatkan gaji.
Tanpa buang waktu Rere langsung melangkah keluar kamar dan ia pun langsung diserbu oleh ketiga anaknya yang masing – masing hanya terpaut usia setahun. Jika orangtuanya tidak mengingatkannya untuk segera menggunakan alat KB mungkin sekarang ia sudah punya kesebelasan sepakbola. Orangtuanya yang memang tidak menyukai suaminya itu juga mengingatkan bahwa jaman sekarang mengurus satu anak saja sudah sulit apalagi jika mempunyai terlalu banyak?
“Ditambah lagi suamimu itu belum juga mempunyai pekerjaan tetap,” sambil membimbing anak – anaknya ia teringat ucapan itu dari ayahnya. “Kasihan kamu nanti, nak…”
“Mamaaa…, nanti aku minta uang jajan yaaa…,” rengek Livia si sulung yang langsung diikuti oleh adik – adiknya Toni dan Tono. Si kembar yang menggemaskan dan juga yang paling menguras tenaganya. Ia mengelus – elus mereka bertiga dan menyuruh mereka meminta pada Rizki suaminya. Tapi Livia melirik dengan takut – takut ke arah kamar dan mengatakan bahwa Papa menyuruh mereka meminta pada dirinya. Hmmm, selalu begitu saja dari dulu tapi ia malas mencari keributan Karenanya ia mengatakan akan segera memberi mereka uang jajan sebelum ia berangkat kerja.
“Hi Rere, ‘ tegur Meti pada Rere ketika mereka bertemu pagi hari itu di kantor. “Wow, tas baru lagi nih? Kamu itu paling tahu deh barang – barang bagus…”
Rere tercekat akan pujian Meti karena ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan benar saja, setelah memperhatikan sekeliling kantor yang masih lengang Meti langsung menghampirinya. Hanya ada jarak beberapa centimeter diantara mereka berdua dan Meti berbisik di telinga Rere. Rere yang langsung salah tingkah pun balik berbisik bahwa permintaan Meti akan ia penuhi nanti setelah gajian. Meti mengernyitkan kening pertanda tidak suka akan jawaban Rere tapi tidak memperpanjang masalah dan kembali ke tempat duduknya.
Ia menghela napas dan mulai memasukkan tasnya ke dalam laci mejanya seraya memperhatikan ruangan atasannya Ibu Silviana yang bawel itu. Kelegaan meliputi hatinya walau hanya sesaat karena pikirannya kembali melayang kerumah. Ia berusaha menepiskan kekesalannya ketika mengingat bagaimana suaminya memaksanya untuk mencarikan uang agar bisa menjalankan proyek. Menurut Rizki ada proyek kerja sama yang ditawarkan temannya namun ia harus menyetor sekian dana untuk itu. Ketika di desak oleh Rere proyek apa sih sebenarnya, Rizki menjadi marah – marah seraya mengatakan lupakan saja jika Rere tidak mau membantu.
Didengarnya suara – suara yang menandakan ada orang lain di dalam ruangan itu tengah berbicara dengan Meti. Ia mengangkat kepalanya ketika merasakan adanya tatapan yang tajam dari kejauhan dan melihat bagaimana Meti yang sekarang bersama Johanna memperhatikannya. Sadar bahwa yang diperhatikan telah mengetahuinya kedua orang itu lalu beriringan keluar dari ruangan. Meti dan Johanna selalu bertengkar bagai anjing dan kucing. Namun untuk urusan gossip internal mereka melupakan pertikaian yang terjadi dan menyatu untuk saling berbagi cerita. Terutama tentang dirinya di kantor itu.
Mereka hanya iri, desahnya dalam hati seraya berusaha menyibukkan diri di mejanya. Lihatlah Meti yang ditinggal suaminya dengan selingkuhannya sehingga ia harus membiayai kedua anaknya. Menelan mentah – mentah semua perlakuan yang tidak enak dari Ibu Silviana melebihi dirinya. Atau Johanna si jomblo karatan itu, dengusnya dengan sinis. Bekerja selama belasan tahun untuk jadi apa sebenarnya? Hanya menjadi karyawan tanpa kenaikan yang berarti? Lihatlah dirinya,.masih disertai suami dan punya tiga anak yang sehat – sehat serta berkarir sebagai sekretaris.
