Siapa yang nggak pengen bukunya laris seperti kacang goreng di pertandingan sepak bola? ;) |
Maka dengan penuh semangat keesokan harinya saya datang kembali ke Blu Plaza dan membayar biaya keikutsertaan workshop tersebut sebesar Rp 50.000. Pada mulanya saya kira workshop ini akan membahas tentang kegiatan menulis dan bagaimana menulis bisa dijadikan income yang menjanjikan. Tertulis dengan jelas di backdrop stage "Siapa Bilang Nulis Ga Bikin Kaya!" Ahahaha, menarik, nih!
Di sesi pertama Nisa Salwa--seorang penulis muda--tampil mengupas seputar menulis fiksi. Sebagian besar materinya adalah dasar-dasar yang membangun sebuah cerita fiksi seperti tema, ide, plot, setting dan lainnya. Tentu saja dengan ditambah sedikit cerita dari pengalaman menulis Nisa sendiri. Menarik dan bermanfaat. Namun saya masih belum bisa menemukan keterkaitan materi yang dibawanya dengan tagline workshop itu.
Nisa Salwa berbagi ilmu dan pengalaman seputar menulis fiksi |
Kemudian masuk ke sesi selanjutnya, barulah diisi oleh pembicara dari Islandscrip.net selaku penyelenggara. Pak Ees--sang pembicara dan managing director dari Islandscript.net--berbicara panjang lebar mengenai seluk-beluk penerbitan buku. Dibuka dengan sebuah kenyataan yang cukup membuat saya menelan ludah getir. Beliau mengatakan untuk bisa menembus penerbit besar ada beberapa hal yang jadi pertimbangan penerbit; nama besar penulis, modal besar penulis (kesediaan menanam modal uang), jumlah follower di atas 50.000 di media sosial dan komunitas dan/atau penulis adalah juga tokoh masyarakat. Lho? Trus gimana nasib penulis-penulis pemula tanpa modal dan follower banyak seperti kita-kita ini, dong? Apa kita tidak punya kesempatan sama sekali untuk bisa menembus penerbit besar?
Pak Ees dari Islandscript.net berbagi informasi seputar agen naskah yang digawanginya di Islanscript.net |
Pak Ees kemudian menjelaskan tentang fungsi sebuah agen naskah dalam keterkaitannya dengan menerbitkan karya tulis kita ke penerbit besar. Islandscript.net ini adalah salah satu dari banyak agen naskah yang saat ini sudah banyak terdapat dan menyelinap dalam dunia penerbitan. Dia ada untuk memfasilitasi penulis dengan penerbit. Tentu saja mereka sudah memiliki semacam kesepakatan dengan beberapa penerbit, sehingga penerbit akan lebih memprioritaskan naskah yang datang melalui agen ini. Kenapa begitu?
Setiap penerbit memiliki kriteria kualifikasi tulisan yang bisa masuk dalam daftar terbitnya. Kriteria ini yang dipegang oleh agen naskah untuk kemudian digodok menjadi sebuah pola yang mereka sebut sebagai matriks. Matriks ini menjadi semacam check-list kelayakan dari sebuah tulisan. Sebagai contoh; untuk tulisan fiksi, selain menyertakan sinopsis, penulis juga diminta untuk menyertakan jumlah follower di media sosial, keaktifan di komunitas-komunitas baik online mau pun offline, benchmark dari karya orang lain yang menjadi acuan dari tulisan penulis (diutamakan buku-buku yang best seller), kelebihan dari naskah yang dikirim, sampai ke teknik promo seperti apa yang akan dilakukan penulis jika karyanya diterbitkan melalui penerbit tersebut. Secara keseluruhan, hal ini membuka mata kita kalau menerbitkan buku saat ini--baik itu self published mau pun melalui major publisher--membutuhkan kerja keras penulis untuk menjual karyanya ke pasaran.
Kehadiran agen naskah ini bisa kita pandang sebagai bantuan untuk penulis atau justru malah menjadi gatekeeper tambahan yang menghadang kita dengan penerbit besar. Tergantung bagaimana kita memndangnya. Sebab, bagaimana pun, agen-agen naskah ini tentu tidak bekerja tanpa biaya. Pasti ada biaya yang harus dikeluarkan oleh penulis (atau penerbit) atas jasanya mengantarkan sebuah naskah ke penerbit sehingga bisa diterbitkan. Bottomline, cara apa pun yang kita pakai agar naskah kita bisa menembus penerbit besar, semua membutuhkan kerja keras (yes, bahkan melalui bantuan agen naskah seperti ini pun bukan berarti penulis hanya tinggal tunggu kabar saja). Kentungan yang ditawarkan ke penulis agar mau menitipkan karyanya ke agen naskah tentu saja kemungkinan naskahnya sampai dan dibaca langsung oleh penerbit karena sudah 'lolos' checklist yang disyaratkan oleh penerbit melalui agen naskah. Setidaknya satu langkah itu sudah bisa dilalui. Agen naskah tentu memiliki kepentingan juga agar karya penulis bisa lolos penerbit, sehingga kemungkinan checklist yang ada akan terus dipenuhi sampai lengkap oleh penulis (dengan bantuan dan panduan dari agen naskah) sebelum akhirnya dikirim ke penerbit tersebut.
Ini wajah-wajah kita; calon-calon penulis dengan impian dan harapan besar. Siap kerja keras? ;) |
Menerbitkan buku saat ini memang mudah. Tapi mau diapakan buku itu setelah terbit? Itu yang sulit. Menurut pendapat pribadi saya, apa pun jalan yang kita pilih untuk menerbitkan buku kita, pada akhirnya kerja keras kita sebagai penulis tidak bisa berhenti begitu karya kita sudah berwujud buku. Apalagi kalau niatnya memang mau mencari hidup dari menjual buku-buku kita. Mau buku kita jadi best seller? Lewat agen naskah, lewat self published atau langsung diterbitkan oleh major publisher, penulis tetap harus berjualan. Deal with it! Bahkan Dee dengan nama dan karyanya yang selalu best seller itu pun melakukannya; menjual buku-bukunya. Pilihan ada di tangan kita--PENULIS. Mau terbit lewat agen naskah, menerbitkan sendiri secara indie atau (syukur-syukur) langsung lolos ke penerbit besar, penulis jaman sekarang harus ikut aktif menjual karyanya.
Hm.... ga gampang ternyata ya mba....#mengurut dada menelan ludah. :)
ReplyDeleteIngin banget menerbitkan buku dan sukses beredar di pasaran. But it need a big effort. Huft.
TFS Mba!
Insya Allah bisa tembus ke penerbit besar. Pelajari dulu naskah yg mereka inginkan, buat proposal yg menarik. Beberapa penerbit punya formulir checklist naskah yg hrs diisi, termasuk komitmen penulis tuk aktif mempromosikan bukunya. So, sebagai penulis memang hrs aktif berpromosi jg. Sebagai penulis pemula, ajang lomba bisa jadi batu loncatan.
ReplyDeleteBagian promosi itu yg jiper ya, walaupun sehari-hari jualan online xixixiii....
ReplyDeleteSharing yg bermanfaat, Win.
ReplyDeleteSaya mikir nih: kalo tujuannya adl 'dapat duit', penulis yg udh punya follower puluhan ribu, terkenal dan punya modal besar, kenapa mesti 'bagi2 duit' ke penerbit dan distributor? Kenapa tidak pilih self-publishing aja? :-)
Ini ER lagi malas login :-)
Hahaha, mbak Endah, mugkin krn pengarang mmg sll dikaitkan dgn tidak pingin duit :D *pola pikir ini menguntungkan utk penerbit jadinya :))
ReplyDeleteWinda, tengkyu info-nya :D Eh, apa KF mau coba juga lewat agen spy 'komplit' pengalaman kita :D Saya denger2 mulai bnyk permintaan munculnya kumcer... Gimana niy, kita bisa coba secara kelompok :p *usul*
ReplyDelete50k follower, angka yg fantastis/ bener membuat hati getir. Pertanyaannya adalah apa kita benar2 mewujudkan mimpi kita, atau akan membiarkan mimpi kita hanya menjadi bunga tidur.
ReplyDelete@moxo: iya, 50K follower itu memang bikin kecut hati. Tapi itu nurut agen naskah, lhooo... bukan nurut Kampung Fiksi. Kalo nurut kami, mewujudkan mimpi gak hrs nunggu follower sebanyak itu. 1 th terakhir ini KF udah nerbitkan 4 kumcer dan 2 novel :-)
ReplyDelete@ mbak Alaika, mb Lelya dan mb Lusi: iya, memang gak gampang. Untuk semua hal, spy jd besar/sukses/bagus memang perlu usaha keras, fokus dan disiplin, gitu nggak siiih :-)
ReplyDeleteBukunya Malcolm Gladwell 'outliers'udh mengupas tentang formula 10.000 jam. Katanya siapa saja yg menekuni pekerjaan tertentu, dlm 10 ribu jam umumnya akan meraih sukses. Pasti ada perkecualian, krn menang lomba (spt yg dibilang mb Leyla) atau sejenisnya... :-)
Mbak, punya referensi agen naskah yang reputable kah?
ReplyDelete