Perkenalkan nama asli saya, Fadilla Raisya. Tetapi orang banyak mengenal saya sebagai Lalita. Ya, Lalita, begitu saya cantumkan nama saya di setiap karya saya, entah itu di majalah, Koran, buku dan novel saya. Gambar wajah saya pun tidak pernah saya ijinkan bagi wartawan atau penerbit buku untuk dipublikasi. Alasannya, sederhana saja, ‘Privacy’ dan saya ingin para pembaca hanya menikmati karya yang saya tulis tanpa perlu embel-embel mengetahui profil pribadi saya. Saya cukup katakan, saya adalah penulis traveling, bercerai dan punya satu anak. Selebihnya kosong, karena menurut saya juga, dengan tulisa-tulisan saya, pembaca dapat mengetahui bagaimana kehidupan saya yang saya jalani. Tentu, orang-orang tahu bahwa saya teramat menyukai perjalanan dari kota satu ke kota lainnya, dari Negara satu ke Negara lainnya.
Dulu, sewaktu saya masih menikah, suami saya suka kesal terhadap saya. Di saat saya mulai membuka laptop dan penuh konsentrasi tinggi menulis, perhatian saya untuk suami, otomatis berkurang. Malahan, hilang kesadaran bahwa masih ada suami saya yang butuh teman di tempat tidur-di kala malam mengawali rasa ngantuknya. Memang kebiasaan suami saya, dia suka bermanja-manja dengan saya sebelum dia tertidur lelap. Saya menulis secara rutin di satu majalah terkenal mengenai tour and travel, sudah pasti saya mempunyai deadline yang harus saya segera saya lakukan. Dan saya akui, sikap saya kurang memperdulikan suami saya. Hal ini tidak sepantasnya saya lakukan. Apalagi saya sering mengadakan perjalanan ke luar negeri selama berminggu-minggu. Sudah bisa ditebak, kesemua alasan ini menjadi bahan pertengkaran kami. Yang tadinya suami saya memiliki kesabaran, pada akhirnya dia berada di titik puncak kebosanan dan kemarahan.
Menulis penting sekali bagi kehidupan saya, sehari pun tanpa menulis, nyawa saya bagai hilang satu. Saya pernah selama tiga hari tidak menulis, akibatnya saya demam tinggi dan mengalami keputihan yang deras. Saya seperti mengalami stress tinggi, kegalauan yang berlebihan dan kepala pening setengah mati. Kemudian, kondisi saya turun drastic dan berakhir sakit. Hal pertama yang melupakan saya untuk menulis, ketika saya melahirkan anak saya, Sophia. Saya begitu terharu dan amat bahagia menatap wajah anak yang terlahir dari rahim saya sendiri. Biasanya dalam sehari saya bisa menulis berjam-jam, tapi dengan merawat Sophia, bisa dalam satu hari pun saya tidak menulis. Plaing-paling saya hanya menulis satu paragraph saja, lalu dilanjutkan esok hari-bertambah satu paragraph juga. Sophialah yang kuasa mengalahkan cinta saya dalam menulis.
Sophia, suatu anugerah terbesar-diberikan oleh Tuhan kepada saya-selama saya hidup. Tiada yang mampu mengalahkannya, bahkan suami saya pun tidak. Bisa dikatakan dua hal yang paling saya cintai di dunia ini adalah Sophia dan menulis. Meski pun, saya telah bisa mengatur waktu dengan baik, perceraian saya tidak bisa dihindarkan. Tetap suami saya berpikir, dia tidak dinomor-satukan dan ujung-ujungnya saya dibilang aneh dan jahat karena tidak punya perasaan. Sungguh, saya tidak berbohong, saya sangat mencintai suami saya. Dan karena sikap dan tingkah laku sayalah, suami saya pergi meninggalkan saya. Ini perih luar biasa. Rasa sakit yang saya hadapi cukup lama dan tidak mudah dibuang atau dilupakan begitu saja. Dan saya sadar benar, semua yang terjadi di antara saya dan suami, sayalah si pembuat masalah alias Bersalah!
***
Menulis bagi saya merupakan titik-titik perjalanan, dimana alam semesta, rohani, batin, segala ilmu dan hal aspek lainnya-saling berhubungan. Traveling, ini pekerjaan sekaligus hobi saya. Dari perjalanan saya ke segala penjuru dunia, telah banyak memberikan makna dan keindahan dunia yang luar biasa bagi saya. Tidak jarang saya menemukan suatu hal yang menurut tabu bagi orang lain-asing-keajaiban-tak terbayangkan-terjadi di saat perjalanan itu. saya juga senang mengenal berbagai macam orang dengan, kulit berbeda warna, bahasa, adat-istiadat, pandangan dan juga karakter. Saking banyaknya saya berjumpa dengan berbagai macam manusia, saya menganggap mereka semua sama, entah itu dia seorang pengusaha atau seorang pembunuh.
Dari mereka, saya mendapat pelajaran besar mengenai ilmu kehidupan dan ilmu-ilmu lainnya. Selain mengenai tempat yang saya kunjungi, saya menulis berbagai tema dan gaya tulisan lain. Lalu, semua itu saya masukan ke folder dan suatu hari nanti saya akan meluncurkan sebuah novel yang ceritanya saya angkat dari kisah nyata. Saya pernah membuat novel fantasy, novel percintaan, tetapi saya belum pernah menampilkan kisah-kisah nyata yang perlu disimak dan dinikmati dunia. Filosofi. Satu kata ini memberikan garis terang untuk tujuan panjang hidup saya dan mengali apa sebenarnya yang saya mau. Tidak sedikit benda, tempat, cuaca, lingkungan, orang-orang, hotel, bandara dan lainnya, memberikan butir demi butir filosofi. Tidak itu benda mati atau tidak itu bernyawa, mereka semua bercerita. Dan saya mendengar, memperhatikan, melihat, merasakan semua yang peristiwa di depan mata saya.
Apa yang saya raih dari perjalanan ke berbagai tempat, banyak memberikan inspirasi dan motivasi pada saya dalam hidup, apalagi dalam menulis. Tidak henti-hentinya saya memperkaya tulisan saya, dari sekedar tulisan ringan hingga tulisan yang layak dikomersilkan menurut saya. Dan bohong, jika saya katakana, saya tidak butuh uang. Saya sungguh membutuhkan uang, agar kelangsungan hidup saya berjalan terus serta masa depan Sophie dan modal menulis.
Bila saya tidak suka kegiatan menulis, mana mungkin saya mengambil pekerjaan sebagai penulis di majalah travel. Traveling pun saya suka. Kedua hobi yang meneruskan perjalanan hidup saya dan Sophia. Terus terang saya dilahirkan sebagai wanita yang biasa-biasa saja-tidak pintar-tidak punya keahlian lain-selain menulis. Wajar bukan jika saya berdedikasi tinggi di bidang penulisan? Mengenai hubungan sesama lawan jenis? Pernikahan saya dulu, saya jadikan hikmah dan proses reinkarnasi buat saya. Tidak ada orang yang mau hidup tanpa pasangan, begitu juga dengan saya. Namun begitu, status menikah, lebih baik saya simpan dulu di lemari rapat-rapat. Untuk menikah dibutuhkan komitmen tinggi dan kelarasan pengertian yang seimbang. Saya akui lagi, saya belum bisa untuk kembali berkomitmen dan selaras pengertian. Salahkah saya, bila saya mendapati pasangan tanpa status menikah?
Nomor satu Sophia. Nomor dua Menulis. Nomor tiga;pasangan saya. Jika pria sudah terbiasa akan peringkat ini, silahkan mendekati saya. Atau, jika saya sudah mampu merubah peringkat itu, maka nikahi saya sekarang juga!
wah, hebat juga nih tokoh lalita...hmm....mestinya dia tidakmenikah kalo menomor tigakan suami daripada menulis. hehhee...
ReplyDeletekayaknya mesti nyari suami yang tidak memprioritaskan dirinya juga kali? hihihih...
ReplyDeleteMANTEPS
sayang sekali mimin seorang istri juga .. :)
ReplyDeletecoba kalau cowok ... ^__^
Cerita yang menyentuh. Satu yang menjadi perhatian saya, judulnya. Menurut saya, yang awam, judulnya lebih baik "Menulis, Itu Pekerjaanku". Jika dirujuk dari bhs Inggris "Writing, That's My Job"
ReplyDeleteSang Cerpenis:..Ya, makanya kalo ada lelaki yg mau diurutkan sebagai nomor 3, ya silahkan2 saja mendekatinya...ehhehe..
ReplyDeleteMbak Ria: Yup, itu jawabannya....jadi punya kesibukan masing2....gitu ngak sih...hehheh
Mimin:Hhahahhaahha...Dasar!!
Pak David: bener Pak, Tengkyu atas koreksinya
Cerita yang inspiratif, Sari. Lalita cari aja suami yang kerja jauh di luar negeri atau luar kota hahahahahaaa... :-D
ReplyDeleteLalita yang mandiri... tapi pasti punya kerinduan yang sangat untuk menjadi seorang istri yang baik...
ReplyDeleteMBak Endah:..wah bener..ide yang baik tuh mbak...ahahahhaha...
ReplyDeleteDeasy:..pasti tuh Des...thx
waktu baca dua hari yg lalu, gw kirain ada penulis tamu yg lagi curhat..hahahaa, gk taunya cerpen si chalinoph..kereeen...
ReplyDeletemenikah itu harus bisa tarik ulur kata nyokap gw..tarik ulur kepentingan dan prioritas juga...yg mana yg harus didulin dalam kondisi yang sedang dihadapi...gitu deee.. :)
Winda:..Oh yah..tarik ulur prioritas dan kepentingan....wah ini harus gw dalemin dulu nih kalimat2 Nyokap elu...tengkyu cay...
ReplyDeletemenulis pekerjaan yg membutuhkan waktu extra kl memang mau ditekuni,, semoga dapet suami yg bisa memahami profesiku nanti.. hehehhe...siipp
ReplyDeletecuma sedikit heran, kenapa si lalita bisa memprioritaskan shopia daripada menulis tapi gak bisa memprioritaskan suaminya lebih dari menulis?
ReplyDelete