Puisi-Puisi El Hida (3)

Mimbar Hujan

wajahmu gerimis saat kukatakan pada malam bahwa aku ingin mati
engkau diam dan melipat matamu dalam-dalam
cukuplah aku kehilangan jasadmu dari pelukan angin
dan kita selalu bertatap akan riwayat dan cinta yang menjadi mayat

lihatlah fajar yang kugenggam dan memerah di bawah telapak tangan
Dia hadir dalam adzan saat namamu kuiqomatkan
kau tak ingin hilang dari apa yang kusebut bayang
sedang waktu tiada mengisyaratkan jelajah rindu di setiap larik pilumu

membungkus kegelisahan dalam gemuruh saat halilintar menampar getir
di bawah mimbar hujan, senyummu kuukir dengan airmata
kita bersetubuh dalam detak jantung matahari

el hida03062011


Jeruji Hujan

Angin mencekal langkah
Aku berhenti bermimpi
Roda-roda asa menghela nafas
Jari-jari waktu merogoh tatapan
Hujan mengikat tangan dan kaki
Matahari membeku di jantungku
Gelap dan semakin kedinginan

Dedaun perih dari neraka
Memerah dalam benak
Setiap rintik mengejek akar hidup
Tanah-tanah gersang itu jiwaku
Hujan mengacuhkan tangis

Elhida 05062011


Rumah Hujan

Melarikan diri dari gempita abadi
Raga asing dari kesendirian
Berteduh di rumah hujan
Tengadah pada takdir yang mencibir

Kubangun dengan rasa hilang
Saat yang tersisa hanya kilatan hati
Aku sempoyongan dan melepuh


elhida 05062011

2 comments: