Cerutu Opa


"Opa, tolong bicara dong sama Tomi. Sejak dimarahi gara-gara ketemu rokok di saku seragamnya kemarin dia dieeem aja di dalam kamar," ungkap Mama sedikit memohon kepada Opa.

Opa melirik sekilas ke arah anak perempuannya itu. Dia tengah sibuk dengan kotak cerutu kesayangannya. Sore itu niatnya ingin menikmati semilir angin di teras rumah sambil menghirup kopi dan menghembuskan asap cerutu ke udara. Dua minggu yang lalu Opa mendapat kiriman sekotak cerutu dari sahabatnya. Buatan Kuba asli. Sebagai penikmat cerutu, Opa sangat bahagia menerima kiriman yang sangat dermawan itu.


"Des, anakmu itu udah gede...Biarin aja dia nyoba-nyoba. Makin dilarang nanti malah makin penasaran, malah nggak bagus...," jelas Opa pada Mama.

"Pah, masih SMP gitu kok dibilang udah gede. Aku nggak mau anakku nanti jadi perokok ah, Pa. Kalau aku yang nasehatin, dia pasti marah balik sama aku. Dia kan akrab sama Opa, mungkin dia mau dengar omongan Opa. Plis dong, Pah!" ucap Mama makin menghiba.

Opa tertawa kecil sambil menyeruput kopi hitamnya. Sejenak dia meringis karena kopi yang masih terasa panas di lidahnya. "Kamu suruh aku, si tukang hisap cerutu ini untuk menasehati anakmu agar tidak merokok? Lucu," kata Opa lalu terkekeh geli.

"Kan Opa sendiri yang bilang, merokok dan menghisap cerutu itu beda. Tidak bisa disamakan. Pokoknya aku cuma pengen dia ngerti Pah, kalau merokok itu cuma bikin rugi aja," kata Mama masih berusaha membujuk Opa.

"Ya, jelas beda. Dari caranya menghisap aja beda. Belum lagi filosofinya. Tapi apa kamu mau kalau nanti dia malah pengen nyobain cerutuku ini?" tanya Opa dengan geli.

Mama sontak menggelengkan kepalanya dengan keras."Bukan gitu maksudnya, Paaah! Aduuuh, cucu sama kakek sama aja, sih! Kalau Papanya nggak lagi tugas di tengah laut gini, mendingan Papanya aja deh yang ngomong sama dia. Mas Riffat kan nggak ngerokok," akhirnya Mama sampai ke tahap frustasi dan memilih untuk ngambek.

Opa tertawa terbahak melihat anak perempuannya mulai ngambek, persis seperti saat dia kecil dulu. "Ya udah, panggil sana si Tomi," kata Opa akhirnya.

Mama menghela nafas lega dan cepat berlalu ke atas untuk memanggil Tomi. Sambil menunggu Tomi tiba, Opa memutar otak dengan keras. Berusaha mencari-cari cara dan ucapan yang sesuai untuk anak baru beranjak remaja seperti Tomi, cucunya itu.

Tiga menit kemudian Tomi tampak menghampiri Opa di teras dengan muka kusut. Sepertinya Tomi dibangunkan dari tidur siang oleh Mamanya. Kekesalan tampak jelas sekali di wajahnya saat itu.

"Kenapa, Pah? tanya Tomi malas sambil duduk di sebelah sang Opa.

"Opa nggak ada temen buat hisap cerutu nih. Temenin Opa ya! Nggak asyik kalau cuma sendirian," kata Opa.
Tomi membelalakkan matanya tidak percaya. Menyadari ada kesalahan pada ucapannya itu, Opa tertawa keras.

"Hahahaa...maksud Opa, kamu temenin Opa duduk di sini sambil Opa menghisap cerutu ini," jelas Opa lagi.
Tomi kembali menampakkan muka kusutnya. Sekilas dia sempat merasa senang karena dia mengira memiliki Opa yang super funky dan asyik. Ternyata dia salah.

Opa mengeluarkan sebatang cerutu dari dalam kotak besi itu. hanya selebar jempol orang dewasa. Dia memperlihatkan cerutu itu kepada Tomi. Kemudian Opa mengambil pisau pemotong cerutu kesayangannya yang selalu tersimpan rapih di meja samping tempat tidur Opa selama ini. Tomi sering melihatnya. Ujungnya bulat dengan sebuah besi kecil mencuat yang berfungsi sebagai penekan mata pisau untuk memotong kepala cerutu. Opa pernah bilang namanya adalah guillotine yang diambil dari nama alat algojo pada jaman dahulu untuk memotong kepala seorang terhukum.

"Kamu tahu Tom, ada filosofi hidup dalam sebatang cerutu...," Opa memulai penjelasannya. Tomi diam saja menunggu kelanjutan ucapan Opa."Cerutu itu seperti hidup seorang manusia. Dia harus dilahirkan terlebih dahulu. Begini proses kelahirannya...," kata Opa.

Opa kemudian memotong bagian kepala cerutu dengan pisau khususnya itu. Sedikit saja, hanya kira-kira dua centimeter."Naah, kalau kepalanya sudah terpotong begini, itu tandanya cerutu ini sudah terlahir dan siap menjalani fungsinya," kata Opa lagi.

Tomi mulai manggut-manggut mengerti. "Trus...?" tanyanya pada Opa, mulai merasa tertarik.

