Minggu tanggal 14 April lalu saya berkendara melewati jalan Cikini Raya
Jakarta Pusat berputar hingga daerah Gondangdia dan kembali lagi ke Cikini Raya
setidaknya tiga kali. Bukan supaya kaki berolah raga menginjak pedal kopling
dan gas, tapi karena mencari sebuah alamat. Kafe Tjikini adalah tempat yang ingin
saya tuju. Sayangnya, meski telah beberapa kali mengantar anak saya pentas
balet di Taman Ismail Marzuki, tetap saja saya asing dengan kafe tersebut. Tiga
kali berputar-putar tadi rupanya menjadi syarat untuk menemukan alamat yang
saya tuju. Sebuah kafe mungil tepat di sebelah Bakoel Koffie yang terkenal itu
(benarkah terkenal? Atau saya saja yang tahunya hanya Bakoel Koffie?). Akhirnya,
saya tiba juga di Kafe Tjikini.
Undangan yang saya terima di Blackberry menyebutkan pukul 13.00 acara
dimulai. Syukur alhamdulillah, karena lalu lintas lancar, meski ditambah waktu
untuk berputar-putar mencari alamat, saya hanya terlambat 30 menit (bangga…). Setengah
berlari saya menghampiri pintu masuk kafe. Dan oh ternyata, tidak ada
tanda-tanda kerumunan sama sekali. Sambil terus berjalan akhirnya terlihatlah
jajaran penonton dan pembicara di sebuah ruangan khusus di bagian dalam kafe. Begitu
masuk, yang terasa langsung adalah kehangatan (dalam arti sebenarnya). Kemudian
berangsur-angsur menjadi panas karena beberapa kipas angin yang disediakan
tidak mampu mengusir hawa panas yang menggigit dari luar. Fiuhh. Mata saya
langsung jelalatan meyakinkan diri bahwa memang ruangan yang dipakai kali ini
tidak ber-AC.
Daaan…here we go! Meski peluh bercucuran, saya, Gratcia Siahaya dan Ria Tumimomor
dari komunitas Kampung Fiksi tetap bersemangat mengikuti peluncuran novel
pemenang lomba novel Qanita Romance. Di atas panggung, terlihat Benny Rhamdani
dan Kurnia Effendi mendampingi juara 1,2 dan 3 lomba tersebut. Acara dibuka
dengan pembacaan beberapa paragraf novel Seven yang dinobatkan sebagai
juara 1 lomba. Kemudian dipandu oleh MC dari Goodreads Indonesia, satu per satu
pembicara dan pemenang menyapa pengunjung dengan memperkenalkan diri.
Pembacaan beberapa paragraf dari novel Seven Days |
Ngeksis duluan-Ria,G and Me:) |
Usai perkenalan, Benny Rhamdani selaku salah satu juri mengemukakan
beberapa pertimbangan yang mendasari pemilihan pemenang pada lomba novel ini.
Menurutnya, dari sekitar hampir 400 naskah yang masuk, hanya sedikit yang isinya
mengena/sesuai dengan tema yang dicari, yaitu ‘young romance’ atau bisa disebut
tema percintaan anak muda. Tidak sedikit naskah yang berisi semacam catatan
harian sang penulis dalam berbagai kegiatan, curahan hati pegawai negeri, dan
lain sebagainya yang sudah tentu tidak memenuhi kriteria tema yang diinginkan. Setelah
memperoleh 20 naskah, tiga orang juri yang ditunjuk (Benny Rhamdani sendiri,
Kurnia Effendi dan Clara Ng) mulai memilih naskah mana saja yang berhak masuk
sebagai 10 besar yang akan dibukukan. Penjurian menurutnya makin alot kala
ketiga juri tersebut diharuskan memilih 3 besar dari 10 naskah hasil
penyaringan akhir. Karena hampir tiap naskah mempunyai kekuatan sendiri-sendiri
yang menyebabkan perdebatan panjang antar juri.
Benny Rhamdani dan Kurnia Effendi |
Sementara Kurnia Effendi membahas masing-masing karya juara lomba
tersebut dimulai dari juara 3. Novel berjudul “Always be in Your Heart” (karya
Shabrina WS) yang menduduki juara 3 menurutnya mengusung tema perpisahan pasangan
muda karena perbedaan keputusan di Timor Timur pasca referendum dengan indah. Bahasa
yang digunakan paling layak disebut sebagai sebuah karya sastra. Juara 2
ditempati oleh novel berjudul “Marginalia” (karya Dyah Rinni) yang memiliki
kekuatan pada tema yang diangkat. Tema unik tentang cacatan pinggir pada sebuah
buku sangat jarang ditemukan. Juara pertama yaitu novel berjudul "Seven Days" (karya
Rhein Fathiya) dipilih lebih karena mengetengahkan tema yang sedang tren. Kisah
dua insan yang mengalami cinta lokasi dalam sebuah perjalanan ini dianggap
dewan juri merupakan gabungan dari travelling story dan young romance story
yang sedang laku di pasaran. Selain mengemukakan pendapatnya tentang ketiga
pemenang, Kurnia Effendi juga menggarisbawahi hal-hal penting yang sebaiknya
dimiliki oleh seorang penulis. Empat hal yang dianggap penting yaitu: kejujuran
dalam berkarya, setia pada passion menulis, konsisten dalam berlatih dan
bertanggung jawab terhadap tulisan yang dihasilkan.
Acara ditutup oleh sesi tanya jawab. Sebagian besar pertanyaan berisi
keingintahuan pengunjung tentang proses kreatif yang dilakukan para pemenang
dalam menghasilkan karya-karyanya. Selain sesi tanya jawab, penerbit Mizan
selaku penyelenggara memberikan kuis berhadiah buku. Sayang saya dan
teman-teman dari Kampung Fiksi belum berkesempatan memperoleh hadiah kuis
tersebut. Tapi setidaknya kami sudah mendapatkan ketiga novel juara yang
terdapat dalam goodie bag yang dibagikan di awal acara. Tiap goodie bag bukan
berisi 3 novel ya (padahal mau saya sih begitu). Tiap goodie bag hanya berisi 1
novel. Karena kami hadir bertiga, jadi lengkap dapat ketiganya.
Rhein Fathiya menjelaskan proses kreatif selama menulis novel Seven Days |
Dyah Rinni pemenang kedua |
Shabrina WS menjawab pertanyaan pengunjung |
Kesempatan berfoto ria dengan para pemenang dan juri tidak kami
sia-siakan dong. Udah kepanasan masak nggak foto-foto? (nggak nyambung). Dan inilah
hasil jeprat jepret sana sini kami, perwakilan dari Kampung Fiksi.
Kampung Fiksi dan para pemenang |
Kampung Fiksi dan Kurnia Effendi |
Sampai jumpa di acara peluncuran buku lainnya. Salam hangat dari Kampung Fiksi! Cheers;)
Terima kasih Kampung Fiksi...seneng bisa ketemu :)
ReplyDeleteKami juga senang loh :)
DeleteKeringat bercucuran itu yg bikin kita harus ngeskrim setelah ngeksis kan? ^_^
ReplyDeleteCatatan khusus, harus cat rambut, uban udah kemana-mana :)) *salah fokus*
Tepatnya kita hilang fokus :) hihihihi
DeleteMimin, salam kenal ya. Saya Novi, domisili di Bandung. Kenal dekat dengan Winda. keren euy laporan pandangan matanya. Sangat bermanfaat bagi kita yang senang menulis.
ReplyDeleteEhem... Terima kasih ;)
DeleteWah ada Pak Kef, asyik banget acaranya. Pengen dapet buku gratis ;)
ReplyDelete