Kampung Fiksi adalah semesta kecil menulis bagi kami, para penari kata. Bagi kami, paragraf-paragraf yang dilahirkan oleh kata-kata adalah mantra yang melambungkan imajinasi. Ia dapat saja berupa bait-bait puisi yang menari-nari dalam rima dan diksi, prosa yang tersusun dari narasi yang berasal dari hati, pun cerita-cerita tentang perihal hidup dan waktu, yang deru dalam pengisahan, pendek dan panjang.
Di kampung kami, semua kata adalah seperti kupu-kupu yang berlompatan, yang kami petik dan sulang menjadi bagian dari ritual tarian kami.
Kami, hanyalah perempuan-perempuan penyihir kata yang membangun cinta atas nama: Fiksi. (Meliana Indie)
******
Kampung Fiksi adalah kotak ajaib, tempat menyimpan pernak-pernik yang terlupa dan tercecer dari perjalanan-perjalanan saya yang serba tergesa. Setiap saat saya bisa membuka kotak itu, memilih satu isinya yang paling saya suka, menjadikannya sebuah fiksi dan membaginya dengan siapa saja. Semua kisah yang saya labeli ‘fiksi’ adalah bagian penting dalam hidup saya, yang sering saya ingkari keberadaannya hanya demi menjaga citra. Di Kampung Fiksi ini, potongan-potongan kisah itu mewujud menjadi gambar penuh warna, yang melengkapi lukisan kehidupan saya. (Endah Raharjo)
******
Konon, kata seseorang entah siapa, saya sudah lupa karena begitu banyak suara yang saya dengar, manusia diikat oleh peristiwa-peristiwa yang diceritakan kembali. Selalu ada kisah-kisah dalam kehidupan ini yang bahkan jauh lebih besar daripada kehidupan itu sendiri. Bagi saya, Kampung Fiksi adalah sebuah oase di tengah sebidang lebar padang gurun kehidupan, tempat di mana kami berkumpul dan menceritakan kisah-kisah tersebut dan berharap kisah-kisah itu akan terus hidup dan dikisahkan kembali, jauh setelah kami sendiri tak ada lagi di sini untuk menceritakannya. Kadang-kadang kisah-kisah itu adalah hasil curian dari kisah hidup orang lain, kadang-kadang kisah-kisah itu adalah penggalan dari cerita pribadi, seringkali kisah-kisah itu hanyalah rekayasa belaka. Yang pasti, kisah-kisah memiliki kehidupannya sendiri, nafasnya sendiri dan kami hanya melahirkannya untuk bercerita, untuk menjalani kehidupannya. (Ge Siahaya)
******
Tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari, demikian kata orang paling bijaksana yang pernah hidup di dunia ini. Artinya? Apa yang pernah ada mungkin sedang kembali berlangsung dan di masa mendatang juga besar kemungkinan akan kembali terulang.
Apa hubungannya? Hahaha.. sebenernya ngga ada sih :p Cuman mo menekankan aja walau mengangkat tema yang sama sekalipun, tapi setiap penulis itu punya gaya penulisan dan pemikiran mereka masing2 yang membuat apa yang sebenarnya sama itu menjadi berbeda 'rasa' dan di situlah 'seni' dari menulis.
Fiksi adalah harapan.. harapan untuk membuat sesuatu menjadi sesuai dengan selera kita, untuk meluruskan apa yang 'bengkok' dalam kehidupan nyata, untuk menganalisa dan menggali apa yang ada jauh di dasar hati kita karena terkadang kita itu lebih jujur melalui tulisan dibanding mengucapkannya secara langsung.
Fiksi adalah harapan.. 'tempat' di mana dalam kegelapan sekalipun ada secercah harapan dalam jalinan kisah yang dirangkai sambil menyematkan harapan di dalamnya bahwa kehidupan 'nyata' pun akan menemui sebuah akhiran yang berbahagia, seperti apa yang dituangkan dalam karya fiksi. (Indah W.)
******
Kampung Fiksi adalah tempat dimana kami para sekumpulan wanita bermain - main sebagai pencipta... Di tangan kami lah nasib sang tokoh berada, di tangan kami lah sebuah negara tercipta, di benak kami lahir suatu kota, di pikiran kami akan lahir bumi baru dan segala isinya... Kami yang berhak menentukan apa yang akan terjadi... Apakah kami akan mengakhiri penciptaan kami dengan hal yang menggembirakan? Ataukah kami memutuskan untuk memberikan kesedihan pada sang tokoh? Bencana pada kota yang telah kami ciptakan dengan susah payah hari demi hari, mungkin? Tapi tegakah kami melakukan hal tersebut? Mungkin ya dan mungkin tidak...
Fiksi seperti kehidupan nyata...tidak bisa ditebak akhirnya...karena dia akan terus berubah dan berkembang sesuai kehendak penciptanya... Kami sebagai pencipta kehidupan dalam fiksi ingin membawa serta pra pembaca untuk menikmati perjalanan ini... Kami ingin membawa kalian tertawa, terharu, menangis, takut...tapi tetap bersemangat dalam mengikutinya... Mengikuti kemana misteri kehidupan dan fiksi membawa kita... (RIA)
******
Ini tentang dua puluh enam aksara yang ada di muka bumi, tidak kurang dan tidak lebih. Menjumput sekeping konsonan dan menyandingkannya dengan sebuah vokal sehingga menjadi satu bunyi tertentu bila terbaca. Bunyi itu kusebut kata. Terbentuk dari imajinasi liar yang haus bermain-main dengan dua puluh enam aksara yang terbang bebas dalam ruang kepala.
Mengalirkan kalimat demi kalimat melalui liukan kisah bak anak sungai yang kemudian bermuara di samudera cerita. Hanya kisah dan cerita, tapi inilah Kampung Fiksi dalam perspektifku. Dimana aku bebas melompat-lompat di antara guguran aksara seperti dedaunan kuning di musim gugur. Dimana aku girang tak terperi berlarian sepanjang sungai kata-kata yang mengantarkan dongeng di dalamnya. Dimana aku bisa menghirup udara imajinasi berbalur tawa, canda, bahkan tangisan.
Apapun bisa terjadi di sini, karena bagiku tempat ini seperti perahu kecil yang tengah menyusuri anak sungai menuju lautan yang sangat luas. Perahu kecil berisi aksara, kata, kalimat dan cerita. Pasrah pada aliran khayal untuk membawanya dengan kecepatan pelan, sedang atau penuh. Mari mendayung perahu kecil ini menuju samudera kisah, cerita, dongeng atau apapun itu bersamaku.
Row, row your boat...
Gently down the stream...
(Winda)
******
Kampung Fiksi? Hmmm... ini tempat mengaduk-aduk perasaan lewat rangkaian huruf kata kalimat paragraf alinea..... Di tempat ini apapun bisa terjadi, suram berbalut ceria, sedih berbunga bahagia, kucing menjadi matahari, bulan dan bintang menari bersama para kunang-kunang dan lebah.. Ah pokoknya, di sini tempatnya membiarkan semua imajinasi bergerak dengan bebas.
(Deasy)
*****
Kampung fiksi adalah kumpulan-kumpulan orang penggemar fiksi pastinya. fIKSI bagi saya adalah ruang luas yang tidak memilki ukuran dan batas-batas tertentu. Apa yang dirasakan, dicium, disentuh, dilihat, dimakan, dan semua fungsi organ, menyatu dan saling menunjang mewujudkan tetesan-tetesan sebuah karya. Menulis bagi saya adalah perjalanan. Bukan mengenai perjalanan pribadi saja, tetapi juga orang lain. Orang lain bercerita, kita mendengarkan dan kita mengambil buah atau hikmah dari cerita tersebut. Perjalanan itu memaparkan jalanan yang lurus, berbelok-belok, basah, kasar, mulus dan lain-lainya. Perjalanan adalah kehidupan. Dari sana Fiksi kuasa terlahir, ia menjadi bayi hingga dewasa.
Dari sekedar puisi, berlanjut ke cerpen, kemudian melalang ke cerber dan menjulang ke novel. Dari satu aksara, menjadi ribuan, bahkan jutaan atau juga milyaran aksara mengalir dari buah pikiran pribadi-pribadi penghuni Fiksi. Kisah nyata atau imajinasi atau juga fantasi dan bentuk-bentuk tulisan lainnya, mengisi dunia dengan membaca sekaligus mengerti apa itu keindahan. keindahan sebuah karya. Karya fiksi. Muncullah Kampung Fiksi, kampung dengan penghuni-penghuninya yang mencintai fiksi. Kampung Fiksi yang Semoga ke depan nantinya, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan dan mimpi-mimpi kita.
Mari..membaca..membaca..membaca lagi..dan membaca terus!!!
Mari..menulis...menulis...menulis lagi...dan menulis terus!!
(Sari)
0 Spots:
Post a Comment