"Menghisap cerutu tidak sama dengan menghisap rokok. Ada seni yang harus diketahui sebelum menghisapnya. Ada teknik-teknik tertentu agar kita tidak tersedak asapnya. Sebab asap cerutu itu lebih tajam daripada asap rokok," jelas Opa kemudian. "Tahu apa maknanya? Artinya adalah kita tidak bisa sembarangan melakukan sesuatu dalam hidup ini, tanpa tahu bagaimana melakukannya dan apa tujuannya," lanjut Opa.

"Okee...," kata Tomi lagi.

Opa kemudian meraih korek api gas di meja. Dihidupkannya korek api itu dalam nyala yang cukup besar. Kemudian didekatkannya ujung cerutu yang tidak terpotong ke atas api tersebut.

"Membakar cerutu juga tidak bisa sembarangan. Harus dibakar berputar-putar terlebih dahulu dan tidak boleh langsung terkena api. Artinya, melakukan sesuatu itu harus dengan pemikiran dan perencanaan matang. Kalau perlu belajar dulu ilmunya, biar tidak salah kaprah," jelas Opa lagi sambil memutar-mutar cerutu itu dengan korek apinya.

Kemudian Opa memasukkan cerutu itu ke mulutnya dan mulai menghisap dengan pendek-pendek sambil terus membakar cerutu itu. Asap tampak mengepul-ngepul pendek keluar dari mulut Opa. Opa masih berusaha menyalakan cerutunya. Dia terus memutar-mutar cerutu itu saat melakukannya. Ketika kemudian cerutu itu telah terbakar sempurna, dia berhenti dan menatap ke arah Tomi.

"Nah, sekarang cerutunya sudah terbakar sempurna. Siap untuk dinikmati," ujar Opa puas sambil menatap bara di ujung cerutunya itu. Lama-kelamaan Opa tampak seperti tengah berbicara pada dirinya sendiri dari pada kepada Tomi, cucunya.

"Selanjutnya tinggal menikmati..Tapi jangan salah, ada caranya. Kalau kamu menghisapnya terlalu keras, maka akan terasa hawa panas di mulut. Kalau terlalu pelan, maka apinya akan padam kembali. Artinya, lakukan segala sesuatunya itu dengan kadarnya masing-masing. Sesuai pada waktunya, tempatnya dan kondisi sekitarnya," jelas Opa.

"Asap cerutu juga tidak bisa dihisap sampai ke dalam melewati tenggorokan. Karena akan menyebabkan kamu tersedak. Ingat, asap cerutu itu tajam! Cukup sampai dalam mulut, dan hembuskan kembali melalui mulut, bukan hidung. Aaaah....," Opa kemudian melakukan hal yang baru saja dikatakannya.

"Mau coba?" tanya Opa tak disangka-sangka.

Tomi melotot ke arah Opa. Sedetik kemudian matanya jelalatan ke arah dalam rumah memastikan tidak ada Mama di dekat situ. Opa ikut-ikutan melirik-lirik ke dalam rumah. Tomi kemudian mengangguk ragu. Opa menyerahkan cerutu yang sudah terbakar itu ke tangan Tomi. Dengan isyarat mata Opa menyuruh Tomi agar segera melakukannya sebelum ketahuan oleh Mama.

Tomi cepat-cepat menghisap cerutu itu. Karena tergesa menghisapnya Tomi tidak sadar kalau dia menghisap terlalu keras sehingga mulutnya dipenuhi asap dan bibirnya terasa panas. Tomi segera menghirup asap cerutu itu seperti menghirup asap rokok. Dia lupa ucapan Opa barusan tentang cara menghisap cerutu, karena pikirannya bercampur dengan panik takut ketahuan oleh Mama.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Tomi terbatuk-batuk keras. Mukanya merah padam menahan perih di lehernya. Matanya berair seketika.

Opa terkekeh-kekeh melihat cucunya dalam penderitaan itu. Panik Tomi melihat ke dalam rumah kembali. Mama sepertinya tidak mendengar batuk-batuknya barusan.

"Hahahaaa..ini satu lagi pelajaran dari cerutu. Jangan menghisap cerutu atau rokok diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Pasti ketahuan karena kamu itu masih ingusan dan belum mengerti bagaimana caranya. Hahahaha..." Opa tertawa puas.

"Masih mau coba-coba ngerokok lagi?" tanya Opa kemudian.

Tomi menggeleng lemah sambil cemberut.

6 comments:

  1. Opa yang bijaksana dan Tomi - mungkin - hanya 'meniru' kebiasan Opa dan - bisa jadi - Papa (?).
    Cerita yang sederhana dan asyik, Winda, seperti biasa :)

    ReplyDelete
  2. Akal2an Opa yang Jitu....

    Gw suka filosofi ber-cerutu-nya...

    ReplyDelete
  3. Opa yang keren sekali. Jadi teringat sama Oma saya, yang seorang perokok berat! Saya masih ingat merek rokoknya, "HERO".. Herannya, anak beliau (termasuk Bapak) tidak ada yang merokok.

    Cerita yang sangat menarik, Winda. Saya selalu kagum dengan caramu 'menyampaikan' sesuatu. Keren! :)

    ReplyDelete
  4. Opanya bijaksana banget...:)

    Menariiiiik...

    ReplyDelete
  5. Wah, sama dengan Meli, Oma gw perokok berat, Opa gw sama sekali nggak ngerokok, tapi 2 anak cowok mereka, perokok semuanya, perokok berat pula.

    Kadang2 yaaa.. emang perlu dikasih yg berat gitu biar "kapok" hehehe..

    ReplyDelete