“Rere, bisa kamu ke ruangan saya?” suara Ibu Silviana yang dingin membuyarkan lamunannya. Ia menatap dengan terkejut ketika melihat disampingnya sudah ada Ibu Siliviana yang disertai oleh Johanna. Ia bisa merasakan tatapan puluhan mata yang ingin tahu termasuk Meti pada dirinya saat itu. Dengan deg-degan ia pun mengangguk dan bermaksud membawa notesnya agar ia bisa mencatat apa saja yang diinginkan atasannya saat itu. Tapi Ibu Silviana langsung memintanya untuk masuk tanpa membawa apa – apa.
Malam itu dengan gontai Rere membawa anak – anaknya kerumah orangtuanya dan menumpahkan kesedihannya disana. Ayahnya mengajak ketiga cucunya untuk pergi mencari jajanan di luar sementara ibunya memeluknya berusaha menentramkan dirinya. Dengan lembut ibunya memintanya untuk bercerita apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya hari itu.
Maka tumpahlah semua cerita Rere mengenai dirinya yang harus bersiap meneima surat pemecatan dirinya secara tidak hormat dari kantornya. Ia tidak bisa mengelak ketika Ibu Silviana menanyakan kemana uang yang semestinya disumbangkan kepada panti asuhan dari departemen mereka. Setiap tahun baru biasanya Ibu Silviana suka meminta kerelaan para pegawainya untuk mengumpulkan uang agar bisa disumbangkan bagi siapa saja yang membutuhkan. Rere yang selalu bertugas sebagai bendahara dan selama ini ia selalu berhasil menggunakan uang tersebut terlebih dahulu.
Bukankah itu sama saja dengan mencuri, keluh ibunya dengan sedih pada anaknya. Tidak, tidak…karena aku selalu berhasil menutupinya. Aku memerlukan uang itu untuk proyek – proyek Rizki dan ia selalu berhasil mengembalikannya selama ini. Sehingga ia tidak pernah ketahuan bahkan ia bisa mendapat lebih dari hasil perputaran uang itu. Dari situlah ia bisa berbelanja barang – barang bermerek agar tampil sesuai sebagai seorang sekretaris. Tapi kali ini suaminya bukan saja tidak berhasil mengembalikannya melainkan diciduk polisi karena tertangkap sedang berjudi. Jadi proyek – proyek yang dikatakan suaminya selama ini ternyata nol besar.
Dan ia betul – betul lupa untuk meminjam kepada siapa saja agar pemakaian uang itu bisa tertutupi. Tapi sebenarnya ia bukan lupa melainkan sadar bahwa tidak ada lagi orang di kantor yang bersedia meminjamkan uang padanya. Sudah terlalu sering ia meminjam uang pada rekan – rekannya dan mereka mengeluh karena ia terlalu lama mengembalikan. Kali ini ia sial karena Johanna juga diangkat menjadi panitia acara dan panti asuhan itu menghubungi Johanna mengenai uang tersebut. Johanna yang merasa ini bukan wewenangnya pun melaporkan pada Ibu Silviana.
Masih dengan berurai air mata Rere mengeluh bahwa ia tidak tahu lagi bagaimana bisa mengembalikan uang tersebut. Ia tidak punya uang sama sekali dan tentunya ia membutuhkannya untuk anak – anaknya mengingat akan sulit baginya untuk mencari pekerjaan. Ia berkeluh kesah tanpa menyadari ibunya menatapnya dengan sedih. Ibunya menarik napas dalam – dalam dan berpikir, bahwa uang sudah membutakan mata anaknya dan suaminya.
Uang yang didapat dengan cara yang tidak benar hanya akan habis untuk hal – hal yang tidak berguna dan pada akhirnya hanya akan membawa masalah dan kesedihan.
Cerpen Ria Tumimomor: Uang
- By Ria Tumimomor
- On March 16, 2011
- 14 comments
Kampung Fiksi adalah komunitas dan platform literasi yang didedikasikan untuk mendukung perkembangan penulis fiksi di Indonesia. Sejak berdiri, Kampung Fiksi telah menjadi ruang kreatif bagi para penulis untuk belajar, berbagi, dan berkarya. Melalui program-program unggulan seperti #J50K—tantangan menulis 50.000 kata dalam satu bulan—dan berbagai workshop serta diskusi literasi, Kampung Fiksi terus mendorong munculnya karya-karya fiksi yang otentik dan bermakna.Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Kampung Fiksi menjadi tempat di mana cerita-cerita hebat dimulai dan komunitas literasi di Indonesia tumbuh bersama.
Wooww.. gua baru merhatiin, nih cerita nyambung yaa ama dua cerita sebelonnya? Mantaps euyy!!
ReplyDeleteJadi menantikan kisah2 lainnya dari tempat Meti, Johanna dan Rere bekerja :D
Ria, sedih nih bacanya. Kasihan banget ya si Rere. Tapi sebenarnya dia baik kan? Maksudnya, dia nggak nyuri uang, hanya 'memakai duluan'? Ya emang gak bener juga sih.... Ini banyak terjadi di dunia nyata lho :-(
ReplyDeleteSip!
@Indah hehehe, iya lagi iseng aja tadi :) Err, Rere udah gak ada cerita lagi jeng... udah di phk... hihihih (mau fokus ke Meti dan Johanna)
ReplyDelete@Mbak Endah Rere tapi suka beli barang2 bermerek Mbak... ceritanya kurang detail ya... Heheh...
Menarik! bagaimanapun juga, menggunakan hak orang lain apalagi orang banyak untuk keperluan pribadi sangatlah tidak etis.
ReplyDeleteWah.... jadi cerbung nih mba...
ReplyDeletelika-liku hidup untuk wanita pekerja..... ditunggu cerita selanjutnya ^^
serba salah... Nasihat ortu, kita sebagai perempuan harus berbakti pada suami. Dalam keadaan apapun harus mendukung apa yg dilakukan suami. Memaksa tau apa yg dilakukan mreka jika hanya mengundang marah, kita sebagai istri mendingan mengalah Arrgghhhhaaaaaa.....
ReplyDeleteKlo sudah begini keduanya jadi salah, anak jadi korban :(
*ortu juga ikut menderita melihat anak & cucunya nya menderita hiks
@naim ali betul tapi yah begitulah godaan kalau memegang uang yang banyak
ReplyDelete@Mira maunya sih gituuuu :D
@Is Ko iya, kita kadang suka kebablasan batas antara menghormati sama terlalu menuruti semua kemauan kepala keluarga
Membuat cerpen yang diangkat dari kehidupan karyawan wanitanya sari sebuah kantor dengan sudut pandang yang berbeda-beda seperti ini keren luar biasa, Mbak Ria.
ReplyDeleteAh, Mbak Ria memang gudangnya ide-ide. Tapi, saya tetap lebih suka kedua cerpen terdahulu. Kenapa yah? Mungkin karena cerita dan plot yang lebih tajam saja.
Ditunggu kisah selanjutnya, Mbak Ria :)
Hemm..probelema yg sering terjadi di realita ....jadi ini bersambung toh...oke tah tungggu selanjutnya
ReplyDeleteSama dengan Indah.. ternyata ada kesinambungan cerita yang sebelumnya ya... menarik idenya
ReplyDelete@Meli makasih ya Mel... iya, yg ini agak kurang greget ya
ReplyDelete@chalinopita ntar, mesti nunggu mbah ide
@Deasy thanks jeng;)
wheww, memakai terlebih dahulu uang titipan org lain itu memang godaan...makanya gw suka nolak utk jadi bendahara atau tempat ngumpulin uang2 sumbangan...kecuali kalau yakin banget bisa jaga amanah..
ReplyDelete;)
Bener sih Win... Biar gimana godaannya super tinggi tuh
ReplyDeleteuang bisa membuat org lupa.. tapi memang begitu kehidupan... pembawaan ceritanya baguss...
ReplyDelete